Jakarta (Antara Bali) - Komisi Pemberantasan Korupsi mencatat laporan
dana kampanye Pilkada 2015 kurang transparan dan akuntabel, salah
satunya karena penggunaan tidak jelas.
"Akuntan publik yang mengauditnya juga menurut kami mengalami kesulitan-kesulitan karena asal-asul tidak jelas dan kurang kooperatif," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif usai rapat koordinasi evaluasi Pilkada 2015 di Gedung KPU, Jakarta, Senin.
Berdasarkan kajian yang dilakukan KPK, kata dia, Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye tidak mencakup informasi yang diwajibkan dalam Peraturan KPU Nomor 8 tahun 2015.
"Laporan dana kampanye itu dibuat untuk memenuhi syarat administratif saja," tutur dia.
KPK juga menemukan politik uang tetap terjadi pada Pilkada 2015 dan KPU susah menindak secara keseluruhan. KPU juga dinilai kurang memverifikasi penyumbang yang tidak terlapor.
Kurangnya verifikasi dan lemahnya implementasi aturan dana kampanye, ujar Laode, perlu diperbaiki.
KPU daerah, kata dia, juga perlu dijaga independensinya agar tidak dijadikan alat oleh calon kepala daerah petahana.
"Makanya, transparansi dan akuntabilitasnya harus ditingkatkan ke depan. Sanksinya tergantung KPU," ujar Laode.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan sanksi diatur dalam undang-undang.
"Jadi, kalau UU misalnya pidananya harus ada di UU. Kalau KPU membuatnya, itu pun merupakan penjabaran dari norma yang ada di UU," tutur dia.
Ia mengakui UU yang ada kini belum mengatur semua terkait kegiatan pilkada yang menimbulkan biaya dan hal tersebut akan menjadi perhatian KPU.
Sedangkan mengenai identitas penyumbang kampanye, ia berpendapat hal tersebut juga memerlukan penelusuran.
KPU berjanji akan meneruskan masukan KPK tersebut ke pemerintah dan DPR khususnya terkait adanya rencana revisi UU Pilkada.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Akuntan publik yang mengauditnya juga menurut kami mengalami kesulitan-kesulitan karena asal-asul tidak jelas dan kurang kooperatif," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif usai rapat koordinasi evaluasi Pilkada 2015 di Gedung KPU, Jakarta, Senin.
Berdasarkan kajian yang dilakukan KPK, kata dia, Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye tidak mencakup informasi yang diwajibkan dalam Peraturan KPU Nomor 8 tahun 2015.
"Laporan dana kampanye itu dibuat untuk memenuhi syarat administratif saja," tutur dia.
KPK juga menemukan politik uang tetap terjadi pada Pilkada 2015 dan KPU susah menindak secara keseluruhan. KPU juga dinilai kurang memverifikasi penyumbang yang tidak terlapor.
Kurangnya verifikasi dan lemahnya implementasi aturan dana kampanye, ujar Laode, perlu diperbaiki.
KPU daerah, kata dia, juga perlu dijaga independensinya agar tidak dijadikan alat oleh calon kepala daerah petahana.
"Makanya, transparansi dan akuntabilitasnya harus ditingkatkan ke depan. Sanksinya tergantung KPU," ujar Laode.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan sanksi diatur dalam undang-undang.
"Jadi, kalau UU misalnya pidananya harus ada di UU. Kalau KPU membuatnya, itu pun merupakan penjabaran dari norma yang ada di UU," tutur dia.
Ia mengakui UU yang ada kini belum mengatur semua terkait kegiatan pilkada yang menimbulkan biaya dan hal tersebut akan menjadi perhatian KPU.
Sedangkan mengenai identitas penyumbang kampanye, ia berpendapat hal tersebut juga memerlukan penelusuran.
KPU berjanji akan meneruskan masukan KPK tersebut ke pemerintah dan DPR khususnya terkait adanya rencana revisi UU Pilkada.(WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016