Jakarta (Antara Bali) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijanto menyatakan bahwa keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan Peninjauan Kembali (PK) perkara pidana dibatasi satu kali untuk mendapatkan kepastian hukum.
"Kemarin kami dengan MA minta PK dibatasi berapa kali dan nanti kita juga minta waktunya untuk menentukan kapan kita melaksanakan putusan pengadilan. Jadi jangan tidak ada kepastian, semua harus ada kepastian," kata Tedjo di sela-sela "Open House" Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly di Jakarta, Sabtu.
Pada 31 Desember 2014, MA mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) No 7 tahun 2014 yang mendasarkan pada pasal 24 ayat (2) UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat (1) UU No 3 tahun 2009 tentang MA yang mengatur PK hanya sekali.
Padahal Mahkamah Konstitusi dalam putusannya No 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014 mengabulkan permohonan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar beserta istri dan anaknya yaitu membatalkan pasal 268 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan PK pidana hanya boleh satu kali.
"MA mengeluarkan Sema dimana kita harus mengacu kepada kepastian hukum, kalau tidak ada kepastian hukumnya, berkali-kali ya semua kayak begini terus. Seperti kemarin begitu ada berita mau ada yang dihukum mati langsung semua minta PK lagi karena mereka akan mencari novum bukti baru lagi. Kapan mau selesai kalau begitu?," tambah Tedjo.
Sebelumnya, terpidana mati perkara narkoba atas nama Pujo Lestari dan Agus Hadi mengajukan PK, padahal menurut rencana mereka akan dieksekusi pada akhir 2014, namun rencana itu tertunda.
"Nanti akan kita bicarakan lagi dengan MA, harus ada kepastian hukum. Jangan dibiarkan tidak ada kepastian hukum seperti sekarang, orang mau diapakan tidak tahu juga," ungkap Tedjo.
Artinya menurut Tedjo, Sema tersebut belum final. "Bisa iya (final), bisa tidak. Kita duduk dulu dengan MA," tambah Tedjo.
Terkait eksekusi hukuman mati, menurut Tedjo, Presiden Joko Widodo meminta agar ada prioritas dalam kasus narkoba.
"Jadi begini, bapak presiden kita menghendaki narkoba dulu karena inilah yang mengancam generasi muda kita, karena mereka ini di dalam penjara bermain. Setiap kali akan dieksekusi mengatakan PK, nanti selesai, dia bermain lagi, nanti PK lagi," tegas Tedjo.
Selain keduanya, masih ada empat orang lain yang rencananya akan menjalani eksekusi yaitu dua terpidana mati perkara narkoba Marco Archer Cardoso Moreira dari Brazil dan Namaona Denis dari Nigeria serta dua terpindana mati perkara pembunuhan yaitu Gunawan Santoso dan Tan Joni. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Kemarin kami dengan MA minta PK dibatasi berapa kali dan nanti kita juga minta waktunya untuk menentukan kapan kita melaksanakan putusan pengadilan. Jadi jangan tidak ada kepastian, semua harus ada kepastian," kata Tedjo di sela-sela "Open House" Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly di Jakarta, Sabtu.
Pada 31 Desember 2014, MA mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) No 7 tahun 2014 yang mendasarkan pada pasal 24 ayat (2) UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat (1) UU No 3 tahun 2009 tentang MA yang mengatur PK hanya sekali.
Padahal Mahkamah Konstitusi dalam putusannya No 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014 mengabulkan permohonan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar beserta istri dan anaknya yaitu membatalkan pasal 268 ayat (3) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan PK pidana hanya boleh satu kali.
"MA mengeluarkan Sema dimana kita harus mengacu kepada kepastian hukum, kalau tidak ada kepastian hukumnya, berkali-kali ya semua kayak begini terus. Seperti kemarin begitu ada berita mau ada yang dihukum mati langsung semua minta PK lagi karena mereka akan mencari novum bukti baru lagi. Kapan mau selesai kalau begitu?," tambah Tedjo.
Sebelumnya, terpidana mati perkara narkoba atas nama Pujo Lestari dan Agus Hadi mengajukan PK, padahal menurut rencana mereka akan dieksekusi pada akhir 2014, namun rencana itu tertunda.
"Nanti akan kita bicarakan lagi dengan MA, harus ada kepastian hukum. Jangan dibiarkan tidak ada kepastian hukum seperti sekarang, orang mau diapakan tidak tahu juga," ungkap Tedjo.
Artinya menurut Tedjo, Sema tersebut belum final. "Bisa iya (final), bisa tidak. Kita duduk dulu dengan MA," tambah Tedjo.
Terkait eksekusi hukuman mati, menurut Tedjo, Presiden Joko Widodo meminta agar ada prioritas dalam kasus narkoba.
"Jadi begini, bapak presiden kita menghendaki narkoba dulu karena inilah yang mengancam generasi muda kita, karena mereka ini di dalam penjara bermain. Setiap kali akan dieksekusi mengatakan PK, nanti selesai, dia bermain lagi, nanti PK lagi," tegas Tedjo.
Selain keduanya, masih ada empat orang lain yang rencananya akan menjalani eksekusi yaitu dua terpidana mati perkara narkoba Marco Archer Cardoso Moreira dari Brazil dan Namaona Denis dari Nigeria serta dua terpindana mati perkara pembunuhan yaitu Gunawan Santoso dan Tan Joni. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015