Denpasar (Antara Bali) - Klub layang-layang dari belasan negara telah memberikan konfirmasi kesertaan pada festival budaya yang dijadwalkan berlangsung 4-8 Agustus 2010 di kawasan Pantai Sanur, Denpasar, Bali.
"Satu negara ada yang mengirim sampai tiga klub sedangkan peserta dari berbagai kota dan lokal Bali mencapai ratusan kelompok," kata Kadek Dwi Armika, koordinator festival layang-layang pada Sanur Village Festival (SVF) 2010 di Denpasar, Minggu.
Kelompok penggemar dan profesional pemain layang-layang tersebut di antaranya berasal dari Prancis, China, Jepang, Thailnd, Filipina, Korea, Malaysia, Singapura, Selandia Baru, Belanda, Inggris, Australia dan Swedia.
Sedangkan dari Amerika Serikat masih menunggu kepastian untuk mendapatkan tiket penerbangan melalui Singapura. Demikian pula dari India juga masih berupaya untuk mendapatkan tiket penerbangan. "Saat ini arus wisatawan dunia cukup tinggi, sehingga sebagian masih dihadapkan kesulitan tiket pesawat," ujarnya.
Dwi Armika yang tengah menangani kegiatan tahunan "Bali Kite Festival" diikuti 732 peserta di Pantai Sanur, berharap dua klub dari Amerika Serikat maupun yang asal India, berhasil mendapatkan tiket penerbangan.
"Semakin banyak klub dan jumlah negara yang berpartisipasi, maka akan menambah variasi dan jenis layang-layang yang bakal mengudara, sehingga suasana SVF bakal tambah semarak," ucapnya.
Dari Prancis akan datang dua klub, Jakarta mengirim tiga kelompok, selain peminat asal beberapa kota seperti Bandung, Surabaya dan Malang. Ratusan kelompok dari Bali juga tengah menyiapkan berbagai jenis layang-layang tradisional.
Menurut Dwi Armika, untuk peserta kompetisi layang-layang tradisional Bali, dikenakan biaya pendaftaran Rp35 ribu per layang-layang yang turut dilombakan. Sedangkan peserta lainnya, termasuk internasional digratiskan.
Hal itu mengingat tujuan kompetisi sekaligus untuk membangkitkan semangat dan kreativitas penggemar layang-layang daerah, dengan disediakan hadiah uang pembinaan total senilai Rp35 juta untuk berbagai kategori, disamping akan diberikan tropi dan cindera mata.
Jenis layang-layang tradisional yang dilombakan meliputi "jangan" dengan filosofi naga, "cucukan" dua sudut bermakna lambang Dewa Siwa, "bebean" dua dimensi, kreasi baru dua dan tiga dimensi.
Selain itu jenis terbang malam, lomba sunari dan indekan yang dilengkapi baling-baling yang memuculkan bunyi sperti pesawat. Kemudian kategori "sport kite", yakni layangan olah raga yang meliputi banyak permainan seperti sambit-sambitan.
Pada "Kite Festival" kali ini juga diselenggarakan lomba fotografi dengan obyek layang-layang yang ditampilkan. Lomba untuk umum itu juga disediakan hadiah khusus sebagai perangsang bagi para fotografer.
"Kami berharap festival layang-layang nanti dapat meningkatkan motivasi masyarakat guna terus menumbuhkembangkan kreativitas dalam penciptaan layang-layang. Ini sebagai salah satu daya tarik pariwisata kita," ujar Dwi Armika.
Dijelaskan bahwa Sanur telah dikenal sebagai barometer layang-layang di dunia, karena sudah sejak 32 tahun lalu menjadi tempat penyelenggaraan "Bali Kite Festival".
"Kita memiliki histori dan potensi dalam bidang pengembangan layang-layang yang mengandung filosofi kehidupan. Hal itu perlu terus kita tumbuhkembangkan melalui pembinaan peminat dari kalangan generasi muda," tambahnya.
Menurut Ketua Panitia SVF 2010 Ida Bagus Gede Sidharta Putra, Sanur dikenal dengan tradisi layang-layang, sebagai wujud kegembiraan masyarakat saat musim panen yang didukung kondisi angin pantai yang kencang.
"Mengibarkan layang-layang di angkasa sudah menjadi identas Desa Sanur. Festival layang-layang yang sudah digelar sejak SVF pertama tahun 2006 dan selalu mendapat respons luar biasa dari penghobi lokal, nasional maupun internasional," ujarnya.
