Denpasar (Antara Bali) - Pengamat seni dan budaya Dr Kadek Suartaya, SSKar, M.Si menilai, pementasan Sendratari Mahabharata di arena Pesta Kesenian Bali (PKB) secara berkesinambungan selama 30 tahun terakhir menyangkut dua perubahan yakni jumlah penari dan watak gerak-gerakannya.
"Perubahan pada koreografinya jika dilihat dari jumlah penari pada Sendratari Mahabharata yang simbolik lebih mengedepankan koreografi tunggal dan duet," kata Dr Kadek Suartaya yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, sedangkan ketika berdinamika ke arah sendratari verbal, sajian tari kelompok besar sering ditonjolkan. Dilihat dari perubahan watak koreoggrafinya, penampilan yang serius berdinamika menjadi koreografi yang lucu.
Perubahan tersebut mulai terjadi sejak garapan Sendratari Mahabharata PKN tahun 1990-an.
Demikian pula peruahan musik iringan, baik vokal maupun instrumental yang digunakan dalam Sendratari Mahabharata terkait erat dengan adanya perubahan tema dan susunan gerak tari yang ditampilkan sebagai respon terhadap perubahan tema sentral aktivitas seni tahunan di Pulau Dewata.
Kadek Suartaya menambahkan, pada awalnya Sendratari Mahabharata PKB hanya menggunakan gamelan gong kebyar, kemudian ada penambahan satu set gamelan Semarpagulingan mulai tahun 1983.
Kemudian tahun 1988, Sendratari Mahabharata PKB garapan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar pernah menggunakan tiga set gamelan sekaligus yakni gong kebyar, gamelan Semarpagulingan dan gong gede.
Perubahan narasi dalam Sendratari Mahabharata terkait erat dengan adanya perubahan tema dan tatanan gerak-gerakan yang digunakan penari, diiringi gamelan musik dalam menyajikan sebuah lakon.
Perubahan tersebut berkembang menjadi narasi verbal yang muncul pada sendratari pra-PKB dan semakin dominan dalam kolosal PKB, termasuk pada Sendratari Mahabharata.
Sebaliknya dalam garapan Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan PKB, peran dalang berdinamika dari yang sebelumnya sebagai unsur tambahan menjadi dominan, bahkan utama dari yang musikal sebagai "sendon" atau tandak menjadi antawacana verbal, tutur Kadek Suartaya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Perubahan pada koreografinya jika dilihat dari jumlah penari pada Sendratari Mahabharata yang simbolik lebih mengedepankan koreografi tunggal dan duet," kata Dr Kadek Suartaya yang juga dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, sedangkan ketika berdinamika ke arah sendratari verbal, sajian tari kelompok besar sering ditonjolkan. Dilihat dari perubahan watak koreoggrafinya, penampilan yang serius berdinamika menjadi koreografi yang lucu.
Perubahan tersebut mulai terjadi sejak garapan Sendratari Mahabharata PKN tahun 1990-an.
Demikian pula peruahan musik iringan, baik vokal maupun instrumental yang digunakan dalam Sendratari Mahabharata terkait erat dengan adanya perubahan tema dan susunan gerak tari yang ditampilkan sebagai respon terhadap perubahan tema sentral aktivitas seni tahunan di Pulau Dewata.
Kadek Suartaya menambahkan, pada awalnya Sendratari Mahabharata PKB hanya menggunakan gamelan gong kebyar, kemudian ada penambahan satu set gamelan Semarpagulingan mulai tahun 1983.
Kemudian tahun 1988, Sendratari Mahabharata PKB garapan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar pernah menggunakan tiga set gamelan sekaligus yakni gong kebyar, gamelan Semarpagulingan dan gong gede.
Perubahan narasi dalam Sendratari Mahabharata terkait erat dengan adanya perubahan tema dan tatanan gerak-gerakan yang digunakan penari, diiringi gamelan musik dalam menyajikan sebuah lakon.
Perubahan tersebut berkembang menjadi narasi verbal yang muncul pada sendratari pra-PKB dan semakin dominan dalam kolosal PKB, termasuk pada Sendratari Mahabharata.
Sebaliknya dalam garapan Sendratari Mahabharata di tengah perjalanan PKB, peran dalang berdinamika dari yang sebelumnya sebagai unsur tambahan menjadi dominan, bahkan utama dari yang musikal sebagai "sendon" atau tandak menjadi antawacana verbal, tutur Kadek Suartaya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016