Denpasar (Antara Bali) - Mantan kepala Adat Segah I Wayan Kawiada didakwa melakukan tindak pidana korupsi dana bantuan sosial dari Pemerintah Kabupaten Karangasem dan Pemerintah Provinsi Bali senilai Rp245 juta.
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa, Jaksa Penuntut Umum Aditya Okto Thohari, mengungkapkan bahwa berdasarkan pemeriksaan dari sejumlah saksi dari para "prajuru" Desa Adat Segah dana Bansos dari Pemkab Karangasem dan Pemprov Bali Rp245 juta tidak digunakan sesuai peruntukkannya.
"Dana itu hanya digunakan terdakwa untuk kegiatan sosial dan keagamaan secara pribadi tanpa mempertanggungjawabkan kepada masyarakat," katanya.
Ia menjelaskan bahwa pada 2007 Kawiada mengajukan permohonan dana bansos kepada Pemkab Karangasem untuk belanja bahan baku sebesar Rp10 juta, 2008 (Rp10 juta) untuk pembanganan tembok Pura Dalem, 2009 (Rp15 juta) untuk pembanguan Pura Kahyangan Tiga, dan 2010 (Rp15 juta) untuk pembangunan Pura Prajapati.
Dari totol pengajuan proposal tersebut Desa Adat Segah memperoleh bantuan dari Pemkab Karangasem sebsar Rp50 juta.
Selanjutnya pengajuan bansos ke Pemprov Bali pada 2007 sebesar Rp40 juta untuk renovasi Pura Puseh, Paraman, dan penataan ruang Desa Adat Segah.
Pada tahun 2008 mengajukan bantuan sebesar Rp50 juta untuk upacara pensucian Ida Betara Pasraman Remaja, penataan Srati Banten, dan upacara di Pura Dalem.
Kemudian pada 2009 mengajukan dana sebesar Rp50 juta untuk pembangunan hiasan di Pura Dalem dan Pasraman lalu pada 2010 mengajukan bantuan sebesar Rp15 juta untuk pembanguan Pura Mrajapati.
Dari pengajuan bantuan tersebut tidak ada satu pun program yang terealisasi, namun laporan pertanggungjawabannya dibuat oleh terdakwa.
"Bantuan itu ternyata dugunakan untuk kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial lainnya secara pribadi tanpa menjelaskan kepada masyarakat bahwa dana itu hasil pengajuan bantuan sosial kepada Kabupaten Karangasem dan Pemprov Bali," ujarnya.
Bantuan dana sebesar Rp245 juta itu disimpan di BPD Bali, namun dalam pencairan dan penarikan uang tersebut tidak melalui musyawarah atau sepengetahuan masyarakat Desa Adat Segah.
Pada 17 januari 2013 ditemukan adanya penarikan uang dari rekening BPD Bali tersebut sebesar Rp60 juta tanpa sepengetahuan masyarakat dan pengurus desa adat setempat dan bahkan penggunaannya dianggap tidak jelas.
Selanjutnya Pada 12 september 2013 terdapat penyetoran ke BPD Bali itu sebesar Rp66 juta dari istri terdakwa tanpa dijelaskan untuk apa uang tersebut.
Untuk menindaklajuti penyalahgunaan dana bansos tersebut Pengadilan Tipikor akan memintai keterangan sejumlah saksi pada Rabu (5/11).
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bali perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian uang negara sebesar Rp219.439.000.
Atas kerugian uang negara tersebut, terdakwa dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 4 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tetang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa, Jaksa Penuntut Umum Aditya Okto Thohari, mengungkapkan bahwa berdasarkan pemeriksaan dari sejumlah saksi dari para "prajuru" Desa Adat Segah dana Bansos dari Pemkab Karangasem dan Pemprov Bali Rp245 juta tidak digunakan sesuai peruntukkannya.
"Dana itu hanya digunakan terdakwa untuk kegiatan sosial dan keagamaan secara pribadi tanpa mempertanggungjawabkan kepada masyarakat," katanya.
Ia menjelaskan bahwa pada 2007 Kawiada mengajukan permohonan dana bansos kepada Pemkab Karangasem untuk belanja bahan baku sebesar Rp10 juta, 2008 (Rp10 juta) untuk pembanganan tembok Pura Dalem, 2009 (Rp15 juta) untuk pembanguan Pura Kahyangan Tiga, dan 2010 (Rp15 juta) untuk pembangunan Pura Prajapati.
Dari totol pengajuan proposal tersebut Desa Adat Segah memperoleh bantuan dari Pemkab Karangasem sebsar Rp50 juta.
Selanjutnya pengajuan bansos ke Pemprov Bali pada 2007 sebesar Rp40 juta untuk renovasi Pura Puseh, Paraman, dan penataan ruang Desa Adat Segah.
Pada tahun 2008 mengajukan bantuan sebesar Rp50 juta untuk upacara pensucian Ida Betara Pasraman Remaja, penataan Srati Banten, dan upacara di Pura Dalem.
Kemudian pada 2009 mengajukan dana sebesar Rp50 juta untuk pembangunan hiasan di Pura Dalem dan Pasraman lalu pada 2010 mengajukan bantuan sebesar Rp15 juta untuk pembanguan Pura Mrajapati.
Dari pengajuan bantuan tersebut tidak ada satu pun program yang terealisasi, namun laporan pertanggungjawabannya dibuat oleh terdakwa.
"Bantuan itu ternyata dugunakan untuk kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial lainnya secara pribadi tanpa menjelaskan kepada masyarakat bahwa dana itu hasil pengajuan bantuan sosial kepada Kabupaten Karangasem dan Pemprov Bali," ujarnya.
Bantuan dana sebesar Rp245 juta itu disimpan di BPD Bali, namun dalam pencairan dan penarikan uang tersebut tidak melalui musyawarah atau sepengetahuan masyarakat Desa Adat Segah.
Pada 17 januari 2013 ditemukan adanya penarikan uang dari rekening BPD Bali tersebut sebesar Rp60 juta tanpa sepengetahuan masyarakat dan pengurus desa adat setempat dan bahkan penggunaannya dianggap tidak jelas.
Selanjutnya Pada 12 september 2013 terdapat penyetoran ke BPD Bali itu sebesar Rp66 juta dari istri terdakwa tanpa dijelaskan untuk apa uang tersebut.
Untuk menindaklajuti penyalahgunaan dana bansos tersebut Pengadilan Tipikor akan memintai keterangan sejumlah saksi pada Rabu (5/11).
Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Bali perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian uang negara sebesar Rp219.439.000.
Atas kerugian uang negara tersebut, terdakwa dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 jo Pasal 4 jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tetang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah menjadi UU No 20 Tahun 2001. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014