Negara (Antara Bali) - Warga Kabupaten Jembrana, Bali, mengancam melakukan langkah pidana terhadap PT Charoen Pokphand Jaya Farm, yang dianggap mencemari kebun miliknya dengan limbah perusahaan ayam tersebut.
"Sudah beberapakali kami bermusyawarah termasuk pertemuan yang dimediasi pemerintah, tapi tidak ada titik temu. Sekarang saya sudah menunjuk pengacara untuk mengurusi masalah ini," kata Fetty Laswita, pemilik kebun yang berlokasi tepat di belakang perusahaan tersebut, di Negara, Selasa.
Ia mengatakan, pengacara yang ditunjuk sudah bersurat ke PT Charoen Pokphand Jaya Farm, di Dusun Awen, Kelurahan Lelateng, dan mengancam akan mempidanakan perusahaan tersebut, dengan tuduhan kejahatan lingkungan hidup.
Dalam salinan surat yang diberikan Fetty, pengacara Usman Firiansyah memberikan waktu 20 hari kepada perusahaan untuk memenuhi opsi-opsi yang ditawarkan.
Opsi tersebut antara lain, karena sudah melanggar aturan, pihaknya minta perusahaan tersebut pindah ke tempat lain yang lebih memenuhi syarat kelayakan lokasi.
Jika perusahaan tidak bersedia memenuhi opsi pertama tersebut, ia menawarkan opsi kedua, yaitu lahan milik Fetty seluas 116 are dibeli sesuai harga pasaran di wilayah tersebut.
"Selama pabrik itu masih ada, kebun yang saya miliki tidak mungkin ditinggali karena bau. Jangankan dijual, ada orang yang saya suruh menjaga kebun dan menempatinya tanpa membayar saja menolak, karena tidak tahan dengan bau dari pabrik tersebut," ujar Fetty.
Dalam surat tersebut, menurut Usman, PT Charoen Pokphand Jaya Farm melanggar Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya pasal 96 sampai 120.
Pantauan di lokasi, pada batas tanah kebun Fetty dengan warga lainnya, terlihat cekungan yang dipenuhi air yang berasal dari saluran di dalam pabrik.
"Cekungan ini bukan saluran pembuangan air, tapi merupakan batas tanah saya. Kalau air limbah yang dialirkan kesini, siapapun pemilik kebun pasti keberatan," katanya.
Asok, salah seorang warga yang sering menggembalakan sapi di kebun Fetty mengatakan, bau paling menyengat berasal dari polusi udara dari peternakan perusahaan itu.
Menurutnya, pada saat-saat tertentu, bau itu demikian busuk sehingga dirinya yang sudah terbiasa di kebun itu, hanya kuat bertahan sampai 30 menit.
Manajer Produksi PT Charoen Pokphand Jaya Farm Nyoman Sukastawa saat dikonfirmasi mengatakan, masalah surat dari pengacara Fetty tersebut sudah ditangani induk perusahaan di Jakarta.
"Saya mendengar sudah ada komunikasi antara perusahaan dengan pengacara tersebut. Tapi sampai sejauh mana dan bagaimana hasilnya, saya tidak tahu," katanya.
Menurutnya, air yang mengalir ke kebun Fetty bukan berasal dari limbah ayam, tapi dari kamar mandi yang biasa digunakan karyawan pabrik tersebut.
Ia mengakui, saat hujan, air yang mengalir ke kebun itu bertambah banyak, yang berasal dari tumpahan air wilayah sekitarnya, yang dibuangkan saluran oleh perusahaan.
"Saat hujan, tumpahan air mengarah kesini sehingga kami buatkan saluran yang memang berujung di tanah itu. Jadi bukan air limbah, kalau tidak dari kamar mandi ya dari air hujan," ujarnya.
Untuk masalah pencemaran lingkungan, ia mengatakan, pihaknya sudah rutin mendapatkan pembinaan dari Kantor Lingkungan Hidup, Pertamanan Dan Kebersihan Jembrana, dan selalu mengikuti saran-saran instansi tersebut.
Ia mencontohkan, pembuatan lima bak penampungan untuk mengolah limbah ayam sebelum dibuang keluar pabrik, juga merupakan saran instansi tersebut.
Terkait keinginan Fetty agar tanahnya dibeli, ia mengungkapkan, dulu pernah ada pembicaraan ke arah itu, tapi perusahaan tidak jadi membelinya.
"Bukan saya yang mengurusi masalah pembelian tanah, karena ada petugas lain dari perusahaan pusat. Mungkin tidak ada kesepakatan harga, sehingga perusahaan batal membelinya," katanya.
Dari Sukastawa diperoleh keterangan, di lokasi tersebut perusahaan memiliki 20 unit kandang, yang masing-masing berisi rata-rata 8000 ekor ayam.
Menurutnya, cabang PT Charoen Pokphand Jaya Farm di Dusun Awen ini hanya menghasilkan telur, yang untuk penetasannya dibawa ke cabang perusahaan di Desa Tuwed, Kecamatan Melaya.
