Jakarta (Antara Bali) - Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan) mengapresiasi putusan hukum Pengadilan
Negeri Bengkulu atas satu kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.
Dalam keterangan pers yang diterima ANTARA News di Jakarta, Sabtu, Komnas Perempuan mengapresiasi pandangan majelis hakim yang mengenakan pasal dan memutuskan pidana perkosaan dengan vonis lima tahun penjara kepada pelaku kekerasan seksual.
Majelis hakim, dinilai Komnas Perempuan, memiliki putusan yang berpihak pada korban yang mengatakan pentingnya mencegah pemahaman yang salah terhadap posisi korban kekerasan seksual yang selama ini selalu mendapatkan stigma yang negatif.
"Majelis hakim menempatkan perlindungan korban pada posisi yang tepat dengan mengatakan dalih 'suka sama suka' menjadi tidak relevan dengan argumentasi bahwa modus kekerasan atau ancaman kekerasan seksual terkini ditemukan sudah tidak lagi selalu ditandai dengan adanya kekerasan yang bersifat fisik maupun ancaman yang bersifat intimidasi fisik yang mempengaruhi psikis korban," demikian pendapat Komnas Perempuan.
Majelis hakim, dinilainya, juga telah memahami adanya perkembangan kekerasan dan ancaman kekerasan seksual telah berkembang, bahkan dalam konteks kekerasan dalam pacaran.
Atas putusan hukum dari Pengadilan Negeri Bengkulu tersebut, Komnas Perempuan meminta, agar putusan itu dapat menjad yuriprudensi bagi kasus-kasus serupa. Selain itu, Komnas Perempuan meminta DPR RI dan DPD RI untuk memprioritaskan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Program Legislasi Nasional 2016. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Dalam keterangan pers yang diterima ANTARA News di Jakarta, Sabtu, Komnas Perempuan mengapresiasi pandangan majelis hakim yang mengenakan pasal dan memutuskan pidana perkosaan dengan vonis lima tahun penjara kepada pelaku kekerasan seksual.
Majelis hakim, dinilai Komnas Perempuan, memiliki putusan yang berpihak pada korban yang mengatakan pentingnya mencegah pemahaman yang salah terhadap posisi korban kekerasan seksual yang selama ini selalu mendapatkan stigma yang negatif.
"Majelis hakim menempatkan perlindungan korban pada posisi yang tepat dengan mengatakan dalih 'suka sama suka' menjadi tidak relevan dengan argumentasi bahwa modus kekerasan atau ancaman kekerasan seksual terkini ditemukan sudah tidak lagi selalu ditandai dengan adanya kekerasan yang bersifat fisik maupun ancaman yang bersifat intimidasi fisik yang mempengaruhi psikis korban," demikian pendapat Komnas Perempuan.
Majelis hakim, dinilainya, juga telah memahami adanya perkembangan kekerasan dan ancaman kekerasan seksual telah berkembang, bahkan dalam konteks kekerasan dalam pacaran.
Atas putusan hukum dari Pengadilan Negeri Bengkulu tersebut, Komnas Perempuan meminta, agar putusan itu dapat menjad yuriprudensi bagi kasus-kasus serupa. Selain itu, Komnas Perempuan meminta DPR RI dan DPD RI untuk memprioritaskan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Program Legislasi Nasional 2016. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015