Denpasar (Antara Bali) - Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Dr I Nyoman Astita, MA mengatakan pemahaman nilai-nilai etos Ramayana dari naskah ke bentuk seni pertunjukkan dalam bentuk sendratari membawa perubahan yang cukup besar.
"Perubahan tersebut merupakan proses transformasi dari struktur primer ke sturktur sekunder melalui bahasa dramatik-emosional yang bersifat khusus," kata I Nyoman Astita, dosen Fakultas Seni Pertunjukkan ISI Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan karakteristik perubahan kebudayaan cenderung bersifat lamban atau sebaliknya bersifat reaktif sehingga pengamatan terhadap transformasi budaya dan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat sering terlewatkan.
Dalam konteks "Cultural Studies" pandangan teoritis dan pendekatan transformasi menjadi salah satu alternatif yang perlu dikembangkan sebagai pendekatan komparatif.
Nyoman Astita alumnus S-3 Kajian Budaya Unud menambahkan, upaya dan pendekatan tersebut mampu memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
Untuk mencapai sasaran penelitian dengan perspektif yang lebih spesifik diharapkan melakukan partisipasi keterlibatan langsung dengan objek kajian sehingga dapat menyelami permasalahan.
Demikian pula masyarakat diharapkan dapat mengambil manfaat dari hasil kajian "Cultural Studies" dalam upaya mempertahankan dan memberdayakan nlai-nilai budaya lokal agar tidak tergerus oleh modernisasi dan globalisasi.
Astita menambahkan, nilai-nilai intrinsik Epos Ramayana maupun Kakawin Ramayana yang diadopsi masyarakat Bali sebagai tuntunan moral untuk mencapai kehidupan sejahtera, damai dan harmonis.
Epos Ramayana dan Kakawin Ramayana hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai kearifan lokal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Astita menambahkan tradisi Ramayana di Bali merupakan praktek-praktek hegemoni untuk melestarikan kebudayaan tradisional dan membentuk etos kerja yang diwarnai oleh sifat-sifat santun, toleransi dan mengutamakan kepentingan orang banyak.
Satuan-satuan naratif Kakawin Ramayana yang diterapkan ke dalam Sendratari Ramayana Bali menghasilkan makna tekstual yang terintegrasi antara agama, prilaku spsial dan kreativitas, Nyoman Astita. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Perubahan tersebut merupakan proses transformasi dari struktur primer ke sturktur sekunder melalui bahasa dramatik-emosional yang bersifat khusus," kata I Nyoman Astita, dosen Fakultas Seni Pertunjukkan ISI Denpasar, Sabtu.
Ia mengatakan karakteristik perubahan kebudayaan cenderung bersifat lamban atau sebaliknya bersifat reaktif sehingga pengamatan terhadap transformasi budaya dan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat sering terlewatkan.
Dalam konteks "Cultural Studies" pandangan teoritis dan pendekatan transformasi menjadi salah satu alternatif yang perlu dikembangkan sebagai pendekatan komparatif.
Nyoman Astita alumnus S-3 Kajian Budaya Unud menambahkan, upaya dan pendekatan tersebut mampu memperkaya khasanah ilmu pengetahuan.
Untuk mencapai sasaran penelitian dengan perspektif yang lebih spesifik diharapkan melakukan partisipasi keterlibatan langsung dengan objek kajian sehingga dapat menyelami permasalahan.
Demikian pula masyarakat diharapkan dapat mengambil manfaat dari hasil kajian "Cultural Studies" dalam upaya mempertahankan dan memberdayakan nlai-nilai budaya lokal agar tidak tergerus oleh modernisasi dan globalisasi.
Astita menambahkan, nilai-nilai intrinsik Epos Ramayana maupun Kakawin Ramayana yang diadopsi masyarakat Bali sebagai tuntunan moral untuk mencapai kehidupan sejahtera, damai dan harmonis.
Epos Ramayana dan Kakawin Ramayana hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai kearifan lokal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Astita menambahkan tradisi Ramayana di Bali merupakan praktek-praktek hegemoni untuk melestarikan kebudayaan tradisional dan membentuk etos kerja yang diwarnai oleh sifat-sifat santun, toleransi dan mengutamakan kepentingan orang banyak.
Satuan-satuan naratif Kakawin Ramayana yang diterapkan ke dalam Sendratari Ramayana Bali menghasilkan makna tekstual yang terintegrasi antara agama, prilaku spsial dan kreativitas, Nyoman Astita. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014