Denpasar (Antara Bali) - Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar segera menyiapkan Program Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI), yakni kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi untuk menyetarakan para dosen.
"Penyetaraan itu untuk menyandingkan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dengan bidang pelatihan serta pengalaman kerja dalam bagi para dosen," kata Rektor ISI Denpasar Dr. I Gede Arya Sugiartha S.S.Kar M.Hum di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan sekema pengakuan kemampuan kerja itu disesuaikan dengan struktur di berbagai sektor pekerjaan, sehingga setelah KKNI ditetapkan, seorang seniman yang hebat, meskipun tidak pernah mengenyam pendidikan formal, dapat diberi kualifikasi setara dengan magister atau doktor.
Dengan demikian seniman bersangkutan berhak untuk mengajar di perguruan tinggi sesuai bidang keahliannya. Program tersebut mendapat sambutan baik, karena banyak seniman Bali yang pantas diberi kualifikasi sesuai dengan bidang keahliannya, ujar Arya Sugiartha.
Arya Sugiartha mencontohkan I Nyoman Mandra, seniman seni lukis gaya Kamasan, Kabupaten Klungkung, misalnya mempunyai kemampuan yang luar biasa sehingga sangat berjasa dalam mengembangkan dan melestarikan lukisan khas tersebut.
Jiwa seni yang diwarisi masyarakat Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung, Bali, itu diwariskan kembali kepada anak cucunya, sehingga lukisan klasik Bali atau yang lebih dikenal lukisan gaya kamasan itu tetap lestari, diwarisi satu generasi ke generasi berikutnya.
Lukisan tradisional Kamasan sering dijadikan contoh ketahanan budaya tradisional Bali dalam menghadapi globalisasi dan munculnya bentuk-bentuk seni dan budaya material baru dengan identitas tradisional yang kuat.
Lukisan Kamasan hingga kini tetap mempertahankan fungsi sosial dan keagamaan yang penting dalam budaya lokal. Demikian pula lukisan klasik Kamasan memiliki sejarah interaksi antara agen-agen global dan lokal yang telah menghasilkan lukisan yang beredar di luar daerah setempat.
Untuk itu, ISI Denpasar pernah memberikan penghargaan "Ciwa Nataraja" kepada I Nyoman Mandra dan I Made Keranca, seniman pengabdi seni kakebyaran di Kabupaten Buleleng, Bali Utara.
Kedua maestro itu sering dijadikan nara sumber oleh mahasiswa ISI yang melakukan penelitian dan pengkajian oleh mahasiswa ISI Denpasar.
Dengan adanya Program KKNI Maestro yang demikian itu bisa menjadi dosen di lembaga pendidikan tinggi dalam melakukan pelatihan di lapangan, bukan teori di dalam ruang kuliah, ujar Arya Sugiartha. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Penyetaraan itu untuk menyandingkan dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dengan bidang pelatihan serta pengalaman kerja dalam bagi para dosen," kata Rektor ISI Denpasar Dr. I Gede Arya Sugiartha S.S.Kar M.Hum di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan sekema pengakuan kemampuan kerja itu disesuaikan dengan struktur di berbagai sektor pekerjaan, sehingga setelah KKNI ditetapkan, seorang seniman yang hebat, meskipun tidak pernah mengenyam pendidikan formal, dapat diberi kualifikasi setara dengan magister atau doktor.
Dengan demikian seniman bersangkutan berhak untuk mengajar di perguruan tinggi sesuai bidang keahliannya. Program tersebut mendapat sambutan baik, karena banyak seniman Bali yang pantas diberi kualifikasi sesuai dengan bidang keahliannya, ujar Arya Sugiartha.
Arya Sugiartha mencontohkan I Nyoman Mandra, seniman seni lukis gaya Kamasan, Kabupaten Klungkung, misalnya mempunyai kemampuan yang luar biasa sehingga sangat berjasa dalam mengembangkan dan melestarikan lukisan khas tersebut.
Jiwa seni yang diwarisi masyarakat Desa Kamasan, Kabupaten Klungkung, Bali, itu diwariskan kembali kepada anak cucunya, sehingga lukisan klasik Bali atau yang lebih dikenal lukisan gaya kamasan itu tetap lestari, diwarisi satu generasi ke generasi berikutnya.
Lukisan tradisional Kamasan sering dijadikan contoh ketahanan budaya tradisional Bali dalam menghadapi globalisasi dan munculnya bentuk-bentuk seni dan budaya material baru dengan identitas tradisional yang kuat.
Lukisan Kamasan hingga kini tetap mempertahankan fungsi sosial dan keagamaan yang penting dalam budaya lokal. Demikian pula lukisan klasik Kamasan memiliki sejarah interaksi antara agen-agen global dan lokal yang telah menghasilkan lukisan yang beredar di luar daerah setempat.
Untuk itu, ISI Denpasar pernah memberikan penghargaan "Ciwa Nataraja" kepada I Nyoman Mandra dan I Made Keranca, seniman pengabdi seni kakebyaran di Kabupaten Buleleng, Bali Utara.
Kedua maestro itu sering dijadikan nara sumber oleh mahasiswa ISI yang melakukan penelitian dan pengkajian oleh mahasiswa ISI Denpasar.
Dengan adanya Program KKNI Maestro yang demikian itu bisa menjadi dosen di lembaga pendidikan tinggi dalam melakukan pelatihan di lapangan, bukan teori di dalam ruang kuliah, ujar Arya Sugiartha. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014