Semarapura (Antara Bali) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Klungkung, Bali terpecah dua dalam memberikan dukungan untuk mendaftarkan Desa Adat (Pekraman) dan desa dinas ke pemerintah pusat terkait Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang desa.
Anggota Fraksi Persatuan Nasional DPRD Klungkung Wayan Mastra di Semarapura, Jumat mengatakan, pihaknya condong ke desa dinas atau seperti sekarang ini.
Ia mengatakan, jika Desa Adat (Pekraman) yang didaftarkan malah akan menghancurkan Desa adat bersangkutan, karena ketika didaftarkan namanya memang tetap Desa adat tetapi status sesungguhnya adalah Desa, sehingga secara otomatis adat harus tunduk dengan UU Desa.
Jika hal itu terjadi, kekhususan Bali akan hilang, peraturan (Awig-awig) desa adat yang selama ini menjadi "filter" Bali akan tidak berdaya dan lemah, akibat akan diintervensi dan berlaku secara nasional.
Mastra mengharapkan Pemkab Klungkung, khususnya Bupati Suwirta jangan berpatokan pada waktu yakni 15 Januari 2015, sehingga tidak buru-buru mendaftarkannya.
Sementara soal pro kontra di bawah menurut Mastra terjadi karena mereka yang menyosialisasikannya condong mengarahkan untuk mendaftarkan Desa adat.
Mestinya tim menyosialisasikan UU Desa tersebut bukan pendaftaran Desa adatnya, ujar Mastra yang juga mengkritisi Pansus DPRD Bali yang semestinya menyerap aspirasi bukan malah mengarahkan untuk mendaftarkan Desa adat.
Kondisi seperti sekarang ini Desa adat tetap eksis buktinya Bendesa adat selalu dilibatkan dalam pembahasan APBDes.
Mastra juga meminta Majelis Alit Desa Pakraman jangan menekan Desa adat agar didaftarkan.
Sementara Bupati sebaiknya fokus untuk pembangunan di Klungkung, jika perlu Bupati berangkat ke Jakarta mengejar bantuan pusat untuk pembangunan Klungkung. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
Anggota Fraksi Persatuan Nasional DPRD Klungkung Wayan Mastra di Semarapura, Jumat mengatakan, pihaknya condong ke desa dinas atau seperti sekarang ini.
Ia mengatakan, jika Desa Adat (Pekraman) yang didaftarkan malah akan menghancurkan Desa adat bersangkutan, karena ketika didaftarkan namanya memang tetap Desa adat tetapi status sesungguhnya adalah Desa, sehingga secara otomatis adat harus tunduk dengan UU Desa.
Jika hal itu terjadi, kekhususan Bali akan hilang, peraturan (Awig-awig) desa adat yang selama ini menjadi "filter" Bali akan tidak berdaya dan lemah, akibat akan diintervensi dan berlaku secara nasional.
Mastra mengharapkan Pemkab Klungkung, khususnya Bupati Suwirta jangan berpatokan pada waktu yakni 15 Januari 2015, sehingga tidak buru-buru mendaftarkannya.
Sementara soal pro kontra di bawah menurut Mastra terjadi karena mereka yang menyosialisasikannya condong mengarahkan untuk mendaftarkan Desa adat.
Mestinya tim menyosialisasikan UU Desa tersebut bukan pendaftaran Desa adatnya, ujar Mastra yang juga mengkritisi Pansus DPRD Bali yang semestinya menyerap aspirasi bukan malah mengarahkan untuk mendaftarkan Desa adat.
Kondisi seperti sekarang ini Desa adat tetap eksis buktinya Bendesa adat selalu dilibatkan dalam pembahasan APBDes.
Mastra juga meminta Majelis Alit Desa Pakraman jangan menekan Desa adat agar didaftarkan.
Sementara Bupati sebaiknya fokus untuk pembangunan di Klungkung, jika perlu Bupati berangkat ke Jakarta mengejar bantuan pusat untuk pembangunan Klungkung. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015