Singaraja (Antara Bali) - Pemerintah Kabupaten Buleleng, Bali, melalui Dinas Perkebunan dan Kehutanan setempat mengklaim komoditas cengkih menjadi salah satu tumpuan perekonomian masyarakat di berbagai wilayah di daerah itu.
"Sesuai data pada 2015 lalu, hasil penjualan komoditas cengkih di Buleleng mencapai sekitar Rp556,9 miliar lebih per tahun," kata Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Buleleng, Ketut Nerda, Minggu.
Ia mengatakan, produksi cengkih pada 2015 sekitar 4.907 ton, turun sebanyak 363,36 ton atau 6,89 persen dari produksi 2014 lalu mencapai sekitar 5.270 ton.
"Penjualan pada 2014 lalu tergolong sangat signifikan karena ketika itu dalam setahun petani menjual cengkih ke berbagai wilayah mencapai sekitar Rp764,2 miliar lebih," katanya.
Turunnya harga cengkih karena tanamannya mengalami panen raya dan hal ini ciri atau sifat umum dari komoditas perkebunan khususnya cengkih dan kopi yang mengalami panen raya dua tahun sekali.
"Sudah menjadi siklus di Buleleng seperti itu. Tujuh komoditas andalan kami selalu mengalami siklus panen raya. Kecuali satu yakni tembakau yang tidak terpengaruh siklus panen dua tahunan tersebut," katanya.
Dia mengungkapkan, secara umum meningkatnya produksi tujuh komoditas perkebunan pada 2014 dan 2015 lalu yang sangat signifikan tidak lepas dari upaya Kabupaten Buleleng membina serta penyuluhan secara intensif, rehabilitasi, intensifikasi dan pengendalian hama dan penyakit.
Khusus untuk pengendalian penyakit pada tanaman cengkih yang banyak terserang Jamur Akar Putih (JAP), pada 2012 lalu Pemda telah mengeluarkan dua kebijakan yang terkait dengan pengendalian JAP pada tanaman cengkeh, yaitu Surat Edaran Bupati Buleleng Nomor 4306 Tahun 2012 tentang Penghentian Pengambilan Daun Cengkih di sekitar tanaman pada 2 Nopember 2012.
Selain itu juga diterbitkan Peraturan Bupati Buleleng Nomor 61 Tahun 2012 tentang Penutupan Investasi di Bidang Usaha Industri Penyulingan Daun Cengkih tanggal 26 Desember 2012," demikian Nerda. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Sesuai data pada 2015 lalu, hasil penjualan komoditas cengkih di Buleleng mencapai sekitar Rp556,9 miliar lebih per tahun," kata Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan Buleleng, Ketut Nerda, Minggu.
Ia mengatakan, produksi cengkih pada 2015 sekitar 4.907 ton, turun sebanyak 363,36 ton atau 6,89 persen dari produksi 2014 lalu mencapai sekitar 5.270 ton.
"Penjualan pada 2014 lalu tergolong sangat signifikan karena ketika itu dalam setahun petani menjual cengkih ke berbagai wilayah mencapai sekitar Rp764,2 miliar lebih," katanya.
Turunnya harga cengkih karena tanamannya mengalami panen raya dan hal ini ciri atau sifat umum dari komoditas perkebunan khususnya cengkih dan kopi yang mengalami panen raya dua tahun sekali.
"Sudah menjadi siklus di Buleleng seperti itu. Tujuh komoditas andalan kami selalu mengalami siklus panen raya. Kecuali satu yakni tembakau yang tidak terpengaruh siklus panen dua tahunan tersebut," katanya.
Dia mengungkapkan, secara umum meningkatnya produksi tujuh komoditas perkebunan pada 2014 dan 2015 lalu yang sangat signifikan tidak lepas dari upaya Kabupaten Buleleng membina serta penyuluhan secara intensif, rehabilitasi, intensifikasi dan pengendalian hama dan penyakit.
Khusus untuk pengendalian penyakit pada tanaman cengkih yang banyak terserang Jamur Akar Putih (JAP), pada 2012 lalu Pemda telah mengeluarkan dua kebijakan yang terkait dengan pengendalian JAP pada tanaman cengkeh, yaitu Surat Edaran Bupati Buleleng Nomor 4306 Tahun 2012 tentang Penghentian Pengambilan Daun Cengkih di sekitar tanaman pada 2 Nopember 2012.
Selain itu juga diterbitkan Peraturan Bupati Buleleng Nomor 61 Tahun 2012 tentang Penutupan Investasi di Bidang Usaha Industri Penyulingan Daun Cengkih tanggal 26 Desember 2012," demikian Nerda. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016