Denpasar (Antara Bali) - Mantan Rektor Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Prof Dr I Made Titib, mengaku tidak tahu ada kasus penyimpangan proyek di kampusnya.

"Saya awalnya tidak tahu. Penyimpangan ini saya tahu ketika dipanggil kejaksaan," kata Titib dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Kamis.

Ia mengaku sangat percaya terhadap semua anak buahnya sehingga semuanya dibiarkan berjalan seperti biasa.

Namun, ketika jaksa penuntut umum menanyakan penandatangan surat keputusan pembentukan panitia proyek, Titib mengakui hal itu, tetapi tidak membaca secara detail. "Semua berkas itu sudah disiapkan staf saya dan saya tinggal tanda tangan saja," ujarnya.

Selain itu, Titib juga membantah mendapat fee sebesar Rp75 juta. "Itu bukan jatah, tetapi saya meminjam dan sudah saya kembalikan," ujarnya.

Dalam keterangannya itu Titib mengaku mengenal Praptini (terdakwa kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di IHDN Denpasar) sejak lama dan mengaku tidak tahu sifatnya yang sering melakukan penyimpangan.

Sementara itu, dia mengaku sangat menyesal dengan kejadian itu karena tidak teliti dengan tugas dan tanggungjawabnya sehingga mengancam dirinya sendiri.

Kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di IHDN itu berawal dari penyidikan Kejati Bali terkait dugaan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa di IHDN tahun 2011 dan dikuatkan dengan temuan Kementerian Agama RI yang merilis 10 temuan di IHDN Denpasar berdasarkan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 10/S/VII-XVIII/03/2013 tanggal 13 Maret 2013.

Dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa di kampus IHDN Denpasar menjerat lima orang tersangka yaitu Prof I Made Titib (mantan rektor), Ir Wayan Sudiyasa, Ni Putu Indera Martini, Drs I Nyoman Suweca, dan Dr Praptini yang didakwa dengan dua pasal tuntutan primair dan subsidair.

Pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Junto pasal 64 (1) KUHP.

Kasus tersebut telah mengakibatkan memburuknya citra lembaga IHDN dan merugikan negara sebesar Rp4,8 miliar. (WRA) 

Pewarta: Oleh Wira Suryantala

Editor : I Gede Wira Suryantala


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014