Denpasar (Antara Bali) - Keberadaan lahan yang dikuasai perorangan atau investor di Bali yang kini dibiarkan terlantar, luasnya diperkirakan mencapai 1.000 hektare lebih.
"Di seluruh Bali saya kira cukup banyak tanah-tanah yang dibiarkan terlantar karena tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya," kata mantan Ketua Ikatan Notaris Indonesia Wilayah Bali I Made Pria Dharsana SH MHum, di Denpasar, Jumat.
Ia menyebutkan, sejumlah orang yang menguasai lahan di Bali sejak sekitar 10 tahun lalu, hingga kini belum manfaatkannya sesuai izin yang peroleh dengan berbagai alasan.
Karena itu, ia meminta pemerintah segera melakukan pendataan serta bisa memutuskan langkah pengambilalihan atas tanah-tanah tersebut.
Tentunya, kata dia, pengambilalihan oleh pemerintah harus lewat kantor Badan Petanahan Nasional sesuai PP 12 tahun 2010.
"Itu harus dipilih tanah yang tidak dikelola sesuai peruntukannya. Mana yang perlu diambil, sebagian atau bisa sepenuhnya. Jadi tidak dipukul rata," kata dia di sela-sela seminar yang digelar Peradi Denpasar dan Ikatan Notaris Indonesia Wilayah Bali.
Di pihak lain, sesuai UU Pokok Agraria yang sepenuhnya dijiwai hukum adat, tanah-tanah yang dimohonkan dan telah ditempati masyarakat sejak lama yang bisa dibuktikan, bisa diajukan untuk disertifikatkan oleh warga.
Meski UU Agraria telah berusia lebih dari 50 tahun, namun ia belum melihat keberanian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan reformasi UU itu untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Karena itu, ia memandang perlunya redefinisi dan amandemen terhadap UU Pokok Agraria, sehingga keberadaan tanah bisa berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, dan tidak hanya menguntungkan kelompok dan golongan tertentu.
"Investasi di Indonesia butuh kapastian hukum tentang kepemilikan dan hak penguasaan atas tanah," katanya mengingatkan.
Ia memadang perlunya upaya revolusioner untuk mengembalikan fungsi tanah sesuai pasal 6 UU Agraria, bahwa tanah berfungsi sosial.
"Tanah-tanah terlantar tersebut harus menjadi bagian dari reformasi agraria. Mestinya, tanah itu diberikan kepada petani dan bukan jatuh ke tangan investor yang ternyata tidak memberi kontribusi apa-apa bagi daerah," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Di seluruh Bali saya kira cukup banyak tanah-tanah yang dibiarkan terlantar karena tidak dimanfaatkan sebagaimana mestinya," kata mantan Ketua Ikatan Notaris Indonesia Wilayah Bali I Made Pria Dharsana SH MHum, di Denpasar, Jumat.
Ia menyebutkan, sejumlah orang yang menguasai lahan di Bali sejak sekitar 10 tahun lalu, hingga kini belum manfaatkannya sesuai izin yang peroleh dengan berbagai alasan.
Karena itu, ia meminta pemerintah segera melakukan pendataan serta bisa memutuskan langkah pengambilalihan atas tanah-tanah tersebut.
Tentunya, kata dia, pengambilalihan oleh pemerintah harus lewat kantor Badan Petanahan Nasional sesuai PP 12 tahun 2010.
"Itu harus dipilih tanah yang tidak dikelola sesuai peruntukannya. Mana yang perlu diambil, sebagian atau bisa sepenuhnya. Jadi tidak dipukul rata," kata dia di sela-sela seminar yang digelar Peradi Denpasar dan Ikatan Notaris Indonesia Wilayah Bali.
Di pihak lain, sesuai UU Pokok Agraria yang sepenuhnya dijiwai hukum adat, tanah-tanah yang dimohonkan dan telah ditempati masyarakat sejak lama yang bisa dibuktikan, bisa diajukan untuk disertifikatkan oleh warga.
Meski UU Agraria telah berusia lebih dari 50 tahun, namun ia belum melihat keberanian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan reformasi UU itu untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Karena itu, ia memandang perlunya redefinisi dan amandemen terhadap UU Pokok Agraria, sehingga keberadaan tanah bisa berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, dan tidak hanya menguntungkan kelompok dan golongan tertentu.
"Investasi di Indonesia butuh kapastian hukum tentang kepemilikan dan hak penguasaan atas tanah," katanya mengingatkan.
Ia memadang perlunya upaya revolusioner untuk mengembalikan fungsi tanah sesuai pasal 6 UU Agraria, bahwa tanah berfungsi sosial.
"Tanah-tanah terlantar tersebut harus menjadi bagian dari reformasi agraria. Mestinya, tanah itu diberikan kepada petani dan bukan jatuh ke tangan investor yang ternyata tidak memberi kontribusi apa-apa bagi daerah," ucapnya. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010