Mangupura (Antara Bali) - Pemerintah Kabupaten Badung, Bali bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat masih menunggu Undang-Undang terkait larangan peredaran minuman beralkohol dimasing-masing daerah.
Wakil Ketua DPRD Badung, Bali, Nyoman Karyana di Mangupura, Selasa, mengatakan hal ini karena masih dibahas di DPR-RI terkait larangan peredaran minuman beralkohol itu yang sedang digodog bersama pemerintah pusat.
"Sebenarnya Pemkab Badung sudah memiliki Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 tentang minuman beralkohol. Namun, Perda ini masih dalam pembahasan DPR-RI," ujarnya.
Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten Badung khususnya sudah mengajukan ke pemerintah pusat agar diberikan kekhususan untuk peredaran minuman beralkohol disejumlah tempat hiburan dan destinasi wisata.
Namun, hingga saat ini, Pemerintah dan DPRD Badung masih menunggu Undang-Undang tersebut ditetapkan dan dibahas kembali dimasing-masing daerah. "Oleh sebab itu, kami masih tetap menggunakan Perda ini untuk peredaran minuman beralkol," ujarnya.
Ia mengharapkan, Bali diberikan peraturan khusus terkait peredaran minuman beralkohol disejumlah destinasi wisata di Kabupaten Badung agar tidak berdampak langsung terhadap pariwisata di wilayah setempat.
Karyana menyampaikan ada dua hal yang menjadi perhatian khusus dalam pembahasan panitia khusus DPRD Badung terkait peredaran mikol yakni untuk peredaran dan penjualan minuman itu hanya boleh di tempat pariwisata.
"Ini dilakukan agar peredaran minuman beralkohol itu tepat sasaran, karena minuman beralkohol ini memang banyak dibutuhkan wisatawan yang datang ke daerah ini," ujarnya.
Selanjutnya, untuk peredaran minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional Bali, seperti arak, tuak dan berem yang masih sangat dibutuhkan dalam kegiatan upacara ritual keagamaan.
"Inilah yang akan kami atur agar tidak disalahgunakan, seperti membentuk lembaga adat yang merekomendasi agar peredaran minuman beralkohol itu dapat digunakan untuk kegiatan ritual," katanya.
Namun, peredaran minuman beralkohol tersebut tetap diatur sesuai dengan kepentingan pariwisata. "Jadi tidak semata-mata dibebaskan minuman beralkohol ini beredar, namun ada ketentuan bahwa hanya diperbolehkan di objek wisata saja dan pedagang mana saja yang boleh menjual," ujarnya.
Sedangkan, untuk peredaran minuman beralkohol yang diolah secara tradisional juga perlu diatur, agar tidak disalahgunakan. "Hal ini dikarenakan, minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional ini masih diperlukan untuk sarana ritual keagaamaan umat Hindu," katanya.
Ia menambahkan, terkait upaya mengangkat harga minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional agar mampu bersaing dengan minuman modern, hendaknya dikemas menarik dan didaftarkan ke BPOM untuk dapat dijual belikan ditempat hiburan malam untuk dikonsumsi wisatawan.
"Undang-Undang ini yang kami masih kita susun dengan instansi terkait agar memperbolehkan menjual minuman tersebut ke tempat hiburan malam," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Wakil Ketua DPRD Badung, Bali, Nyoman Karyana di Mangupura, Selasa, mengatakan hal ini karena masih dibahas di DPR-RI terkait larangan peredaran minuman beralkohol itu yang sedang digodog bersama pemerintah pusat.
"Sebenarnya Pemkab Badung sudah memiliki Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 tentang minuman beralkohol. Namun, Perda ini masih dalam pembahasan DPR-RI," ujarnya.
Ia mengatakan, Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten Badung khususnya sudah mengajukan ke pemerintah pusat agar diberikan kekhususan untuk peredaran minuman beralkohol disejumlah tempat hiburan dan destinasi wisata.
Namun, hingga saat ini, Pemerintah dan DPRD Badung masih menunggu Undang-Undang tersebut ditetapkan dan dibahas kembali dimasing-masing daerah. "Oleh sebab itu, kami masih tetap menggunakan Perda ini untuk peredaran minuman beralkol," ujarnya.
Ia mengharapkan, Bali diberikan peraturan khusus terkait peredaran minuman beralkohol disejumlah destinasi wisata di Kabupaten Badung agar tidak berdampak langsung terhadap pariwisata di wilayah setempat.
Karyana menyampaikan ada dua hal yang menjadi perhatian khusus dalam pembahasan panitia khusus DPRD Badung terkait peredaran mikol yakni untuk peredaran dan penjualan minuman itu hanya boleh di tempat pariwisata.
"Ini dilakukan agar peredaran minuman beralkohol itu tepat sasaran, karena minuman beralkohol ini memang banyak dibutuhkan wisatawan yang datang ke daerah ini," ujarnya.
Selanjutnya, untuk peredaran minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional Bali, seperti arak, tuak dan berem yang masih sangat dibutuhkan dalam kegiatan upacara ritual keagamaan.
"Inilah yang akan kami atur agar tidak disalahgunakan, seperti membentuk lembaga adat yang merekomendasi agar peredaran minuman beralkohol itu dapat digunakan untuk kegiatan ritual," katanya.
Namun, peredaran minuman beralkohol tersebut tetap diatur sesuai dengan kepentingan pariwisata. "Jadi tidak semata-mata dibebaskan minuman beralkohol ini beredar, namun ada ketentuan bahwa hanya diperbolehkan di objek wisata saja dan pedagang mana saja yang boleh menjual," ujarnya.
Sedangkan, untuk peredaran minuman beralkohol yang diolah secara tradisional juga perlu diatur, agar tidak disalahgunakan. "Hal ini dikarenakan, minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional ini masih diperlukan untuk sarana ritual keagaamaan umat Hindu," katanya.
Ia menambahkan, terkait upaya mengangkat harga minuman beralkohol yang dibuat secara tradisional agar mampu bersaing dengan minuman modern, hendaknya dikemas menarik dan didaftarkan ke BPOM untuk dapat dijual belikan ditempat hiburan malam untuk dikonsumsi wisatawan.
"Undang-Undang ini yang kami masih kita susun dengan instansi terkait agar memperbolehkan menjual minuman tersebut ke tempat hiburan malam," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016