"Dari Jakarta kami mendapatkan kiriman bibit ayam jantan maupun betina, yang kami besarkan hingga menghasilkan telur. Telur tersebut lantas dikirim ke perusahaan cabang di Desa Tuwed untuk ditetaskan, baru didistribusikan ke peternak-peternak," katanya.(GBI/ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Sudah beberapakali kami bermusyawarah termasuk pertemuan yang dimediasi pemerintah, tapi tidak ada titik temu. Sekarang saya sudah menunjuk pengacara untuk mengurusi masalah ini," kata Fetty Laswita, pemilik kebun yang berlokasi tepat di belakang perusahaan tersebut, di Negara, Selasa.
Ia mengatakan, pengacara yang ditunjuk sudah bersurat ke PT Charoen Pokphand Jaya Farm, di Dusun Awen, Kelurahan Lelateng, dan mengancam akan mempidanakan perusahaan tersebut, dengan tuduhan kejahatan lingkungan hidup.
Dalam salinan surat yang diberikan Fetty, pengacara Usman Firiansyah memberikan waktu 20 hari kepada perusahaan untuk memenuhi opsi-opsi yang ditawarkan.
Opsi tersebut antara lain, karena sudah melanggar aturan, pihaknya minta perusahaan tersebut pindah ke tempat lain yang lebih memenuhi syarat kelayakan lokasi.
Jika perusahaan tidak bersedia memenuhi opsi pertama tersebut, ia menawarkan opsi kedua, yaitu lahan milik Fetty seluas 116 are dibeli sesuai harga pasaran di wilayah tersebut.
"Selama pabrik itu masih ada, kebun yang saya miliki tidak mungkin ditinggali karena bau. Jangankan dijual, ada orang yang saya suruh menjaga kebun dan menempatinya tanpa membayar saja menolak, karena tidak tahan dengan bau dari pabrik tersebut," ujar Fetty.
Dalam surat tersebut, menurut Usman, PT Charoen Pokphand Jaya Farm melanggar Undang-Undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya pasal 96 sampai 120.
Pantauan di lokasi, pada batas tanah kebun Fetty dengan warga lainnya, terlihat cekungan yang dipenuhi air yang berasal dari saluran di dalam pabrik.
"Cekungan ini bukan saluran pembuangan air, tapi merupakan batas tanah saya. Kalau air limbah yang dialirkan kesini, siapapun pemilik kebun pasti keberatan," katanya.
Asok, salah seorang warga yang sering menggembalakan sapi di kebun Fetty mengatakan, bau paling menyengat berasal dari polusi udara dari peternakan perusahaan itu.
Menurutnya, pada saat-saat tertentu, bau itu demikian busuk sehingga dirinya yang sudah terbiasa di kebun itu, hanya kuat bertahan sampai 30 menit.
Manajer Produksi PT Charoen Pokphand Jaya Farm Nyoman Sukastawa saat dikonfirmasi mengatakan, masalah surat dari pengacara Fetty tersebut sudah ditangani induk perusahaan di Jakarta.
"Saya mendengar sudah ada komunikasi antara perusahaan dengan pengacara tersebut. Tapi sampai sejauh mana dan bagaimana hasilnya, saya tidak tahu," katanya.
Menurutnya, air yang mengalir ke kebun Fetty bukan berasal dari limbah ayam, tapi dari kamar mandi yang biasa digunakan karyawan pabrik tersebut.
Ia mengakui, saat hujan, air yang mengalir ke kebun itu bertambah banyak, yang berasal dari tumpahan air wilayah sekitarnya, yang dibuangkan saluran oleh perusahaan.
"Saat hujan, tumpahan air mengarah kesini sehingga kami buatkan saluran yang memang berujung di tanah itu. Jadi bukan air limbah, kalau tidak dari kamar mandi ya dari air hujan," ujarnya.
Untuk masalah pencemaran lingkungan, ia mengatakan, pihaknya sudah rutin mendapatkan pembinaan dari Kantor Lingkungan Hidup, Pertamanan Dan Kebersihan Jembrana, dan selalu mengikuti saran-saran instansi tersebut.
Ia mencontohkan, pembuatan lima bak penampungan untuk mengolah limbah ayam sebelum dibuang keluar pabrik, juga merupakan saran instansi tersebut.
Terkait keinginan Fetty agar tanahnya dibeli, ia mengungkapkan, dulu pernah ada pembicaraan ke arah itu, tapi perusahaan tidak jadi membelinya.
"Bukan saya yang mengurusi masalah pembelian tanah, karena ada petugas lain dari perusahaan pusat. Mungkin tidak ada kesepakatan harga, sehingga perusahaan batal membelinya," katanya.
Dari Sukastawa diperoleh keterangan, di lokasi tersebut perusahaan memiliki 20 unit kandang, yang masing-masing berisi rata-rata 8000 ekor ayam.
Menurutnya, cabang PT Charoen Pokphand Jaya Farm di Dusun Awen ini hanya menghasilkan telur, yang untuk penetasannya dibawa ke cabang perusahaan di Desa Tuwed, Kecamatan Melaya.
"Dari Jakarta kami mendapatkan kiriman bibit ayam jantan maupun betina, yang kami besarkan hingga menghasilkan telur. Telur tersebut lantas dikirim ke perusahaan cabang di Desa Tuwed untuk ditetaskan, baru didistribusikan ke peternak-peternak," katanya.(GBI/ADT)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015