Jakarta (Antara Bali) - Presiden RI Joko Widodo menyatakan kesenjangan sosial, khususnya antara si kaya dan si miskin, akan menimbulkan radikalisme.
"Oleh karena itu, semua pihak agar memperhatikan semua masalah yang ada," kata Presiden Jokowi saat memberikan pengarahan kepada peserta Rapat Pimpinan Tentara Nasional Indonesia (Rapim TNI) Tahun Anggaran 2016 di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu.
Ia menegaskan, "Tantangan utama kita adalah kemiskinan, ketimpangan, baik antarwilayah maupun kesenjangan antara kaya dan miskin. Ini adalah pekerjaan rumah (PR) kita bersama. Distribusi kesejahteraan rakyat yang belum merata."
Jokowi menunjuk data yang dikeluarkan World Bank soal GINI Ratio Indonesia yang mencapai 0,41. Artinya, ada 1 persen rumah tangga Indonesia menguasai 50 persen kekayaan bangsa.
"Kita tidak antiorang kaya raya. Kita ingin rakyat kita kaya semua. Akan tetapi, kalau ada yang superkaya dan ada yang makan saja sulit, itu ada gap. Ini harus didekatkan oleh anggaran dan kebijakan lapangan. Kemiskinan dan kesenjangan sosial, berbahaya dan jadi bahan bakar konflik sosial, separatis, radikalisme, ekstrimisme, hingga terorisme," tutur Jokowi.
Ia mengakui kesenjangan yang ada tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara lain juga terjadi dengan perbandingan yang berbeda-beda antara kaya dan miskin.
Namun, masyarakat Indonesia harus menyadari hal itu dan harus diperhatikan bersama mengingat ancaman ISIS dan terorisme salah satunya karena adanya kesenjangan yang terjadi.
"Harus deteksi dini betapa bahayanya ini. Pendataan, pendampingan, dan langkah konkret, langkah terobosan deradikalisasi harus terus-menerus dilakukan, termasuk pendekatan keamanan baik hard maupun soft approach, dan pendekatan agama serta pendekatan budaya," kata Jokowi.
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan hal senada bahwa kemiskinan dan kesenjangan merupakan pintu masuk radikalisme, separatisme, dan terorisme.
"Aparat teritorial, harus melakukan pengamatan data agar jangan sampai berkembang," katanya.
Rapim TNI 2016 diikuti 182 pati TNI yang terdiri atas panglima komando utama (pangkotama), kepala dinas, kodiklat, sesko, asisten, kemhan, bakamla, BNPB, wantannas, dan Kemko Polhukam.
Hadir dalam Rapim TNI yang bertema "Meningkatkan Loyalitas, Moralitas, dan Integritas sebagai Landasan dalam Mewujudkan TNI yang Kuat, Hebat, Profesional, dan Dicintai Rakyat" itu, antara lain Menko Polhukam Luhut B. Panjaitan, Menlu Retno Marsudi, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Mentan Andi Amran Sulaiman, KSAD Jenderal TNI Mulyono, KSAU Marsekal TNI Agus Supriatna, dan KSAL Laksamana TNI Ade Supandi.
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan tiga kepala staf meninjau pameran alutsista yang di miliki TNI di lapangan apel B3 Mabes TNI.
Presiden juga mendapatkan penjelasan terkait dengan alutsista yang dimiliki TNI tersebut, seperti panser, tank leopard, tank marder, persenjataan TNI, drone, alat-alat komunikasi saat pertempuran, dan alat penjernih air. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Oleh karena itu, semua pihak agar memperhatikan semua masalah yang ada," kata Presiden Jokowi saat memberikan pengarahan kepada peserta Rapat Pimpinan Tentara Nasional Indonesia (Rapim TNI) Tahun Anggaran 2016 di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu.
Ia menegaskan, "Tantangan utama kita adalah kemiskinan, ketimpangan, baik antarwilayah maupun kesenjangan antara kaya dan miskin. Ini adalah pekerjaan rumah (PR) kita bersama. Distribusi kesejahteraan rakyat yang belum merata."
Jokowi menunjuk data yang dikeluarkan World Bank soal GINI Ratio Indonesia yang mencapai 0,41. Artinya, ada 1 persen rumah tangga Indonesia menguasai 50 persen kekayaan bangsa.
"Kita tidak antiorang kaya raya. Kita ingin rakyat kita kaya semua. Akan tetapi, kalau ada yang superkaya dan ada yang makan saja sulit, itu ada gap. Ini harus didekatkan oleh anggaran dan kebijakan lapangan. Kemiskinan dan kesenjangan sosial, berbahaya dan jadi bahan bakar konflik sosial, separatis, radikalisme, ekstrimisme, hingga terorisme," tutur Jokowi.
Ia mengakui kesenjangan yang ada tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara lain juga terjadi dengan perbandingan yang berbeda-beda antara kaya dan miskin.
Namun, masyarakat Indonesia harus menyadari hal itu dan harus diperhatikan bersama mengingat ancaman ISIS dan terorisme salah satunya karena adanya kesenjangan yang terjadi.
"Harus deteksi dini betapa bahayanya ini. Pendataan, pendampingan, dan langkah konkret, langkah terobosan deradikalisasi harus terus-menerus dilakukan, termasuk pendekatan keamanan baik hard maupun soft approach, dan pendekatan agama serta pendekatan budaya," kata Jokowi.
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan hal senada bahwa kemiskinan dan kesenjangan merupakan pintu masuk radikalisme, separatisme, dan terorisme.
"Aparat teritorial, harus melakukan pengamatan data agar jangan sampai berkembang," katanya.
Rapim TNI 2016 diikuti 182 pati TNI yang terdiri atas panglima komando utama (pangkotama), kepala dinas, kodiklat, sesko, asisten, kemhan, bakamla, BNPB, wantannas, dan Kemko Polhukam.
Hadir dalam Rapim TNI yang bertema "Meningkatkan Loyalitas, Moralitas, dan Integritas sebagai Landasan dalam Mewujudkan TNI yang Kuat, Hebat, Profesional, dan Dicintai Rakyat" itu, antara lain Menko Polhukam Luhut B. Panjaitan, Menlu Retno Marsudi, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Mentan Andi Amran Sulaiman, KSAD Jenderal TNI Mulyono, KSAU Marsekal TNI Agus Supriatna, dan KSAL Laksamana TNI Ade Supandi.
Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo dan tiga kepala staf meninjau pameran alutsista yang di miliki TNI di lapangan apel B3 Mabes TNI.
Presiden juga mendapatkan penjelasan terkait dengan alutsista yang dimiliki TNI tersebut, seperti panser, tank leopard, tank marder, persenjataan TNI, drone, alat-alat komunikasi saat pertempuran, dan alat penjernih air. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015