Denpasar (Antara Bali) - Kepala Pusat Penelitian Subak Universitas Udayana Prof Dr Wayan Windia menilai, iklim Indonesia yang masih normal sangat cocok untuk memajukan pembangunan bidang pertanian guna memperoleh hasil maksimal.
"Hasil pertanian maksimal yang telah menjadi penekanan Presiden Joko Widodo dapat untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, sekaligus sebagai komoditas ekspor," kata Prof Windia yang juga guru besar Fakultas Pertanian Unud di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, iklim dan peluang tersebut bagi Indonesia harus dapat dimanfaatkan dengan baik, mengingat sejumlah negara di belahan dunia mulai mengalami pemanasan global yang berpengaruh terhadap pembangunan sektor pertaniannya.
Pemanasan global dalam konteks pembangunan pertanian, secara logika dapat dipastikan bahwa pemanasan global akan memberi pengaruh pada sektor pertanian, kesehatan dan iklim.
Pemanasan global akan menyebabkan adanya peningkatan suhu pada atmosfir, air laut, dan bumi, sebagai akibat adanya efek rumah kaca, umpan balik, variasi matahari, dan adanya peternakan.
Windia mengingatkan, pembangunan pertanian memang sangat memerlukan sinar matahari dan air, untuk dapat berlangsungnya proses fotosintese, agar terus dapat eksis.
Namun demikian, sektor pertanian memerlukan suhu optimum yang tertentu agar dapat berproduksi dengan optimal, ujarnya.
Padahal pemanasan global sudah mulai menampakkan taringnya di negara-negara Barat. Misalnya, ada bongkahan es yang muncul di perairan Selandia Baru, hujan/badai salju yang sangat berat di Tiongkok, Eropa, dan Amerika.
Hal itu telah mempengaruhi jadwal penerbangan, urungnya pertandingan sepak bola dan kegiatan penting lainnya. Keadaan yang ekstrim itu pasti akan mempengaruhi sektor pertanian di negara tersebut.
Jika hal ini berlangsung lama, pasti akan dapat mempengaruhi sektor pertanian. Sementara, kondisi iklim di Indonesia belum ekstrim, sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik untuk mendukung pembangunan sektor pertanian yakni meraih kembali swasembada pangan, ujar Prof Windia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Hasil pertanian maksimal yang telah menjadi penekanan Presiden Joko Widodo dapat untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, sekaligus sebagai komoditas ekspor," kata Prof Windia yang juga guru besar Fakultas Pertanian Unud di Denpasar, Minggu.
Ia mengatakan, iklim dan peluang tersebut bagi Indonesia harus dapat dimanfaatkan dengan baik, mengingat sejumlah negara di belahan dunia mulai mengalami pemanasan global yang berpengaruh terhadap pembangunan sektor pertaniannya.
Pemanasan global dalam konteks pembangunan pertanian, secara logika dapat dipastikan bahwa pemanasan global akan memberi pengaruh pada sektor pertanian, kesehatan dan iklim.
Pemanasan global akan menyebabkan adanya peningkatan suhu pada atmosfir, air laut, dan bumi, sebagai akibat adanya efek rumah kaca, umpan balik, variasi matahari, dan adanya peternakan.
Windia mengingatkan, pembangunan pertanian memang sangat memerlukan sinar matahari dan air, untuk dapat berlangsungnya proses fotosintese, agar terus dapat eksis.
Namun demikian, sektor pertanian memerlukan suhu optimum yang tertentu agar dapat berproduksi dengan optimal, ujarnya.
Padahal pemanasan global sudah mulai menampakkan taringnya di negara-negara Barat. Misalnya, ada bongkahan es yang muncul di perairan Selandia Baru, hujan/badai salju yang sangat berat di Tiongkok, Eropa, dan Amerika.
Hal itu telah mempengaruhi jadwal penerbangan, urungnya pertandingan sepak bola dan kegiatan penting lainnya. Keadaan yang ekstrim itu pasti akan mempengaruhi sektor pertanian di negara tersebut.
Jika hal ini berlangsung lama, pasti akan dapat mempengaruhi sektor pertanian. Sementara, kondisi iklim di Indonesia belum ekstrim, sehingga dapat dimanfaatkan dengan baik untuk mendukung pembangunan sektor pertanian yakni meraih kembali swasembada pangan, ujar Prof Windia. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015