Denpasar (Antara Bali) - Pemerintah Provinsi Bali menargetkan pendapatan bersih setiap petani di Pulau Dewata itu dalam setahun hingga 2018 dapat mencapai Rp18 juta atau naik dua kali lipat dibandingkan rata-rata pendapatan setiap petani pada 2009 sebesar Rp9 juta.
"Hal itu sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Bali 2013-2018. Petani yang dimaksud itu secara umum, baik yang mengelola lahan sawah, lahan kering, peternak, hingga nelayan," kata Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnu Ardhana di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, pendapatan setiap petani di Bali per tahun sampai saat ini sekitar Rp12 juta berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. "Mudah-mudahan dalam jangka waktu empat tahun, target tersebut bisa diwujudkan," ujarnya.
Wisnu Ardhana berpandangan salah satu upaya untuk mencapai target tersebut dengan perbaikan pemasaran supaya harga jual produk petani bisa diperbaiki.
"Kendala utama peningkatan pendapatan petani, khususnya untuk produk holtikultura adalah dari sisi pemasaran, walaupun sesungguhnya pasar cukup luas dan produknya banyak," ucapnya.
Oleh karena itu, pihaknya secara berkala mengadakan temu usaha kemitraan holtilkultura sebagai upaya meningkatkan posisi tawar petani. Dalam pertemuan itu diundang pihak swalayan, pengguna produk lainnya, dan para pedagang besar yang dipertemukan langsung dengan para kelompok tani sehingga margin bisa diperpendek.
"Harapan kami, upaya kemitraan semacam itu dapat terus berlanjut sehingga pada saat panen raya produk petani bisa diserap sesuai jumlah produksi dengan harga yang layak," ucapnya.
Di sisi lain, Wisnu Ardhana mengatakan beberapa perda Provinsi Bali yang sudah ketok palu sesungguhnya ditujukan untuk memberikan perlindungan dan keberpihakan pada petani seperti Perda Perlindungan dan Pemanfaatan Buah Lokal, maupun Perda Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM.
"Terkait dengan usulan Perda Perlindungan Petani yang diusulkan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali itu masih perlu dikaji sehingga tidak tumpang tindih dengan perda yang sudah ada," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Hal itu sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Bali 2013-2018. Petani yang dimaksud itu secara umum, baik yang mengelola lahan sawah, lahan kering, peternak, hingga nelayan," kata Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali Ida Bagus Wisnu Ardhana di Denpasar, Kamis.
Menurut dia, pendapatan setiap petani di Bali per tahun sampai saat ini sekitar Rp12 juta berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. "Mudah-mudahan dalam jangka waktu empat tahun, target tersebut bisa diwujudkan," ujarnya.
Wisnu Ardhana berpandangan salah satu upaya untuk mencapai target tersebut dengan perbaikan pemasaran supaya harga jual produk petani bisa diperbaiki.
"Kendala utama peningkatan pendapatan petani, khususnya untuk produk holtikultura adalah dari sisi pemasaran, walaupun sesungguhnya pasar cukup luas dan produknya banyak," ucapnya.
Oleh karena itu, pihaknya secara berkala mengadakan temu usaha kemitraan holtilkultura sebagai upaya meningkatkan posisi tawar petani. Dalam pertemuan itu diundang pihak swalayan, pengguna produk lainnya, dan para pedagang besar yang dipertemukan langsung dengan para kelompok tani sehingga margin bisa diperpendek.
"Harapan kami, upaya kemitraan semacam itu dapat terus berlanjut sehingga pada saat panen raya produk petani bisa diserap sesuai jumlah produksi dengan harga yang layak," ucapnya.
Di sisi lain, Wisnu Ardhana mengatakan beberapa perda Provinsi Bali yang sudah ketok palu sesungguhnya ditujukan untuk memberikan perlindungan dan keberpihakan pada petani seperti Perda Perlindungan dan Pemanfaatan Buah Lokal, maupun Perda Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM.
"Terkait dengan usulan Perda Perlindungan Petani yang diusulkan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Bali itu masih perlu dikaji sehingga tidak tumpang tindih dengan perda yang sudah ada," ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014