Denpasar (Antara Bali) - Petani Bali mengharapkan pemerintah melalui Badan Logistik (Bulog) kembali ditugaskan untuk membeli gabah produksi rakyat kecil ini dengan harga yang standar sehingga mampu mengangkat kesejahteraannya.
"Tidak seperti sekarang setiap menjelang musim panen raya padi di sawah, harga gabah selalu merosot dan kondisi itu dirasakan petani hingga tiga bulan setelah panen," kata Made Dunia, seorang petani di Kabupaten Gianyar, Bali, Selasa.
Petani selama ini selalu ketergantungan kepada pedagang dan akibat kelemahan yang dimiliki masyarakat cilik ini, maka petani tidak bisa berkutik sehingga gabah dijual dengan harga sesuai kehendak pembeli.
Musim panen kali ini, kata Made Dunia rupanya tidak menguntungkan bagi kaum petani cilik, padahal hasilnya masih terbilang bagus, tidak diserang hama, namun yang mengakibatkan petani tidak untung akibat harga gabah kering panen melorot.
Ia bersama rekannya Wayan Sadu yang asal daerah wisata Ubud itu menuturkan, bahwa sekitar Januari 2016 sebelum padi menguning harga gabah kering panen bisa mencapai Rp4.500 - Rp5.000 per kg
Tetapi petani begitu mulai menebas tanaman padi di sawah, pedagang mulai mencari akal untuk bisa membeli dengan harga murah. Maka berbagai jenis alasan, tidak ada tenaga penebas, hujan atau tidak punya uang untuk membelinya.
Pedagang dengan berbagai dalih itu kemudian menurunkan pembeliannya sehingga terhenti pada tingkat harga Rp4.000 per kg gabah kering panen. Berapa pun semangat petani untuk berproduksi tetap saja hasilnya rendah, tutur Made Dunia.
Ia menyebutkan, biasanya petani menjual gabah dalam kondisi kering panen di sawah. Hal itu dilakukan petani lantaran membutuhkan biaya segera untuk rumah tangga dan melanjutkan pertanian maupun biaya pendidikan anaknya.
"Kalau gabah dalam kondisi basah di tengah sawah, harganya hanya Rp 4.000 per kilogram. dengan kualitas terbaik," sebutnya. Padahal, jika dalam kondisi normal, harga gabah basah itu seharga Rp 4.700- Rp5.000 per kilogram.
Kendati hal ini diakibatkan hukum pasar, namun Made Dunia dan Sadu berharap, harganya tidak terlalu rendah hingga tidak menguntungkan bagi kaum petani cilik dan menengah, oleh sebab itu pemerintah hendaknya turun tangan.
"Dulu Bulog turun tangan saat petani penen sebagai upaya mengangkat harga di tingkat petani dengan memanfaatkan koperasi unit desa (KUD), dan cara itu pedagang tidak mampu mempermainkan harga," kata mereka.
Badan Pusat Statistik (BPS) Bali melaporkan harga gabah di tingkat petani di Bali mengalami kemerosotan pada saat petani panen, seperti Januari lalu mencapai Rp4.818 per kg kemudian turun menjadi Rp 4.401 per kg dan Mei turun lagi menjadi Rp4,213 per kg. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Tidak seperti sekarang setiap menjelang musim panen raya padi di sawah, harga gabah selalu merosot dan kondisi itu dirasakan petani hingga tiga bulan setelah panen," kata Made Dunia, seorang petani di Kabupaten Gianyar, Bali, Selasa.
Petani selama ini selalu ketergantungan kepada pedagang dan akibat kelemahan yang dimiliki masyarakat cilik ini, maka petani tidak bisa berkutik sehingga gabah dijual dengan harga sesuai kehendak pembeli.
Musim panen kali ini, kata Made Dunia rupanya tidak menguntungkan bagi kaum petani cilik, padahal hasilnya masih terbilang bagus, tidak diserang hama, namun yang mengakibatkan petani tidak untung akibat harga gabah kering panen melorot.
Ia bersama rekannya Wayan Sadu yang asal daerah wisata Ubud itu menuturkan, bahwa sekitar Januari 2016 sebelum padi menguning harga gabah kering panen bisa mencapai Rp4.500 - Rp5.000 per kg
Tetapi petani begitu mulai menebas tanaman padi di sawah, pedagang mulai mencari akal untuk bisa membeli dengan harga murah. Maka berbagai jenis alasan, tidak ada tenaga penebas, hujan atau tidak punya uang untuk membelinya.
Pedagang dengan berbagai dalih itu kemudian menurunkan pembeliannya sehingga terhenti pada tingkat harga Rp4.000 per kg gabah kering panen. Berapa pun semangat petani untuk berproduksi tetap saja hasilnya rendah, tutur Made Dunia.
Ia menyebutkan, biasanya petani menjual gabah dalam kondisi kering panen di sawah. Hal itu dilakukan petani lantaran membutuhkan biaya segera untuk rumah tangga dan melanjutkan pertanian maupun biaya pendidikan anaknya.
"Kalau gabah dalam kondisi basah di tengah sawah, harganya hanya Rp 4.000 per kilogram. dengan kualitas terbaik," sebutnya. Padahal, jika dalam kondisi normal, harga gabah basah itu seharga Rp 4.700- Rp5.000 per kilogram.
Kendati hal ini diakibatkan hukum pasar, namun Made Dunia dan Sadu berharap, harganya tidak terlalu rendah hingga tidak menguntungkan bagi kaum petani cilik dan menengah, oleh sebab itu pemerintah hendaknya turun tangan.
"Dulu Bulog turun tangan saat petani penen sebagai upaya mengangkat harga di tingkat petani dengan memanfaatkan koperasi unit desa (KUD), dan cara itu pedagang tidak mampu mempermainkan harga," kata mereka.
Badan Pusat Statistik (BPS) Bali melaporkan harga gabah di tingkat petani di Bali mengalami kemerosotan pada saat petani panen, seperti Januari lalu mencapai Rp4.818 per kg kemudian turun menjadi Rp 4.401 per kg dan Mei turun lagi menjadi Rp4,213 per kg. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016