Amlapura (Antara Bali) - Badan Koordinasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Provinsi Bali memberikan bantuan kepada pasangan I Ketut Subrata (26) dan istrinya Ni Wayan Astini (25) yang mengalami tuna netra.
"Kebetulan mereka kan sudah punya keahlian memijat yang sudah didapat di panti sosial, kami tinggal membantu fasilitas untuk mendukung keahliannya, sehingga keahlian itu pun bisa menjadi lapangan pekerjaan yang memberikan penghidupan bagi mereka sekeluarga," kata Ketua BK3S Provinsi Bali Ayu Pastika di sela-sela menyerahkan bantuan tersebut di Desa Tianyar Timur, Kabupaten Karangasem, Rabu.
Dalam kesempatan itu, istri orang nomor satu di Bali itu memberikan modal untuk pembuatan dua set tempat tidur khusus memijat beserta kelengkapannya, dan juga sekaligus modal untuk berjualan pulsa, serta sejumlah bahan pokok.
"Kondisi ini memberikan gambaran kepada kami untuk membuat program yang bisa membantu masyarakat yang mengalami hal serupa. BK3S sebagai mitra pemerintah akan berkoordinasi lebih lanjut dengan K3S kabupaten/kota untuk membahas ini," ujarnya.
Terkait bagaimana bentuknya, dan penanganannya, apakah diberikan bantuan per bulan, dan sebagainya, Ayu Pastika mengatakan akan memperhatikan hal tersebut.
"Ini sebagai bentuk dukungan kami kepada Pemprov Bali dalam upaya mempercepat pengentasan kemiskinan di Bali," ucapnya.
Kebutaan selain dialami oleh Subrata dan istrinya, juga menimpa buah hatinya yang berumur 10 hari. Ketidakberuntungan ini juga dialami tiga saudara Subrata masing-masing I Nyoman Sukarya (29) yang merupakan kakak kandungnya, serta dua saudara tirinya, Ni Ketut Murniati (31) dan Ni Made Merta (27).
"Kami berempat sudah buta sejak lahir termasuk istri saya juga buta, namun istri saya mengalami buta sejak sekolah SMA," rinci Subrata.
Ia pun menceritakan awal pertemuan dengan sang istri yang telah memberikannya seorang bayi mungil, bermula saat dirinya menjadi penghuni panti sosial Bina Netra Natwa Mahatnia di Kabupaten Tabanan beberapa tahun silam.
Di tempat itu, selain mendapat pelajaran cara memijat yang menjadi penghidupannya saat ini, Subrata berkenalan dengan Ni Wayan Astini hingga pada 2014 lalu, keduanya memutuskan untuk menikah.
"Saya lahir di Pulau Sumbawa ikut orang tua yang merantau ke sana, setelah besar baru ke Bali dan menetap di panti sosial selama beberapa waktu. Di panti itulah ketemu dengan istri," ujarnya.
Keputusannya untuk menikah dengan harapan memiliki anak normal agar ada yang bisa menuntun kehidupan mereka pun sirna. Ia pun hanya bisa pasrah akan kondisi tersebut, dan karena keterbatasan kondisi fisik, akhirnya Ibu Subrata pun memilih pulang untuk membantu mengasuh cucunya.
Kondisi kehidupan keluarga Subrata terbilang sangat jauh dari layak, beruntung dirinya mendapatkan bantuan bedah rumah dari paguyuban galian C dan dari ADD desa, sehingga bisa berdiri rumah untuk tempat berteduh.
"Rumah ini bantuan dari desa dan paguyuban, sebelumnya hanya sebuah gubuk saja," ujar Subrata sembari menyebutkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia dan istrinya menjalankan profesi sebagai tukang pijat. Itu pun penghasilannya tak menentu, karena tergantung orang yang mau dipijat.
Sebagai tambahan, ia memanfaatkan pelatihan menggunakan telepon genggam dengan panduan suara yang didapat di panti sosial untuk berjualan pulsa seluler dan pulsa listrik.
Namun dari kedua pekerjaan yang digelutinya itu, Subrata mengaku mengalami keterbatasan fasilitas pijat seperti ruangan tempat pijat, tempat tidur khusus pijat dan kelengkapannya, minyak massasge serta kekurangan modal berjualan.
"Saya bercita-cita pingin buka tempat massage khusus, bukan sekadar sambilan seperti saat ini. Tapi saya tekendala permodalan untuk membuat tempat dan kelengkapannya, termasuk modal untuk jualan pulsa juga sangat minim. Kalau bisa saya dibantu kredit lunak dari perbankan untuk modal untuk membangun usaha," kata Subrata.
