Denpasar (Antara Bali) - Lima subak abian (kelompok) yang menghimpun 5.314 petani kopi di Bali memperoleh sertifikat organik berkat seluruh proses produksi menerapkan pola ramah lingkungan, tidak lagi menggunakan pestisida maupun pupuk anorganik yang diproduksi pabrik.
"Sertifikat organik tersebut diberikan oleh instansi maupun lembaga swasta yang berwenang di tingkat pusat maupun internasional," kata Kabag Publikasi dan Dokumentasi Biro Humas dan Protokol Pemprov Bali I Ketut Teneng di Denpasar Kamis.
Pemberian sertifikat organik kepada lima kelompok tani kopi itu membutuhkan waktu cukup lama, karena sebelumnya instansi maupun organisasi tersebut melakukan penelitian dan pengkajian dalam jangka waktu tertentu terhadap seluruh proses yang digeluti petani kopi di Bali.
Subak abian yang telah mengantongi sertifikat organik terdiri atas subak abian Sukasada, Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli yang menghimpun 3.201 petani meraih sertifikat dari Kementerian Pertanian sejak Desember 2008.
Ketut Teneng menjelaskan, himpunan subak abian di dua kabupaten itu menggarap lahan kopi arabika seluas 2.611 hektar dengan produksi setiap tahunnya mencapai 1.723,2 ton.
Selain itu juga subak abian Suka Maju Desa Landih, Kabupaten Bangli mengantongi sertifikat dari LeSOS Mojokerto, Jawa Timur yang menggarap lahan seluas 130,4 hektar melibatkan 90 petani dengan produksi mencapai 90 ton setiap tahunnya.
Demikian pula subak abian Wanagiri desa Sukasada, Kabupaten Buleleng yang menghimpun 128 petani, menggarap lahan seluas 145,5 hektar dengan produksi 140 ton itu meraih sertifikat dari Eropa.
Demikian pula subak abian Pegayaman, Desa Sukasada, Kabupaten Buleleng meraih sertfikat yang sama serta subak abian Eka Manik Merta Desa Sepang Kabupaten Buleleng meraih sertifikat dari LeSOS Mojokerto sejak 10 Agustus 2010.
Kelompok tani tersebut menghimpun 70 petani, menggarap lahan seluas 111 hektare dengan produksi setiap tahunnya 88 ton yang sebagian besar perdagangannya menembus pasaran ekspor.
"Dengan meraih sertifikat organik itu diharapkan mampu memperlancar pemasaran kopi Bali dalam menembus pasaran ekspor," harap Ketut Teneng.
Bali mengekspor matadagangan kopi sebanyak 11,6 ton ke pasaran mancanegara bernilai 126.584 dolar AS selama sebelas bulan periode Januari-November 2010, menurun 11,70 persen dibanding periode tahun sebelumnya mencapai 143.359 dolar AS.
Dari segi volume pengiriman matadagangan tersebut menurun 56,4 persen karena tahun sebelumnya mengapalkan 26,8 ton.
Menurunnya perolehan nilai ekspor maupun pengiriman matadagangan kopi erat kaitannya dengan persediaan matadagangan yang sangat dipengaruhi faktor iklim, disamping sifat tanaman itu mengalami panen raya setiap dua tahun sekali.
Bali hingga kini memiliki tanaman kopi seluas 30.029 hektare yang terdiri atas kopi arabika 8.197 hektare dan kopi robusta 23.832 hektare.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
"Sertifikat organik tersebut diberikan oleh instansi maupun lembaga swasta yang berwenang di tingkat pusat maupun internasional," kata Kabag Publikasi dan Dokumentasi Biro Humas dan Protokol Pemprov Bali I Ketut Teneng di Denpasar Kamis.
Pemberian sertifikat organik kepada lima kelompok tani kopi itu membutuhkan waktu cukup lama, karena sebelumnya instansi maupun organisasi tersebut melakukan penelitian dan pengkajian dalam jangka waktu tertentu terhadap seluruh proses yang digeluti petani kopi di Bali.
Subak abian yang telah mengantongi sertifikat organik terdiri atas subak abian Sukasada, Kabupaten Buleleng dan Kabupaten Bangli yang menghimpun 3.201 petani meraih sertifikat dari Kementerian Pertanian sejak Desember 2008.
Ketut Teneng menjelaskan, himpunan subak abian di dua kabupaten itu menggarap lahan kopi arabika seluas 2.611 hektar dengan produksi setiap tahunnya mencapai 1.723,2 ton.
Selain itu juga subak abian Suka Maju Desa Landih, Kabupaten Bangli mengantongi sertifikat dari LeSOS Mojokerto, Jawa Timur yang menggarap lahan seluas 130,4 hektar melibatkan 90 petani dengan produksi mencapai 90 ton setiap tahunnya.
Demikian pula subak abian Wanagiri desa Sukasada, Kabupaten Buleleng yang menghimpun 128 petani, menggarap lahan seluas 145,5 hektar dengan produksi 140 ton itu meraih sertifikat dari Eropa.
Demikian pula subak abian Pegayaman, Desa Sukasada, Kabupaten Buleleng meraih sertfikat yang sama serta subak abian Eka Manik Merta Desa Sepang Kabupaten Buleleng meraih sertifikat dari LeSOS Mojokerto sejak 10 Agustus 2010.
Kelompok tani tersebut menghimpun 70 petani, menggarap lahan seluas 111 hektare dengan produksi setiap tahunnya 88 ton yang sebagian besar perdagangannya menembus pasaran ekspor.
"Dengan meraih sertifikat organik itu diharapkan mampu memperlancar pemasaran kopi Bali dalam menembus pasaran ekspor," harap Ketut Teneng.
Bali mengekspor matadagangan kopi sebanyak 11,6 ton ke pasaran mancanegara bernilai 126.584 dolar AS selama sebelas bulan periode Januari-November 2010, menurun 11,70 persen dibanding periode tahun sebelumnya mencapai 143.359 dolar AS.
Dari segi volume pengiriman matadagangan tersebut menurun 56,4 persen karena tahun sebelumnya mengapalkan 26,8 ton.
Menurunnya perolehan nilai ekspor maupun pengiriman matadagangan kopi erat kaitannya dengan persediaan matadagangan yang sangat dipengaruhi faktor iklim, disamping sifat tanaman itu mengalami panen raya setiap dua tahun sekali.
Bali hingga kini memiliki tanaman kopi seluas 30.029 hektare yang terdiri atas kopi arabika 8.197 hektare dan kopi robusta 23.832 hektare.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011