Jakarta (Antara Bali) - Bank Dunia (World Bank) menurunkan proyeksi
pertumbuhan ekonomi global menjadi 2,4 persen dari perkiraan pada
Januari sebesar 2,9 persen akibat melambatnya pertumbuhan di negara
maju.
Pertumbuhan yang lambat ini menegaskan kembali betapa pentingnya bagi negara untuk menerapkan kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki kesejahteraan warga yang hidup dalam kemiskinan, kata Presiden Kelompok Bank Dunia Jim Yong Kim melalui keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu.
Selain melambatnya ekonomi di negara maju, kata Jim, turunnya proyeksi pertumbuhan global juga dipengaruhi oleh harga komoditas yang tetap rendah, lemahnya perdagangan global, dan arus modal yang berkurang.
Menurut laporan terbaru Global Economic Prospects, negara berkembang dan negara pengekspor komoditas berupaya untuk beradaptasi terhadap jatuhnya harga minyak dan komoditas utama lain.
Pertumbuhan di negara berkembang dan pengekspor komoditas tahun ini diproyeksikan 0,4 persen, jauh lebih rendah daripada proyeksi pada bulan Januari sebesar 1,2 persen.
Menurut Jim, negara berkembang yang mengimpor komoditas lebih memiliki ketahanan (surveillance) daripada negara pengekspor meski keuntungan dari turunnya harga energi dan komoditas lain belum terlalu terasa.
Pertumbuhannya diproyeksikan sebesar 5,8 persen pada tahun 2016, berkurang sedikit dari angka 5,9 persen pada tahun 2015 seiring dengan rendahnya harga energi dan mulai pulihnya ekonomi negara-negara maju yang telah mendukung kegiatan ekonomi.
Di antara negara-negara berkembang yang besar, pertumbuhan China diperkirakan 6,7 persen pada tahun 2016 setelah tahun lalu berada di angka 6,9 persen.
Ekspansi ekonomi India yang besar diperkirakan akan stabil di angka 7,6 persen, sedangkan Brasil dan Rusia diproyeksikan berada pada resesi yang lebih dalam dibanding prakiraan pada bulan Januari.
Afrika Selatan diperkirakan tumbuh sekitar 0,6 persen pada tahun 2016 atau 0,8 persen lebih lambat dibanding proyeksi pada bulan Januari.
"Seiring dengan upaya negara-negara untuk mengatasi tantangan, negara-negara di Asia Timur dan Tenggara tumbuh solid, seperti halnya negara-negara berkembang pengimpor komoditas di seluruh dunia," kata Ekonom Utama dan Wakil Presiden Senior Bank Dunia Kaushik Basu.
Bank Dunia menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Asia Timur dan Pasifik diproyeksikan tidak mengalami revisi dan melambat pada angka 6,3 persen pada tahun 2016 dengan ekspansi China yang diperkirakan menurun ke angka 6,7 persen sebagaimana proyeksi pada bulan Januari.
Di luar Tiongkok, pertumbuhan kawasan ini diproyeksikan tumbuh sebesar 4,8 persen pada tahun 2016 atau tidak berubah sejak 2015.
Pertumbuhan di kawasan ini juga diperkirakan ditopang oleh naiknya sejumlah investasi di beberapa negara besar, seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand, serta konsumsi tinggi yang didukung oleh rendahnya harga komoditas untuk negara, seperti Thailand, Filipina, dan Vietnam. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
Pertumbuhan yang lambat ini menegaskan kembali betapa pentingnya bagi negara untuk menerapkan kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki kesejahteraan warga yang hidup dalam kemiskinan, kata Presiden Kelompok Bank Dunia Jim Yong Kim melalui keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu.
Selain melambatnya ekonomi di negara maju, kata Jim, turunnya proyeksi pertumbuhan global juga dipengaruhi oleh harga komoditas yang tetap rendah, lemahnya perdagangan global, dan arus modal yang berkurang.
Menurut laporan terbaru Global Economic Prospects, negara berkembang dan negara pengekspor komoditas berupaya untuk beradaptasi terhadap jatuhnya harga minyak dan komoditas utama lain.
Pertumbuhan di negara berkembang dan pengekspor komoditas tahun ini diproyeksikan 0,4 persen, jauh lebih rendah daripada proyeksi pada bulan Januari sebesar 1,2 persen.
Menurut Jim, negara berkembang yang mengimpor komoditas lebih memiliki ketahanan (surveillance) daripada negara pengekspor meski keuntungan dari turunnya harga energi dan komoditas lain belum terlalu terasa.
Pertumbuhannya diproyeksikan sebesar 5,8 persen pada tahun 2016, berkurang sedikit dari angka 5,9 persen pada tahun 2015 seiring dengan rendahnya harga energi dan mulai pulihnya ekonomi negara-negara maju yang telah mendukung kegiatan ekonomi.
Di antara negara-negara berkembang yang besar, pertumbuhan China diperkirakan 6,7 persen pada tahun 2016 setelah tahun lalu berada di angka 6,9 persen.
Ekspansi ekonomi India yang besar diperkirakan akan stabil di angka 7,6 persen, sedangkan Brasil dan Rusia diproyeksikan berada pada resesi yang lebih dalam dibanding prakiraan pada bulan Januari.
Afrika Selatan diperkirakan tumbuh sekitar 0,6 persen pada tahun 2016 atau 0,8 persen lebih lambat dibanding proyeksi pada bulan Januari.
"Seiring dengan upaya negara-negara untuk mengatasi tantangan, negara-negara di Asia Timur dan Tenggara tumbuh solid, seperti halnya negara-negara berkembang pengimpor komoditas di seluruh dunia," kata Ekonom Utama dan Wakil Presiden Senior Bank Dunia Kaushik Basu.
Bank Dunia menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi di Asia Timur dan Pasifik diproyeksikan tidak mengalami revisi dan melambat pada angka 6,3 persen pada tahun 2016 dengan ekspansi China yang diperkirakan menurun ke angka 6,7 persen sebagaimana proyeksi pada bulan Januari.
Di luar Tiongkok, pertumbuhan kawasan ini diproyeksikan tumbuh sebesar 4,8 persen pada tahun 2016 atau tidak berubah sejak 2015.
Pertumbuhan di kawasan ini juga diperkirakan ditopang oleh naiknya sejumlah investasi di beberapa negara besar, seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand, serta konsumsi tinggi yang didukung oleh rendahnya harga komoditas untuk negara, seperti Thailand, Filipina, dan Vietnam. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016