Ia pun berkeluh kesah tentang terhambatnya pengurusan akta perkawinannya, karena belum memenuhi aturan yakni datang langsung ke Didukcapil. Aturan itu diharapkannya dapat dipermudah, mengingat identitas kependudukan yang sangat penting untuk segala urusan termasuk untuk menerima bantuan-bantuan fasilitas dari pemerintah. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Kebetulan mereka kan sudah punya keahlian memijat yang sudah didapat di panti sosial, kami tinggal membantu fasilitas untuk mendukung keahliannya, sehingga keahlian itu pun bisa menjadi lapangan pekerjaan yang memberikan penghidupan bagi mereka sekeluarga," kata Ketua BK3S Provinsi Bali Ayu Pastika di sela-sela menyerahkan bantuan tersebut di Desa Tianyar Timur, Kabupaten Karangasem, Rabu.
Dalam kesempatan itu, istri orang nomor satu di Bali itu memberikan modal untuk pembuatan dua set tempat tidur khusus memijat beserta kelengkapannya, dan juga sekaligus modal untuk berjualan pulsa, serta sejumlah bahan pokok.
"Kondisi ini memberikan gambaran kepada kami untuk membuat program yang bisa membantu masyarakat yang mengalami hal serupa. BK3S sebagai mitra pemerintah akan berkoordinasi lebih lanjut dengan K3S kabupaten/kota untuk membahas ini," ujarnya.
Terkait bagaimana bentuknya, dan penanganannya, apakah diberikan bantuan per bulan, dan sebagainya, Ayu Pastika mengatakan akan memperhatikan hal tersebut.
"Ini sebagai bentuk dukungan kami kepada Pemprov Bali dalam upaya mempercepat pengentasan kemiskinan di Bali," ucapnya.
Kebutaan selain dialami oleh Subrata dan istrinya, juga menimpa buah hatinya yang berumur 10 hari. Ketidakberuntungan ini juga dialami tiga saudara Subrata masing-masing I Nyoman Sukarya (29) yang merupakan kakak kandungnya, serta dua saudara tirinya, Ni Ketut Murniati (31) dan Ni Made Merta (27).
"Kami berempat sudah buta sejak lahir termasuk istri saya juga buta, namun istri saya mengalami buta sejak sekolah SMA," rinci Subrata.
Ia pun menceritakan awal pertemuan dengan sang istri yang telah memberikannya seorang bayi mungil, bermula saat dirinya menjadi penghuni panti sosial Bina Netra Natwa Mahatnia di Kabupaten Tabanan beberapa tahun silam.
Di tempat itu, selain mendapat pelajaran cara memijat yang menjadi penghidupannya saat ini, Subrata berkenalan dengan Ni Wayan Astini hingga pada 2014 lalu, keduanya memutuskan untuk menikah.
"Saya lahir di Pulau Sumbawa ikut orang tua yang merantau ke sana, setelah besar baru ke Bali dan menetap di panti sosial selama beberapa waktu. Di panti itulah ketemu dengan istri," ujarnya.
Keputusannya untuk menikah dengan harapan memiliki anak normal agar ada yang bisa menuntun kehidupan mereka pun sirna. Ia pun hanya bisa pasrah akan kondisi tersebut, dan karena keterbatasan kondisi fisik, akhirnya Ibu Subrata pun memilih pulang untuk membantu mengasuh cucunya.
Kondisi kehidupan keluarga Subrata terbilang sangat jauh dari layak, beruntung dirinya mendapatkan bantuan bedah rumah dari paguyuban galian C dan dari ADD desa, sehingga bisa berdiri rumah untuk tempat berteduh.
"Rumah ini bantuan dari desa dan paguyuban, sebelumnya hanya sebuah gubuk saja," ujar Subrata sembari menyebutkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia dan istrinya menjalankan profesi sebagai tukang pijat. Itu pun penghasilannya tak menentu, karena tergantung orang yang mau dipijat.
Sebagai tambahan, ia memanfaatkan pelatihan menggunakan telepon genggam dengan panduan suara yang didapat di panti sosial untuk berjualan pulsa seluler dan pulsa listrik.
Namun dari kedua pekerjaan yang digelutinya itu, Subrata mengaku mengalami keterbatasan fasilitas pijat seperti ruangan tempat pijat, tempat tidur khusus pijat dan kelengkapannya, minyak massasge serta kekurangan modal berjualan.
"Saya bercita-cita pingin buka tempat massage khusus, bukan sekadar sambilan seperti saat ini. Tapi saya tekendala permodalan untuk membuat tempat dan kelengkapannya, termasuk modal untuk jualan pulsa juga sangat minim. Kalau bisa saya dibantu kredit lunak dari perbankan untuk modal untuk membangun usaha," kata Subrata.
Ia pun berkeluh kesah tentang terhambatnya pengurusan akta perkawinannya, karena belum memenuhi aturan yakni datang langsung ke Didukcapil. Aturan itu diharapkannya dapat dipermudah, mengingat identitas kependudukan yang sangat penting untuk segala urusan termasuk untuk menerima bantuan-bantuan fasilitas dari pemerintah. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016