Jakarta (Antara Bali) - Harga sembako yang terlanjur naik akibat kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi beberapa waktu lalu, disinyalir tidak akan turun signifikan meskipun harga premium dan solar turun.
"Ada yang namanya kekakuan harga, sekalipun harga BBM itu diturunkan, harga-harga yang sudah naik tidak akan turun," kata pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Enny mengatakan, hal tersebut terjadi karena industri pasar di Indonesia tidak bersaing sempurna, sebagaimana harga ditentukan oleh permintaan dan ketersediaan, namun ada sebuah kekuatan yang mendominasi pasar.
"Ada pihak yang punya nilai tawar lebih. Itulah konsekuensinya struktur pasar yang tidak bersaing sempurna," ujar Enny.
Enny mencontohkan, pada kepemimpinan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, harga BBM bersubsidi turun dua kali, namun harga-harga yang lain tidak ikut turun signifikan.
Naik-turunnya harga BBM bersubsidi dalam waktu berdekatan tersebut dia harapkan menjadi pelajaran dalam menentukan kebijakan publik, yang seharusnya dilakukan secara komprehensif.
Enny berharap agar turunnya harga BBM bersubsidi tersebut tidak membebani anggaran subsidi BBM pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Selain itu, kami harap akan ada dampak terhadap peningkatan daya beli masyarakat. Artinya, ada relokasi anggaran terhadap komoditas lain dari sisa anggaran pembelian BBM," ujar Enny. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015
"Ada yang namanya kekakuan harga, sekalipun harga BBM itu diturunkan, harga-harga yang sudah naik tidak akan turun," kata pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Enny mengatakan, hal tersebut terjadi karena industri pasar di Indonesia tidak bersaing sempurna, sebagaimana harga ditentukan oleh permintaan dan ketersediaan, namun ada sebuah kekuatan yang mendominasi pasar.
"Ada pihak yang punya nilai tawar lebih. Itulah konsekuensinya struktur pasar yang tidak bersaing sempurna," ujar Enny.
Enny mencontohkan, pada kepemimpinan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, harga BBM bersubsidi turun dua kali, namun harga-harga yang lain tidak ikut turun signifikan.
Naik-turunnya harga BBM bersubsidi dalam waktu berdekatan tersebut dia harapkan menjadi pelajaran dalam menentukan kebijakan publik, yang seharusnya dilakukan secara komprehensif.
Enny berharap agar turunnya harga BBM bersubsidi tersebut tidak membebani anggaran subsidi BBM pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Selain itu, kami harap akan ada dampak terhadap peningkatan daya beli masyarakat. Artinya, ada relokasi anggaran terhadap komoditas lain dari sisa anggaran pembelian BBM," ujar Enny. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2015