Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Kabupaten dan kota di Bali mulai memberikan kemudahan dan bantuan kepada petani yang terhimpun dalam wadah Subak yang telah dikukuhkan UNESCO sebagai warisan budaya dunia.
"Kemudahan dan bantuan tersebut antara lain pembebasan bagi petani dalam membayar pajak bumi dan bangunan, maupun subsidi pajak 50 persen kepada petani dan bantuan untuk kelancaran melaksanakan kegiatan ritual," kata Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana, Prof Dr Wayan Windia di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, Pemkab Gianyar misalkan telah membebaskan PBB kepada seluruh petani di tiga subak di daerah aliran Sungai (DAS) Pekerisan Kabupaten Gianyar yang menjadi satu kesatuan warisan budaya dunia (WBD) di Bali.
Kebijakan bebas PBB juga diharapkan dapat dinikmati petani yang terhimpun pada 14 subak di kawasan Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan yang selama ini baru mendapat subsidi dari Pemkab Tabanan.
Windia menilai, Pemerintah Provinsi Bali maupun Pemkab dan Pemkot mulai serius melakukan tindak lanjut WBD yang dikukuhkan UNESCO pada pertengahan 2012.
Hal itu terlihat dari usaha Pemprov Bali membentuk Dewan Pengelola WBD, meskipun baru sejak Juni 2014 yang tugas, peran dan fungsinya masih perlu disempurnakan.
Dewan pengelola WBD Bali itu sebagai forum koordinasi yang mengawasi dan memantau keempat kawasan WBD yang menjadi satu kesatuan itu sesuai rencana aksi yang telah ditetapkan salah satu Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Keempat kawasan itu terdiri atas 14 Subak di kawasan Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan dan tiga subak di daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan, Kabupaten Gianyar.
Selain itu, juga kawasan Pura Taman Ayun, Mengwi, Kabupaten Badung dan Pura Ulun Danu Batur, Kintamani, Kabupaten Bangli.
Windia mengingatkan, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota jangan merasa kehilangan atas pembebasan PBB kepada petani di WBD maupun menyusul atas wacana pemerintah pusat untuk menghapuskan PBB.
Jika pemerintah (daerah) merasa kehilangan PAD dari penghapusan pajak PBB, bisa dilakukan dengan membuat perda tentang Pajak Bangunan (PB) yakni mengenakan pajak yang tinggi terhadap bangunan komersial, dan perusahaan yang mengambil air tanah dari sumur dalam.
Sebaliknya tidak mengenakan pajak pada bumi, karena bumi (sawah), telah berjasa memberikan oksigen, menahan banjir, menghadirkan pemandangan alam, dan sebagai media aktivitas kebudayaan, ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Kemudahan dan bantuan tersebut antara lain pembebasan bagi petani dalam membayar pajak bumi dan bangunan, maupun subsidi pajak 50 persen kepada petani dan bantuan untuk kelancaran melaksanakan kegiatan ritual," kata Ketua Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana, Prof Dr Wayan Windia di Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan, Pemkab Gianyar misalkan telah membebaskan PBB kepada seluruh petani di tiga subak di daerah aliran Sungai (DAS) Pekerisan Kabupaten Gianyar yang menjadi satu kesatuan warisan budaya dunia (WBD) di Bali.
Kebijakan bebas PBB juga diharapkan dapat dinikmati petani yang terhimpun pada 14 subak di kawasan Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan yang selama ini baru mendapat subsidi dari Pemkab Tabanan.
Windia menilai, Pemerintah Provinsi Bali maupun Pemkab dan Pemkot mulai serius melakukan tindak lanjut WBD yang dikukuhkan UNESCO pada pertengahan 2012.
Hal itu terlihat dari usaha Pemprov Bali membentuk Dewan Pengelola WBD, meskipun baru sejak Juni 2014 yang tugas, peran dan fungsinya masih perlu disempurnakan.
Dewan pengelola WBD Bali itu sebagai forum koordinasi yang mengawasi dan memantau keempat kawasan WBD yang menjadi satu kesatuan itu sesuai rencana aksi yang telah ditetapkan salah satu Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Keempat kawasan itu terdiri atas 14 Subak di kawasan Catur Angga Batukaru Kabupaten Tabanan dan tiga subak di daerah aliran sungai (DAS) Pakerisan, Kabupaten Gianyar.
Selain itu, juga kawasan Pura Taman Ayun, Mengwi, Kabupaten Badung dan Pura Ulun Danu Batur, Kintamani, Kabupaten Bangli.
Windia mengingatkan, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota jangan merasa kehilangan atas pembebasan PBB kepada petani di WBD maupun menyusul atas wacana pemerintah pusat untuk menghapuskan PBB.
Jika pemerintah (daerah) merasa kehilangan PAD dari penghapusan pajak PBB, bisa dilakukan dengan membuat perda tentang Pajak Bangunan (PB) yakni mengenakan pajak yang tinggi terhadap bangunan komersial, dan perusahaan yang mengambil air tanah dari sumur dalam.
Sebaliknya tidak mengenakan pajak pada bumi, karena bumi (sawah), telah berjasa memberikan oksigen, menahan banjir, menghadirkan pemandangan alam, dan sebagai media aktivitas kebudayaan, ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015