Jakarta (Antara Bali) - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan kementerian yang dipimpinnya tidak meminta penutupan akun twitter milik Imam organisasi masyarakat (ormas) Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab.
"Saya malah tidak tahu (penutupan). Harus dicek juga itu (laporan) siapa. Bisa juga itu (laporan) masyarakat, karena masyarakat banyak (melapor) akhirnya twitter memberlakukan itu. Saya terus terang tidak tahu itu," kata Rudiantara di lingkungan Kantor Presiden Jakarta, Selasa.
Akun twitter milik Rizieq Shihab di @syihabrizieq dan Dewan Pimpinan Pusat) FPI di @dpp_fpi tidak dapat diakses dan dilihat oleh pengguna Twitter. Saat membuka akun tersebut, tampak tulisan "The account you are trying to view has been suspended" yang berarti akun yang ingin Anda lihat telah ditutup.
"Karena kan itu otomatis dari sistem ke sistem pengendali di pusat sana. Saya tidak tahu terus terang, apakah dari pemerintah apakah dari masyarakat, dari pada saya salah," tambah Rudiantara.
Namun, ia juga tidak berkomentar apakah pemerintah mendukung penutupan akun tersebut atau tidak.
"Sebentar, Kemkominfo itu pemerintah jadi kami ikut pemerintah saja," kata Rudiantara saat ditanya mengenai dukungannya terhadap penutupan akut tersebut.
Kemkominfo menurut Rudiantara juga berencana untuk bertemu dengan Facebook terkait konten berita palsu (hoax).
"Akhir bulan nanti facebook datang, kami sudah kirim surat karena untuk perhatian internasional kontennya terkait radikalisme dan terorisme tapi kalau berkaitan masalah spesifik suatu negara seperti kita harus dibahas sendiri dengan mereka," tambah Rudiantara.
Selain Kemkominfo dan Facebook, pembicaraan itu juga akan melibatkan organisasi masyarakat sipil yang menaruh perhatian terhadap penyebaran berita bohong.
"Menyelesaikan masalah konten ini tidak bisa hanya pemerintah, tidak hanya melalui aturan, justru dengan masyarakat melalui komunitas-komuniitas, nanti kami ajak bicara dengan komunitas seperti Masyarakat Anti-Hoax sudah ada di beberapa kota. Nah itu kita ajak," jelas Rudiantara.
Sejumlah konten yang akan diredam untuk beredar di Facebook antara lain pornografi dan perjudian. (WDY)