Denpasar (Antara Bali) - Sekretaris Jenderal Majelis Permusyawatan Rakyat RI Eddie Siregar mengatakan, biaya penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang terlalu tinggi mendorong kepala daerah terpilih melakukan kolusi.

"Akibat biaya yang dikeluarkan terlalu tinggi, mendorong munculnya motivasi dari kepala daerah terpilih pada masa kepemimpinannya melakukan praktek kolusi yang mendatangkan uang," katanya di Denpasar, Sabtu.

Di sela kegiatan Diskusi Pendidikan di Universitas Udayana, disarankan perlunya cara untuk menekan biaya yang dikeluarkan calon selama persiapan hingga penyelenggaraan pilkada.

Dikatakan, biaya pelaksanaan pilkada di suatu daerah terlalu tinggi tidak hanya bagi KPU, tetapi juga bagi calon kepala daerah.

"Dengan pilkada yang sekarang ini, kita berharap menemukan cara yang lebih murah biayanya. Dari pengamatan kami, sekarang ini biayanya sangat tinggi," kata Eddie menegaskan.

Dengan tingginya biaya pada setiap pilkada, kata dia, tidak menutup kemungkinan nantinya pemenang pilkada berupaya mencari peluang untuk mendapatkan gantinya.

Sementara akumulasi pendapatan kepala daerah yang dianggarkan dalam APBD selama lima tahun, tidak sebesar biaya yang dikeluarkan untuk kampanye.

"Akibatnya bisa sangat fatal. Bisa saja nantinya terjadi semacam perilaku kolusi di suatu daerah," ucapnya.

Untuk itu, Eddie mengusulkan kepada para akademisi untuk menemukan suatu cara dalam memilih kepala daerah yang demokratis, tanpa mengeluarkan biaya besar.

"Tidak menutup kemungkinan nantinya pemilihan kepala daerah dikembalikan kepada sistem lama melalui suara perwakilan, yakni DPRD," ucapnya.

Dikatakan, dalam Undang Undang Dasar 1945 hanya disebutkan jika pemilihan bisa dilakukan secara demokratis. Sementara yang disebutkan untuk menyelenggarakan pemilihan langsung hanyalah pemilihan presiden.

"Bupati atau gubernur itu tidak secara implisit disebutkan melalui pemilihan secara langsung. Tapi di UUD '45 disebutkan pemilihan secara demokratis. Demokratis itu bisa melalui DPRD," ujarnya.

Namun jika tetap dilaksanakan secara langsung, ia meminta agar biaya yang dikeluarkan dalam pelaksanaan pilkada dapat ditekan guna mencegah munculnya motivasi mengarah ke perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

"Bagaimana agar biayanya tidak tinggi dan efisien. Supaya calon tidak lagi memasang baliho dan spanduk di sana-sini, sehingga 'cost'-nya tidak tinggi. Kalau tinggi, pasti ada motivasi untuk mendapatkan apa yang sudah dikeluarkan," katanya.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010