Negara (Antara Bali) - Pemkab Jembrana berupaya secepatnya menyelesaikan sengketa tanah, di Desa Tukadaya, yang berujung perusakan terhadap tempat tinggal salah satu warga.
"Hari ini kami melakukan pengukuran, untuk mengetahui batas tanah yang diklaim salah seorang warga tersebut. Kami berusaha bertindak cepat, agar masalah ini tidak berlarut-larut," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Jembrana I Gede Gunadnya, di sela-sela pengukuran, Rabu.
Ia mengatakan, dalam penyelesaian sengketa antara desa adat dengan warga bernama Samsi ini, pihaknya melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang lebih paham aturan terkait hal tersebut.
Pantauan di lapangan, pengukuran di lahan sengketa ini mendapatkan pengawalan ketat dari aparat TNI dan Polri, karena sebelumnya terjadi perusakan dua unit bangunan milik Samsi.
Perusakan dilakukan warga, karena Samsi membangun di lahan yang diklaim sebagai jalan milik desa adat, yang merupakan bagian dari catuspata (perempatan), yang merupakan persimpangan jalan penting bagi Umat Hindu.
Desa adat mengklaim lahan yang berupa jalan tanah di pinggir sungai ini merupakan tanah negara, sementara Samsi ngotot lahan tersebut merupakan warisan kakeknya.
Puncak dari sengketa ini, Senin (11/5) petang, ratusan warga mendatangi lahan ini dan merobohan bangunan yang didirikan Samsi.
"Selain pengukuran, kami juga akan lihat legalitas dokumen-dokumen yang dimiliki warga tersebut. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui, luas lahan sebenarnya sesuai yang tercantum dalam Pipil warga tersebut," ujar Gunadnya.
Jika lahan yang didirikan terbukti sebagai tanah negara, ia mengatakan, pihaknya segera akan memasang papan pengumuman di lokasi tersebut.
Untuk desa adat yang menjadikannya sebagai lokasi catuspata, menurutnya, akan diminta bersurat secara resmi, sehingga Pemkab Jembrana bisa menetapkan lahan tersebut sebagai jalan umum.
"Kalau statusnya jalan umum, kami juga bisa melakukan perbaikan, sehingga tidak berwujud jalan tanah seperti saat ini," katanya.
Sayangnya, usai pengukuran serta pemetaan yang berakhir sore hari, Samsi dan keluarganya belum bisa menerima jika lahan yang ia dirikan bangunan merupakan tanah negara.
Agar suasana tidak lagi memanas, Gunadnya memutuskan, pembahasan soal ini ditunda, dan untuk sementara tanah tersebut tidak boleh digunakan atau diklaim oleh siapapun.
Sementara Wakil Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan membantah, jika pihaknya lambat dalam mengantisipasi sengketa lahan antara desa adat dengan Samsi ini.
"Bukannya kami lambat, tapi seluruh tindakan harus dilakukan dengan hati-hati. Selama ini tahapan-tahapan untuk menyelesaikan masalah tersebut kami lakukan," katanya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Hari ini kami melakukan pengukuran, untuk mengetahui batas tanah yang diklaim salah seorang warga tersebut. Kami berusaha bertindak cepat, agar masalah ini tidak berlarut-larut," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Jembrana I Gede Gunadnya, di sela-sela pengukuran, Rabu.
Ia mengatakan, dalam penyelesaian sengketa antara desa adat dengan warga bernama Samsi ini, pihaknya melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang lebih paham aturan terkait hal tersebut.
Pantauan di lapangan, pengukuran di lahan sengketa ini mendapatkan pengawalan ketat dari aparat TNI dan Polri, karena sebelumnya terjadi perusakan dua unit bangunan milik Samsi.
Perusakan dilakukan warga, karena Samsi membangun di lahan yang diklaim sebagai jalan milik desa adat, yang merupakan bagian dari catuspata (perempatan), yang merupakan persimpangan jalan penting bagi Umat Hindu.
Desa adat mengklaim lahan yang berupa jalan tanah di pinggir sungai ini merupakan tanah negara, sementara Samsi ngotot lahan tersebut merupakan warisan kakeknya.
Puncak dari sengketa ini, Senin (11/5) petang, ratusan warga mendatangi lahan ini dan merobohan bangunan yang didirikan Samsi.
"Selain pengukuran, kami juga akan lihat legalitas dokumen-dokumen yang dimiliki warga tersebut. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui, luas lahan sebenarnya sesuai yang tercantum dalam Pipil warga tersebut," ujar Gunadnya.
Jika lahan yang didirikan terbukti sebagai tanah negara, ia mengatakan, pihaknya segera akan memasang papan pengumuman di lokasi tersebut.
Untuk desa adat yang menjadikannya sebagai lokasi catuspata, menurutnya, akan diminta bersurat secara resmi, sehingga Pemkab Jembrana bisa menetapkan lahan tersebut sebagai jalan umum.
"Kalau statusnya jalan umum, kami juga bisa melakukan perbaikan, sehingga tidak berwujud jalan tanah seperti saat ini," katanya.
Sayangnya, usai pengukuran serta pemetaan yang berakhir sore hari, Samsi dan keluarganya belum bisa menerima jika lahan yang ia dirikan bangunan merupakan tanah negara.
Agar suasana tidak lagi memanas, Gunadnya memutuskan, pembahasan soal ini ditunda, dan untuk sementara tanah tersebut tidak boleh digunakan atau diklaim oleh siapapun.
Sementara Wakil Bupati Jembrana I Made Kembang Hartawan membantah, jika pihaknya lambat dalam mengantisipasi sengketa lahan antara desa adat dengan Samsi ini.
"Bukannya kami lambat, tapi seluruh tindakan harus dilakukan dengan hati-hati. Selama ini tahapan-tahapan untuk menyelesaikan masalah tersebut kami lakukan," katanya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015