Denpasar (Antara Bali) - Ketua Pusat Penelitian (Puslit) Subak Universitas Udayana Prof Dr I Wayan Windia mengharapkan Pemerintah Kota Denpasar segera menetapkan kawasan Subak Sembung di Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara sebagai subak abadi.
"Penetapan kawasan subak seluas 105 hektare itu tentu dengan berbagai subsidi dan proteksi yang harus diberikan kepada petani subak tersebut," kata Ketua Puslit Subak Unud Prof Wayan Windia di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan, kemudahan tersebut antara lain petani pemilik sawah bebas dari pajak bumi dan bangunan (PBB), bantuan bibit, dibuatkan jaringan dengan sektor pariwisata menyangkut produksi maupun kawasannya sebagai ekowisata.
"Bagaimana upaya menjadikan petani di kawasan subak abadi itu senang dan bahagia, serta memiliki harga diri sebagai petani. Kalau tidak, apakah kita sampai hati, bahwa kita banyak sekali menerima dari petani, dan kita tidak memberikan apa-apa kepada mereka," ujar Prof Windia.
Ia mengusulkan agar ada karcis masuk yang sepadan pada setiap orang yang mengunjungi dan menikmati kawasan subak abadi tersebut.
Lebih-lebih di Subak Sembung sudah ada pengurus yang khusus mengurus kawasan subak itu sebagai kawasan ekowisata, sehingga tinggal memberikan pendampingan dan membuatkan jaringan dengan komponen pariwisata.
"Dengan demikian, cita-cita Bung Hatta, mantan Wakil Presiden RI untuk memberikan aktivitas ekonomi untuk lembaga-lembaga sosio-kultural di Indonesia, sudah kita implementasikan di Bali," ujarnya.
Di kawasan Subak Sembung juga ada sosok Pak Dian yang mengelola produksi sayur milik petani, yang dijual kembali ke pusat perbelanjaan di kota Denpasar. Dengan demikian berbagai landasan pengembangan Subak Sembung sudah berjalan baik. Mulai dari pengelolaan organisasi, pengelolaan ekowisata dan memberikan pasar bagi petani di kawasan itu.
"Tinggal sekarang aparat Pemkot Denpasar secara tekun dan tulus ikhlas memberikan pendampingan," ujar Prof Windia.
Kesepakatan petani di subak Sembung Peguyangan untuk menjaga kelestarian kawasan subak agar tidak terjadi alih fungsi lahan sawah di kawasan subak tersebut.
Sebenarnya ada juga calo-calo yang nakal untuk memfasilitasi penjualan sawah di kawasan itu dengan harga yang mahal. Namun pihak subak melarang pemilik yang baru itu untuk membangun rumah.
Dengan demikian masyarakat yang membeli sawah itu sangat rugi. Untuk itu masyarakat jangan terlalu percaya kepada para calo tanah di Denpasar. Mereka sering tidak perduli kepada konsumen. Yang penting mereka mendapatkan komisi.
Untuk itu, sebaiknya segera melakukan pengumumuman bahwa tidak boleh alih fungsi lahan sawah di subak Sembung Peguyangan. Kemudian segera tetapkan nilai tiket masuk ke kawasan subak tersebut.
Banyak lagi kegiatan yang harus dilakukan oleh pemerintah, untuk mendampingi kawasan subak Sembung. Untuk itu inisiatif pihak satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemkot Denpasar sangat diperlukan, ujar Prof Windia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016
"Penetapan kawasan subak seluas 105 hektare itu tentu dengan berbagai subsidi dan proteksi yang harus diberikan kepada petani subak tersebut," kata Ketua Puslit Subak Unud Prof Wayan Windia di Denpasar, Jumat.
Ia mengatakan, kemudahan tersebut antara lain petani pemilik sawah bebas dari pajak bumi dan bangunan (PBB), bantuan bibit, dibuatkan jaringan dengan sektor pariwisata menyangkut produksi maupun kawasannya sebagai ekowisata.
"Bagaimana upaya menjadikan petani di kawasan subak abadi itu senang dan bahagia, serta memiliki harga diri sebagai petani. Kalau tidak, apakah kita sampai hati, bahwa kita banyak sekali menerima dari petani, dan kita tidak memberikan apa-apa kepada mereka," ujar Prof Windia.
Ia mengusulkan agar ada karcis masuk yang sepadan pada setiap orang yang mengunjungi dan menikmati kawasan subak abadi tersebut.
Lebih-lebih di Subak Sembung sudah ada pengurus yang khusus mengurus kawasan subak itu sebagai kawasan ekowisata, sehingga tinggal memberikan pendampingan dan membuatkan jaringan dengan komponen pariwisata.
"Dengan demikian, cita-cita Bung Hatta, mantan Wakil Presiden RI untuk memberikan aktivitas ekonomi untuk lembaga-lembaga sosio-kultural di Indonesia, sudah kita implementasikan di Bali," ujarnya.
Di kawasan Subak Sembung juga ada sosok Pak Dian yang mengelola produksi sayur milik petani, yang dijual kembali ke pusat perbelanjaan di kota Denpasar. Dengan demikian berbagai landasan pengembangan Subak Sembung sudah berjalan baik. Mulai dari pengelolaan organisasi, pengelolaan ekowisata dan memberikan pasar bagi petani di kawasan itu.
"Tinggal sekarang aparat Pemkot Denpasar secara tekun dan tulus ikhlas memberikan pendampingan," ujar Prof Windia.
Kesepakatan petani di subak Sembung Peguyangan untuk menjaga kelestarian kawasan subak agar tidak terjadi alih fungsi lahan sawah di kawasan subak tersebut.
Sebenarnya ada juga calo-calo yang nakal untuk memfasilitasi penjualan sawah di kawasan itu dengan harga yang mahal. Namun pihak subak melarang pemilik yang baru itu untuk membangun rumah.
Dengan demikian masyarakat yang membeli sawah itu sangat rugi. Untuk itu masyarakat jangan terlalu percaya kepada para calo tanah di Denpasar. Mereka sering tidak perduli kepada konsumen. Yang penting mereka mendapatkan komisi.
Untuk itu, sebaiknya segera melakukan pengumumuman bahwa tidak boleh alih fungsi lahan sawah di subak Sembung Peguyangan. Kemudian segera tetapkan nilai tiket masuk ke kawasan subak tersebut.
Banyak lagi kegiatan yang harus dilakukan oleh pemerintah, untuk mendampingi kawasan subak Sembung. Untuk itu inisiatif pihak satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemkot Denpasar sangat diperlukan, ujar Prof Windia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2016