Pengunjung bukan saja ditunjukkan keindahan gerak layang-layang di angkasa, namun bagaimana sekumpulan orang yang menerbangkannya dituntut memiliki kebersamaan. "Mereka dipandu oleh alunan musik tradisonal seperti baleganjur yang terasa menyatu, ditandai penuh keriangan," tutur Gusde, panggilan Ida Bagus Sidharta Putra. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010
"Satu negara ada yang mengirim sampai tiga klub sedangkan peserta dari berbagai kota dan lokal Bali mencapai ratusan kelompok," kata Kadek Dwi Armika, koordinator festival layang-layang pada Sanur Village Festival (SVF) 2010 di Denpasar, Minggu.
Kelompok penggemar dan profesional pemain layang-layang tersebut di antaranya berasal dari Prancis, China, Jepang, Thailnd, Filipina, Korea, Malaysia, Singapura, Selandia Baru, Belanda, Inggris, Australia dan Swedia.
Sedangkan dari Amerika Serikat masih menunggu kepastian untuk mendapatkan tiket penerbangan melalui Singapura. Demikian pula dari India juga masih berupaya untuk mendapatkan tiket penerbangan. "Saat ini arus wisatawan dunia cukup tinggi, sehingga sebagian masih dihadapkan kesulitan tiket pesawat," ujarnya.
Dwi Armika yang tengah menangani kegiatan tahunan "Bali Kite Festival" diikuti 732 peserta di Pantai Sanur, berharap dua klub dari Amerika Serikat maupun yang asal India, berhasil mendapatkan tiket penerbangan.
"Semakin banyak klub dan jumlah negara yang berpartisipasi, maka akan menambah variasi dan jenis layang-layang yang bakal mengudara, sehingga suasana SVF bakal tambah semarak," ucapnya.
Dari Prancis akan datang dua klub, Jakarta mengirim tiga kelompok, selain peminat asal beberapa kota seperti Bandung, Surabaya dan Malang. Ratusan kelompok dari Bali juga tengah menyiapkan berbagai jenis layang-layang tradisional.
Menurut Dwi Armika, untuk peserta kompetisi layang-layang tradisional Bali, dikenakan biaya pendaftaran Rp35 ribu per layang-layang yang turut dilombakan. Sedangkan peserta lainnya, termasuk internasional digratiskan.
Hal itu mengingat tujuan kompetisi sekaligus untuk membangkitkan semangat dan kreativitas penggemar layang-layang daerah, dengan disediakan hadiah uang pembinaan total senilai Rp35 juta untuk berbagai kategori, disamping akan diberikan tropi dan cindera mata.
Jenis layang-layang tradisional yang dilombakan meliputi "jangan" dengan filosofi naga, "cucukan" dua sudut bermakna lambang Dewa Siwa, "bebean" dua dimensi, kreasi baru dua dan tiga dimensi.
Selain itu jenis terbang malam, lomba sunari dan indekan yang dilengkapi baling-baling yang memuculkan bunyi sperti pesawat. Kemudian kategori "sport kite", yakni layangan olah raga yang meliputi banyak permainan seperti sambit-sambitan.
Pada "Kite Festival" kali ini juga diselenggarakan lomba fotografi dengan obyek layang-layang yang ditampilkan. Lomba untuk umum itu juga disediakan hadiah khusus sebagai perangsang bagi para fotografer.
"Kami berharap festival layang-layang nanti dapat meningkatkan motivasi masyarakat guna terus menumbuhkembangkan kreativitas dalam penciptaan layang-layang. Ini sebagai salah satu daya tarik pariwisata kita," ujar Dwi Armika.
Dijelaskan bahwa Sanur telah dikenal sebagai barometer layang-layang di dunia, karena sudah sejak 32 tahun lalu menjadi tempat penyelenggaraan "Bali Kite Festival".
"Kita memiliki histori dan potensi dalam bidang pengembangan layang-layang yang mengandung filosofi kehidupan. Hal itu perlu terus kita tumbuhkembangkan melalui pembinaan peminat dari kalangan generasi muda," tambahnya.
Menurut Ketua Panitia SVF 2010 Ida Bagus Gede Sidharta Putra, Sanur dikenal dengan tradisi layang-layang, sebagai wujud kegembiraan masyarakat saat musim panen yang didukung kondisi angin pantai yang kencang.
"Mengibarkan layang-layang di angkasa sudah menjadi identas Desa Sanur. Festival layang-layang yang sudah digelar sejak SVF pertama tahun 2006 dan selalu mendapat respons luar biasa dari penghobi lokal, nasional maupun internasional," ujarnya.
Pengunjung bukan saja ditunjukkan keindahan gerak layang-layang di angkasa, namun bagaimana sekumpulan orang yang menerbangkannya dituntut memiliki kebersamaan. "Mereka dipandu oleh alunan musik tradisonal seperti baleganjur yang terasa menyatu, ditandai penuh keriangan," tutur Gusde, panggilan Ida Bagus Sidharta Putra. (*)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010