Denpasar (Antara Bali) - Pengamat politik dari Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasa, Dr. Nyoman Subanda menilai pemilih cukup antusias mendatangi tempat pemungutan suara(TPS) untuk menyalurkan aspirasinya, namun tidak mempunyai pilihan caleg maupun partai yang akan dicoblos.
"Mereka justru baru menanyakan atau mendiskusikan caleg atau parpol mana bagus untuk dicoblos," kata Nyoman Subanda yang memantau sejumlah TPS di Kota Denpasar dan sekitarnya, Rabu.
Ia mengatakan banyak pemilih tidak mempunyai andalan caleg atau partai yang dijagokan dan sangat tergantung dari informasi yang diperoleh dalam waktu singkat itu.
Namun kondisi itu masih jauh lebih baik dibanding masuk golongan putih (gotput) yang tidak datang ke TPS dan tidak pula menyalurkan aspirasinya.
Nyoman Subanda melihat antusias masyarakat untuk menyalurkan aspirasi ke TPS cukup tinggi, termasuk di komunitas-komunitas masyarakat pendatang.
Mekipun demikian isu jual beli suara cukup merebak yang hampir terjadi di delapan Kabupupaten dan satu kota di Bali.
Ia menilai dalam pelaksanaan Pemilu potensi kecurangan dan konplik ada di tingkat TPS akibat beratnya bersaingan di tingkat internal partai.
"Kerawanan dalam internal partai itu dipicu oleh politik uang," ujar Subanda.
Sementara Ketua Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali Ketut Rudia mengaku sangat prihatin terhadap laporan masyarakat adanya jual beli suara bahkan bisa mencapai Rp400.000 per suara.
Laporan masyarakat itu segera ditindaklanjuti dengan melakukan pengecekan untuk mendapatkan data yang lebih akurat.
"Ibarat pencuri caleg mencari kesempatan dengan melakukan Politik uang saat pengawas lengah. Untuk itu laporan masyarakat sangat diharapkan dan pihaknya segera menindaklanjuti," ujar Ketut Rudia yang mengaku melakukan pemantauan itu di Kabupaten Bangli hingga Rabu dinihari.
Seluruh anggota Bawaslu melakukan pemantauan yang tersebar ke delapan kabupaten di Bali serta mengadakan komuniasi yang baik dengan Bawaslu kabupaten/kota, ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Mereka justru baru menanyakan atau mendiskusikan caleg atau parpol mana bagus untuk dicoblos," kata Nyoman Subanda yang memantau sejumlah TPS di Kota Denpasar dan sekitarnya, Rabu.
Ia mengatakan banyak pemilih tidak mempunyai andalan caleg atau partai yang dijagokan dan sangat tergantung dari informasi yang diperoleh dalam waktu singkat itu.
Namun kondisi itu masih jauh lebih baik dibanding masuk golongan putih (gotput) yang tidak datang ke TPS dan tidak pula menyalurkan aspirasinya.
Nyoman Subanda melihat antusias masyarakat untuk menyalurkan aspirasi ke TPS cukup tinggi, termasuk di komunitas-komunitas masyarakat pendatang.
Mekipun demikian isu jual beli suara cukup merebak yang hampir terjadi di delapan Kabupupaten dan satu kota di Bali.
Ia menilai dalam pelaksanaan Pemilu potensi kecurangan dan konplik ada di tingkat TPS akibat beratnya bersaingan di tingkat internal partai.
"Kerawanan dalam internal partai itu dipicu oleh politik uang," ujar Subanda.
Sementara Ketua Badan Pengawas Pemilu Provinsi Bali Ketut Rudia mengaku sangat prihatin terhadap laporan masyarakat adanya jual beli suara bahkan bisa mencapai Rp400.000 per suara.
Laporan masyarakat itu segera ditindaklanjuti dengan melakukan pengecekan untuk mendapatkan data yang lebih akurat.
"Ibarat pencuri caleg mencari kesempatan dengan melakukan Politik uang saat pengawas lengah. Untuk itu laporan masyarakat sangat diharapkan dan pihaknya segera menindaklanjuti," ujar Ketut Rudia yang mengaku melakukan pemantauan itu di Kabupaten Bangli hingga Rabu dinihari.
Seluruh anggota Bawaslu melakukan pemantauan yang tersebar ke delapan kabupaten di Bali serta mengadakan komuniasi yang baik dengan Bawaslu kabupaten/kota, ujarnya. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014