Denpasar (Antara Bali) - Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta mengusulkan adanya revisi UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah karena substansinya dinilai tidak adil.

"Dalam UU tersebut diatur daerah yang mendapatkan dana perimbangan melalui dana bagi hasil dikhususkan bagi daerah penghasil pajak dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi," kata Sudikerta saat menerima kunjungan Komisi XI DPR-RI, di Denpasar, Rabu.

Tetapi masalahnya, ucap dia, Bali hanya punya SDM. "Penghasilan kita dari pariwisata saja, padahal setiap tahun kita menyetor devisa cukup tinggi ke pusat, namun alokasi dana dari pusat untuk Bali sangat kecil," ujarnya.

Sebagai penghasil devisa, setiap tahunnya Bali menyumbang sekitar Rp47 triliun ke kas negara, namun timbal baliknya Bali hanya mendapatkan dana perimbangan sebesar Rp1 triliun. "Angka itu sangat kecil, 10 persen saja tidak sampai," ucapnya.

Masih masalah dana perimbangan, jika Bali bisa mendapatkan 10 persen dari besar devisa yang disetor, Sudikerta optimistis dana dari pusat yang didapat bisa mendongkrak APBD Bali yang saat ini sebesar 5 triliun.

"Bayangkan dengan tambahan Rp4 triliun lebih, akan banyak program pro rakyat yang bisa kita tuntaskan, pun dengan infrastruktur yang akan semakin banyak dibangun," ujarnya.

Sudikerta menyatakan kesiapannya untuk ikut membahas revisi UU dimaksud di tingkat pusat. "Bali yang mengandalkan sektor pariwisata memerlukan berbagai sarana dan prasarana penunjang . Jika revisi UU dana perimbangan ini berhasil, maka kami bisa membangun prasarana untuk mendukung pariwisata Bali," katanya.

Selain masalah dana perimbangan, dalam kesempatan itu juga diusulkan tentang penambahan penghasilan yang bersumber dari wisatawan mancanegara itu sendiri, seperti kebanyakan negara di dunia telah mengenal istilah "Donation For Heritage Culture and Environment" yang dipungut langsung di bandara ketika wisatawan tiba.

"Dana itu biasanya digunakan untuk menata kawasan pariwisata di negara tersebut. Sementara kita tidak memiliki regulasi untuk menjalankan program tersebut. Maka dari itu saya mohon komisi XI bisa memfasilitasi agar terbitnya regulasi tersebut dan menambah PAD kami dalam menata kawasan wisata," ucapnya.

Menurutnya selama ini wisman yang berkunjung ke Bali juga telah ikut membawa dampak untuk lingkungan, seperti bertambahnya sampah dan berkurangnya debit air tanah. Jika regulasi tersebut bisa dijalankan, diharapakan pemprov tidak lagi mengalokasikan dana APBD untuk menata kawasan wisata.

Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR Soepriyatno yang menampung masukan Wagub Bali dan tidak menampik bahwa selama ini memang sudah banyak kepala daerah yang menginginkan revisi UU NO 33 tahun 2004 tersebut.

Dari sekian banyak usulan masuk, pihak komisi XI yang membidangi masalah keuangan dan perbankan, berencana akan membahas masalah itu dengan memanggil serta Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas.

Dia juga mengharapkan dana bagi hasil tersebut bisa dinikmati secara merata tidak hanya oleh pemerintah provinsi, namun pemerintah kabupaten dan kota juga.

Dalam kesempatan itu, Soepriyatno juga menjelaskan, tujuan kunjungan DPR RI dalam masa reses ini adalah untuk menyerap aspirasi daerah untuk dibahas di tingkat pusat. Dia juga mengapresiasi tingkat pertumbuhan ekonomi Bali yang masih di atas rata-rata nasional yaitu sebesar 6,02 persen.

Begitu juga dengan laju inflasi yang masih menjadi paling rendah tingkat nasional sebesar 2,75 persen. Meskipun angka kemiskinan di Bali meningkat, namun masyarakat tidak begitu terkena dampaknya. Dia mengharapkan Pemprov Bali agar segera mencari solusi atas peningkatan angka kemiskinan tersebut sebelum berimbas ke sektor lainnya. (WDY)

Pewarta: Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016