Semarang (Antara Bali) - Pakar pendidikan Universitas PGRI Semarang Dr
Muhdi menilai penerapan dua kurikulum berpeluang menciptakan
diskriminasi mirip era rintisan sekolah bertaraf internasional.
"Ya, dua kurikulum ini dampak dari penghentian pelaksanaan Kurikulum 2013 yang tidak diberlakukan di seluruh sekolah. Sekolah yang sudah melaksanakan tiga semester, jalan terus," katanya di Semarang, Sabtu.
Sekolah-sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum 2013 lebih dari tiga semester itu, kata dia, dijadikan percontohan, sementara sekolah yang melaksanakan kurang dari tiga semester kembali ke kurikulum 2006.
Realitasnya, kata Muhdi yang juga Rektor Universitas PGRI Semarang itu, sekitar 6.000 sekolah yang tetap jalan terus menggunakan kurikulum 2013 tersebut kebanyakan merupakan sekolah-sekolah eks-RSBI.
"(Sekolah, red.) Yang pertama kali menerapkan kurikulum 2013 kan kebanyakan memang eks-RSBI. Jadi, sekarang ya jelas sudah lebih dari tiga semester," kata Sekretaris Umum PGRI Jawa Tengah tersebut.
Akhirnya, kata dia, kondisi tersebut bisa menciptakan diskriminasi karena sekolah-sekolah eks-RSBI menggunakan kurikulum yang lebih unggul, sementara sekolah-sekolah lainnya menggunakan kurikulum lama.
Di sisi lain, Muhdi mengingatkan lama penerapan kurikulum baru, yakni di atas atau di bawah tiga semester juga kurang tepat menjadi tolok ukur kesiapan sekolah untuk melaksanakan kurikulum 2013.
"Belum tentu sekolah yang baru satu semester menerapkan kurikulum 2013 kalah siap dibanding sekolah yang sudah menerapkan lebih dari tiga semester. Belum tentu mereka kalah bagus," tukasnya.
Ia mengatakan bisa jadi sekolah yang baru menerapkan kurikulum 2013 selama satu semester ternyata jauh lebih bagus dan siap ketimbang sekolah-sekolah yang sudah menerapkannya lebih lama.
Makanya, kata dia, penentuan tolok ukur sekolah boleh menerapkan kurikulum baru atau kembali ke lama harus dievaluasi, bukan sekadar dilihat dari kurang atau lebih dari tiga tahun menerapkannya.
"Belum lagi, kalau ada protes dari kabupaten/kota karena melihat sekolah-sekolah di daerahnya siap menjalankan kurikulum baru sehingga tetap ingin menjalankan kurikulum 2013," katanya.
Idealnya, Muhdi menegaskan pemerintah harus tegas dalam melaksanakan kurikulum baru, dan jika ditemukan kendala dalam pelaksanaannya tidak menjadikan pendidikan mundur dengan kurikulum yang sudah usang. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Ya, dua kurikulum ini dampak dari penghentian pelaksanaan Kurikulum 2013 yang tidak diberlakukan di seluruh sekolah. Sekolah yang sudah melaksanakan tiga semester, jalan terus," katanya di Semarang, Sabtu.
Sekolah-sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum 2013 lebih dari tiga semester itu, kata dia, dijadikan percontohan, sementara sekolah yang melaksanakan kurang dari tiga semester kembali ke kurikulum 2006.
Realitasnya, kata Muhdi yang juga Rektor Universitas PGRI Semarang itu, sekitar 6.000 sekolah yang tetap jalan terus menggunakan kurikulum 2013 tersebut kebanyakan merupakan sekolah-sekolah eks-RSBI.
"(Sekolah, red.) Yang pertama kali menerapkan kurikulum 2013 kan kebanyakan memang eks-RSBI. Jadi, sekarang ya jelas sudah lebih dari tiga semester," kata Sekretaris Umum PGRI Jawa Tengah tersebut.
Akhirnya, kata dia, kondisi tersebut bisa menciptakan diskriminasi karena sekolah-sekolah eks-RSBI menggunakan kurikulum yang lebih unggul, sementara sekolah-sekolah lainnya menggunakan kurikulum lama.
Di sisi lain, Muhdi mengingatkan lama penerapan kurikulum baru, yakni di atas atau di bawah tiga semester juga kurang tepat menjadi tolok ukur kesiapan sekolah untuk melaksanakan kurikulum 2013.
"Belum tentu sekolah yang baru satu semester menerapkan kurikulum 2013 kalah siap dibanding sekolah yang sudah menerapkan lebih dari tiga semester. Belum tentu mereka kalah bagus," tukasnya.
Ia mengatakan bisa jadi sekolah yang baru menerapkan kurikulum 2013 selama satu semester ternyata jauh lebih bagus dan siap ketimbang sekolah-sekolah yang sudah menerapkannya lebih lama.
Makanya, kata dia, penentuan tolok ukur sekolah boleh menerapkan kurikulum baru atau kembali ke lama harus dievaluasi, bukan sekadar dilihat dari kurang atau lebih dari tiga tahun menerapkannya.
"Belum lagi, kalau ada protes dari kabupaten/kota karena melihat sekolah-sekolah di daerahnya siap menjalankan kurikulum baru sehingga tetap ingin menjalankan kurikulum 2013," katanya.
Idealnya, Muhdi menegaskan pemerintah harus tegas dalam melaksanakan kurikulum baru, dan jika ditemukan kendala dalam pelaksanaannya tidak menjadikan pendidikan mundur dengan kurikulum yang sudah usang. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014