Jakarta (Antara Bali) - Mahkamah Konstitusi memutuskan membatalkan frasa "empat pilar
berbangsa dan bernegara" yang terkandung dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
"Frasa 'empat pilar berbangsa dan bernegara' yaitu yang terkandung dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a UU Partai Politik bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Kamis.
Dalam pertimbangannya, secara konstitusional Pembukaan UUD 1945 tersebut mendudukkan hal yang terkandung di dalam Pancasila adalah sebagai dasar negara.
"Sebagai dasar negara, Pancasila secara normatif harus menjadi fundamen penyelenggaraan Pemerintahan Negara Indonesia yang berfungsi memberikan perlindungan, penyejahteraan, pencerdasan, dan berpartisipasi dalam ketertiban dunia sebagaimana diuraikan di muka," kata Fadlil, saat membacakan pertimbangan hukumnya.
Menurut Mahkamah, pendidikan politik berbangsa dan bernegara tidak hanya terbatas pada keempat pilar tersebut, melainkan masih banyak aspek lainnya yang penting, antara lain, negara hukum, kedaulatan rakyat, wawasan nusantara, ketahanan nasional, dan lain sebagainya.
"Oleh karena itu, dalam melakukan pendidikan politik, partai politik harus juga melakukan pendidikan politik terhadap berbagai aspek penting dalam berbangsa dan bernegara tersebut," katanya.
Fadlil mengatakan bahwa menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar selain mendudukkan sama dan sederajat dengan pilar yang lain, juga akan menimbulkan kekacauan epistimologis, ontologis, dan aksiologis sebagaimana diuraikan di atas.
"Pancasila memiliki kedudukan yang tersendiri dalam kerangka berpikir bangsa dan negara Indonesia berdasarkan konstitusi yaitu di samping sebagai dasar negara, juga sebagai dasar filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, cita hukum negara, dan sebagainya," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar dapat mengaburkan posisi Pancasila dalam makna yang demikian itu.
Kuasa Hukum pemohon, TM Lutfie Yazid, menyambut baik putusan MK yang menempatkan kembali Pancasila sebagai dasar negara, bukan lagi sebagai salah satu pilar berbangsa dan bernegara.
"Empat pilar sudah Innalillah (tamat). Ngak boleh lagi bilang Pancasila jadi pilar, dan tidak ada lagi pakai APBN untuk sosialisi empat pilar," kata Yazid, usai mengikuti sidang di MK.
"Ke depan jangan terulang lagi kekuatan untuk mengotak-atik Pancasila," harapnya.
Pengujian UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) terkait Pancasila pilar kebangsaan yang dimohonkan sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar).
Mereka menguji Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol yang menyatakan parpol wajib mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yang menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilarnya sejajar dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Pemohon menilai pasal itu menimbulkan ketidakpastian hukum karena menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan yang sejajar dengan Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pancasila sebagai the guiding principle telah digerus dan mengalami erosi sedemikian rupa hanya demi pragmatism para legislator yang tidak memiliki visi utuh tentang Pancasila, UUD 1945, Indonesia.
Pemohon menegaskan bahwa memasukkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan tak hanya melawan fakta sejarah dan menghianati para pendiri bangsa ini, tetapi juga bisa meruntuhkan/merobohkan bangsa ini. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
"Frasa 'empat pilar berbangsa dan bernegara' yaitu yang terkandung dalam Pasal 34 ayat (3b) huruf a UU Partai Politik bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Kamis.
Dalam pertimbangannya, secara konstitusional Pembukaan UUD 1945 tersebut mendudukkan hal yang terkandung di dalam Pancasila adalah sebagai dasar negara.
"Sebagai dasar negara, Pancasila secara normatif harus menjadi fundamen penyelenggaraan Pemerintahan Negara Indonesia yang berfungsi memberikan perlindungan, penyejahteraan, pencerdasan, dan berpartisipasi dalam ketertiban dunia sebagaimana diuraikan di muka," kata Fadlil, saat membacakan pertimbangan hukumnya.
Menurut Mahkamah, pendidikan politik berbangsa dan bernegara tidak hanya terbatas pada keempat pilar tersebut, melainkan masih banyak aspek lainnya yang penting, antara lain, negara hukum, kedaulatan rakyat, wawasan nusantara, ketahanan nasional, dan lain sebagainya.
"Oleh karena itu, dalam melakukan pendidikan politik, partai politik harus juga melakukan pendidikan politik terhadap berbagai aspek penting dalam berbangsa dan bernegara tersebut," katanya.
Fadlil mengatakan bahwa menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar selain mendudukkan sama dan sederajat dengan pilar yang lain, juga akan menimbulkan kekacauan epistimologis, ontologis, dan aksiologis sebagaimana diuraikan di atas.
"Pancasila memiliki kedudukan yang tersendiri dalam kerangka berpikir bangsa dan negara Indonesia berdasarkan konstitusi yaitu di samping sebagai dasar negara, juga sebagai dasar filosofi negara, norma fundamental negara, ideologi negara, cita hukum negara, dan sebagainya," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar dapat mengaburkan posisi Pancasila dalam makna yang demikian itu.
Kuasa Hukum pemohon, TM Lutfie Yazid, menyambut baik putusan MK yang menempatkan kembali Pancasila sebagai dasar negara, bukan lagi sebagai salah satu pilar berbangsa dan bernegara.
"Empat pilar sudah Innalillah (tamat). Ngak boleh lagi bilang Pancasila jadi pilar, dan tidak ada lagi pakai APBN untuk sosialisi empat pilar," kata Yazid, usai mengikuti sidang di MK.
"Ke depan jangan terulang lagi kekuatan untuk mengotak-atik Pancasila," harapnya.
Pengujian UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol) terkait Pancasila pilar kebangsaan yang dimohonkan sejumlah warga negara yang tergabung dalam Masyarakat Pengawal Pancasila Jogya, Solo, dan Semarang (MPP Joglosemar).
Mereka menguji Pasal 34 ayat (3b) UU Parpol yang menyatakan parpol wajib mensosialisasikan Empat Pilar Kebangsaan yang menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilarnya sejajar dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bhineka Tunggal Ika, dan UUD 1945.
Pemohon menilai pasal itu menimbulkan ketidakpastian hukum karena menempatkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan yang sejajar dengan Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pancasila sebagai the guiding principle telah digerus dan mengalami erosi sedemikian rupa hanya demi pragmatism para legislator yang tidak memiliki visi utuh tentang Pancasila, UUD 1945, Indonesia.
Pemohon menegaskan bahwa memasukkan Pancasila sebagai salah satu pilar kebangsaan tak hanya melawan fakta sejarah dan menghianati para pendiri bangsa ini, tetapi juga bisa meruntuhkan/merobohkan bangsa ini. (WDY)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014