Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali menitipkan sejumlah persoalan terkait dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah pada Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI agar dibantu untuk diperjuangkan.

"Aturan mengenai dana perimbangan seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan sebagainya memang sudah diatur undang-undang, namun kami masih menemukan sejumlah persoalan dalam merealisasikannya," kata Asisten III Pemprov Bali I Made Santha saat memberikan keterangan pada kunjungan Komite IV DPD-RI, di Denpasar, Kamis.

Menurut dia, persoalannya itu diantaranya dalam merealisasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang untuk 2014 ini Pemprov Bali mendapatkan total sebesar Rp41 miliar lebih, demikian juga dipertanyakan terkait porsi Dana Insentif Daerah (DID), dan Visa on Arrival (VoA).

"Dari total Rp41 miliar DAK yang diterima Bali, hingga triwulan III/2014 baru sekitar 30 persen saja yang terealisasi karena adanya hambatan dalam petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknisnya (juknis) dari pemerintah pusat yang baru terbit pertengahan tahun," ujarnya.

Sebanyak 99 persen dari komposisi DAK tersebut, lanjut dia, berada di Disdikpora. Pihaknya mengkhawatirkan akibat persoalan juklak dan juknisnya yang terlambat, gilirannya nanti DAK akan dikembalikan lagi ke APBN. Persoalan yang sama juga dialami pemerintah kabupaten/kota.

Santha pun mempertanyakan hitung-hitungan atau tolok ukur pemberian Dana Insentif Daerah (DID). Pemprov Bali untuk 2015 akan mendapatkan alokasi DID sebesar Rp3 miliar, sedangkan Pemerintah Kabupaten Tabanan DID-nya sebesar Rp17 miliar dan Kota Denpasar sebanyak Rp24 miliar. "DID penting juga untuk ikut menunjang pembangunan," ujarnya.

Di samping itu, mantan Kadishubinfokom Bali itu juga memaparkan persoalan pendapatan dari Visa on Arrival yang tidak didapatkan oleh Bali. Padahal biaya sosial yang dikeluarkan untuk menunjang pariwisata budaya di Pulau Dewata itu sangat besar. "Biaya sosial itu diantaranya untuk keamanan, lingkungan dan tata pelestarian budaya.

"Andalan kami itu pariwisata dan itu membutuhkan banyak biaya sosial," kata Santha.

Di sisi lain, Kepala Dinas Pendapatan Provinsi Bali I Wayan Suarjana menyampaikan agar dilakukan revisi terhadap UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

"Seharusnya ada tambahan kewenangan untuk pemerintah provinsi terutama yang terkait dengan penerimaan pajak dari sektor pariwisata. Bali memang tidak mempunyai sumber daya alam, tetapi memiliki sumber jasa, mestiya juga bisa mendapatkan dana perimbangan dari sektor jasa," katanya.

Sementara itu Ketua Komite IV DPD Cholid Mahmud mengatakan DPD sebenarnya sudah memiliki usulan perubahan terhadap UU No 33 Tahun 2004 tersebut. Hanya saja, masa periode anggota DPD yang membahas itu sudah berakhir, tetapi revisi terhadap UU itu belum selesai pembahasannya.

"Di DPR, tidak ada prinsip ketika UU yang kemarin belum selesai dilanjutkan, karena orangnya juga mungkin sudah ganti semua, demikian juga dengan pemikirannya. Oleh karena itu, kami harus mulai lagi dari awal untuk perubahan terhadap UU tersebut," ujarnya.

Prinsipnya , lanjut dia, pihaknya akan memperjuangkan agar anggaran untuk daerah itu lebih besar. Dasar logikanya karena kewenangan pemerintah itu sudah banyak di daerahkan, tetapi uangnya masih banyak di pemerintah pusat.

"Padahal prinsipnya uang itu mengikuti fungsi, fungsinya sudah banyak di daerahkan tetapi uangnya lebih banyak di pemerintah pusat. Jadi kami mendorong, meskipun tidak dapat sekaligus, tetapi setahap demi setahap untuk apa-apa saja yang masuk akal semestinya sudah di daerah," ucapnya.

Pada kunjungan tersebut, Cholid juga didampingi sejumlah anggota DPD lainnya, termasuk senator asal Bali AA Ngurah Oka Ratmadi. Sementara dari Pemprov Bali diwakili oleh Sekda Bali Cokorda Ngurah Pemayun, dengan didampingi sejumlah kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait. (WDY)

Pewarta: Oleh Ni Luh Rhismawati

Editor : I Gusti Bagus Widyantara


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014