Sanur (Antara Bali) - Perlindungan terhadap saksi dan korban mutlak diberikan oleh lembaga-lembaga penegakan hukum, guna mengungkap kejahatan teroganisir atau transnasional, kata pejabat di Kementerian Hukum dan HAM.

"Negara harus menjamin agar lembaga-lembaga penegak hukum yang ada bisa memberi perlindungan kepada para saksi dan korban," kata Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM Harkristuti Harkrisnowo di Sanur, Denpasar, Senin.

Harkristuti hadir menjadi salah satu pembicara dalam workshop internasional aktivitas perlindungan saksi dan korban se-Asia Tenggara yang berlangsung sejak 29 November-1 Desember di Bali.

Ia mengemukakan bahwa perlindungan terhadap mereka, dimulai dari sisi keamanan, hukum, relokasi hingga kerahasiaan identitas terkait kejahatan terorganisir dan berjaringan internasional.

Hal itu juga sejalan dengan semangat konvensi PBB yang menjamin keselamatan dan kesejahteraan saksi maupun korban untuk bisa mengungkap kejahatan besar dan terorganisir.

Dalam kegiatan yang diprakarsai Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bersama "Unuited Natioans Office Drugs and Crime" (UNODC), dihadiri utusan dari negara-negara Asia Tenggara, Amerika Serikat, Afrika Selatan dan Australia.

Pentingya perlindungan saksi dan korban itu diamanatkan dalam UU No 13 tahun 2006. Hanya saja, dalam pengamatan Harkirtuti, belum ada pendekatan komprehensif antarlembaga yang ada.

"LPSK ini masih balita, namun keberadaan lembaga ini ke depan sangat penting dalam melayani kebutuhan masyarakat," katanya.

Ia melihat saat ini masih banyak saksi sulit atau takut ke pengadilan karena adanya tekanan atau teror yang akan diterimanya akibat lemahnya perlindungan terhadap mereka.

Sebenarnya perlindungan itu tidak cukup hanya sebatas rasa, namun sesuai semangat konvensi PBB juga meliputi kesejahteraan, HAM, ekonomi hingga psikologis mereka.

"Kita sepakat bahwa perlindungan saksi dan korban merupakan pilar penegakan hukum dan HAM terlebih untuk kejahatan canggih dan sistematis seperti terorisme dan narkoba," ujarnya.

Sementara Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, workshop tersebut memiliki arti strategis untuk merumuskan dan menentukan peran fungsi lembaga-lembaga pengemban perlindungan saksi dan korban dalam sistem dan proses penegakan hukum di Indonesia.

"Kami harapkan ada peningkatan kapasitas kelembagaan dan aktivitas perlindungan saksi dan korban," katanya.

Pihaknya berharap muncul persepsi yang sama tentang perlindungan saksi dan korban serta bisa membangun jaringan kerja sama perlindungan saksi dan korban antarnegara.

Sehingga bisa membangun sinergi antarlembaga dalam mengimplementasikan kerja riil dalam pengembangan program perlindungan saksi dan korban.(*/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010