Singaraja (Antara Bali) - Dewan Pimpinan Kabupaten (DPK) Perhimpunan Pemuda Hindu (Peradah) Buleleng, Bali, menyatakan "catur brata penyepian" atau empat pantangan dalam Hari Suci Nyepi merupakan momentum introspeksi bagi semua kalangan.
"Brata penyepian hendaknya dimaknai untuk membenahi diri dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dan berkarakter mulia," kata Wakil Ketua DPK Peradah Buleleng, Kadek Duwika, di Singaraja, Bali, Senin.
Ia mengatakan, empat pantangan dalam Nyepi hendaknya dapat dilaksanakan dengan maksimal oleh semua kalangan umat.
"Empat pantangan itu yakni Amati Geni atau tidak menghidupkan api. Amati Karya atau tidak melakukan pekerjaan. Amati Lelungan atau tidak bepergian dan Amati Lelanguan atau tidak bersenang senang atau berfoya-foya," katanya.
Duwika menjelaskan, momentum Nyepi itu meredakan panca indra dengan kekuatan pikiran baik dan budi. Meredakan nafsu indra itu dapat menumbuhkan kebahagiaan sejati.
Menurut dia, makna dan pelaksanaan Hari Raya Nyepi dirayakan dengan kembali melihat diri dengan pandangan yang jernih dan daya nalar yang tinggi ke arah pikiran suci.
Hal tersebut akan dapat melahirkan sikap untuk mengoreksi diri dengan melepaskan segala sesuatu yang tidak baik dan memulai hidup suci, hening, menuju jalan yang benar atau dharma.
"Untuk itu, umat Hindu dapat melaksanakan Nyepi yang benar-benar spiritual yaitu dengan melakukan upawasa atau berpuasa sehari penuh tanpa makan sedikitpun," terangmya.
Makna dari Upawasa, kata dia, adalah artinya dengan sepenuh hati mengikat indra dan perut untuk tidak tertarik makan, bahkan mengikat indria lainnya pula.
"Tujuan mencapai kebebasan rohani itu memang juga suatu ikatan, namun ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan. Demikianlah, makna dan pelaksanaan Hari Raya Nyepi juga," katanya. (WDY)
Peradah Buleleng: "Catur Brata Penyepian" Momentum Introspeksi
Senin, 27 Maret 2017 23:26 WIB