Denpasar (Antara Bali) - Wakil Rektor Universitas Nasional Jakarta Prof Dr. Ernawati Sinaga, MS., Apt mengatakan, pengunaan obat-obatan herbal di Indonesia dan berbagai negara lainnya selama sepuluh tahun terakhir cukup memasyarakat, terutama obat-obatan tradisional yang sudah terdaftar dan memiliki standarisasi.
"Obat-obatan herbal yang mulai digunakan masyarakat di di Kawasan Asia Pasifik umumnya yang telah diolah menjadi jamu dan dimanfaatkan oleh klinik-klinik herbal," kata Prof Dr. Ernawati Sinaga di Sanur, Bali, Minggu.
Prof Ernawati yang juga ketua pusat penelitian Universitas Nasional Jakarta mengatakan hal itu ketika tampil sebagai pembicara pada Seminar Internasional berkaitan Pertemuan Internasional membahas berbagai perkembangan dan hambatan penerapan teknologi organik dalam menerapkan Efektive Microorganisme 4 (EM4) melibatkan sekitar 100 peserta utusan 17 negara dari 25 negara anggota di Kawasan Asia Pasifik.
Dalam makalah berjudul "Pengunaan Tanaman Obat yang berkelanjutan untuk kesehatan nasional" Ia mengatakan, pengunaan obat-obat tradional itu terbagi antara lain obat herbal untuk suplemen.
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) penggunaan obat-obat tradisional di berbagai negara di belahan dunia mulai membaik, hingga kini 80 persen masyarakat menggunakan obat herbal.
Masalahnya pengbunaan obat herbal yang mulai meningkat di kalangan masyarakat belum diimbangi dengan alokasi dana dari pemerintah untuk melakukan penelitian berkaitan dengan obat hebal dan pangan tersebut.
Selain itu belum diimbangi dengan kesadaran dan upaya menanam berbagai jenis tanaman obat herbal yang selama ini masih menggantungkan produk dari dalam kawasan hutan.
"Padahal tanaman obat dalam kawasan hutan setiap tahun jumlahnya terus berkurang akibat kerusakan hutan, kebakaran hutan dan berbagai masalah lainnya," ujar Prof Ernawati.
Oleh sebab itu penanaman berbagai jenis tanaman obat-obatan mempunyai peran yang sangat penting dalam mengimbangi mulai membaiknya kesadaran masyarakat menggunakan obat-obatan tradisional.
Prof Dr. Ernawati sangat mendorong pemerintah untuk meningkatkan aktivitas penelitian yang menyangkut semua aspek bidang pangan dan obat-obatan dengan sasaran mengalokasikan dana 20 persen dari APBN.
Sasaran 20 persen itu hingga kini masih sangat jauh, karena alokasi dana untuk penelitian masih sangat kecil.
Ia mencontohkan, kegiatan berbagai penelitian di Universitas Nasional Jakarta dalam setiap tahunnya mencapai belasan miliar rupiah, namun yang asli dari dalam negeri hanya Rp1 miliar sisanya bersumber dari kucuran dana luar negeri.
Oleh sebab itu di masa mendatang kucuran dana untuk kegiatan penelitian yang menyangkut pangan dan obat-obatan sangat diperlukan, ujar Prof Ernawati. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Obat-obatan herbal yang mulai digunakan masyarakat di di Kawasan Asia Pasifik umumnya yang telah diolah menjadi jamu dan dimanfaatkan oleh klinik-klinik herbal," kata Prof Dr. Ernawati Sinaga di Sanur, Bali, Minggu.
Prof Ernawati yang juga ketua pusat penelitian Universitas Nasional Jakarta mengatakan hal itu ketika tampil sebagai pembicara pada Seminar Internasional berkaitan Pertemuan Internasional membahas berbagai perkembangan dan hambatan penerapan teknologi organik dalam menerapkan Efektive Microorganisme 4 (EM4) melibatkan sekitar 100 peserta utusan 17 negara dari 25 negara anggota di Kawasan Asia Pasifik.
Dalam makalah berjudul "Pengunaan Tanaman Obat yang berkelanjutan untuk kesehatan nasional" Ia mengatakan, pengunaan obat-obat tradional itu terbagi antara lain obat herbal untuk suplemen.
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) penggunaan obat-obat tradisional di berbagai negara di belahan dunia mulai membaik, hingga kini 80 persen masyarakat menggunakan obat herbal.
Masalahnya pengbunaan obat herbal yang mulai meningkat di kalangan masyarakat belum diimbangi dengan alokasi dana dari pemerintah untuk melakukan penelitian berkaitan dengan obat hebal dan pangan tersebut.
Selain itu belum diimbangi dengan kesadaran dan upaya menanam berbagai jenis tanaman obat herbal yang selama ini masih menggantungkan produk dari dalam kawasan hutan.
"Padahal tanaman obat dalam kawasan hutan setiap tahun jumlahnya terus berkurang akibat kerusakan hutan, kebakaran hutan dan berbagai masalah lainnya," ujar Prof Ernawati.
Oleh sebab itu penanaman berbagai jenis tanaman obat-obatan mempunyai peran yang sangat penting dalam mengimbangi mulai membaiknya kesadaran masyarakat menggunakan obat-obatan tradisional.
Prof Dr. Ernawati sangat mendorong pemerintah untuk meningkatkan aktivitas penelitian yang menyangkut semua aspek bidang pangan dan obat-obatan dengan sasaran mengalokasikan dana 20 persen dari APBN.
Sasaran 20 persen itu hingga kini masih sangat jauh, karena alokasi dana untuk penelitian masih sangat kecil.
Ia mencontohkan, kegiatan berbagai penelitian di Universitas Nasional Jakarta dalam setiap tahunnya mencapai belasan miliar rupiah, namun yang asli dari dalam negeri hanya Rp1 miliar sisanya bersumber dari kucuran dana luar negeri.
Oleh sebab itu di masa mendatang kucuran dana untuk kegiatan penelitian yang menyangkut pangan dan obat-obatan sangat diperlukan, ujar Prof Ernawati. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016