Pria bertubuh tegap berkulit langsat itu terlihat santai mengenakan baju batik warna krem kombinasi celana hitam, yang senantiasa ramah dengan lawan bicaranya.
Sesekali senyum menghiasi bibir pria yang sisiran rambutnya model ke samping cukup rapi, memperlihatnya kerutan dahi sosok yang sudah banyak makan "asam-garam" dalam menampung keluhan masyarakat sekaligus mencarikan solusi yang terbaik.
Umar Ibnu Alkhatab (45), pria kelahiran Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) 25 Juli 1969 adalah Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Bali yang selalu siap menerima keluhan dan pengaduan dari masyarakat Bali.
Keluhan dan pengaduan dari berbagai komponen masyarakat Bali itu tidak sekedar hanya diterima, namun dicarikan solusi yang terbaik dengan merangkul instansi pemerintah dan swasta di Pulau Dewata yang menjadi sumber ketidakpuasan masyarakat itu.
Untuk itu alumnus Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (tamat 1997) serta Fakultas Sosial dan Politik Program Pascasarjana UI Jakarta (tamat 2004) mempunyai kiat-kiat khusus dalam menyelesaikan setiap aduan masyararakat maupun kelompok.
Meskipun sebagian besar aduan dan keluhan masyarakat Bali selama ini dapat dicarikan solusi terbaik, namun suami dari Eri Setiyawti ini tetap merendah, bahwa keberhasilan itu berkat peranserta, kerja keras dan dukungan dari semua pihak.
Ayah dari empat anak ini menyadari bahwa dalam mengemban tugas berat itu sangat mengharapkan bantuan, dukungan dari semua komponen masyarakat dan berbagai pihak lainnya.
Hal yang tidak kalah penting, sosok pria yang mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan tempatnya bekerja itu selalu mengembangkan kreasi dan inovasi tugas sehingga mampu menarik simpati masyarakat, misalnya ia mengembangkan penyelesaian laporan berbasis kabupaten/kota untuk mensiasati minimnya sumber daya yang dimiliki Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bali saat ini.
Untuk itu mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Sastra UGM Yogyakarta (1994-1995) itu tidak jarang menemui warga yang "teraniaya" sekaligus memfasilitasi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan baik.
Terima pengaduan
Umar, sosok pria yang berpenampilan sederhana itu, selama 2013 menerima pengaduan dan keluhan dari 220 pelapor, 164 di antaranya berasal dari Kota Denpasar. Jumlah terlapor di Denpasar ada 44, paling tinggi dibandingkan kabupaten lainnya di Bali, bukan berarti pula di ibukota Provinsi Bali itu tertinggi maladministrasinya.
Jumlah pelapor diklasifikasikan berdasarkan kabupaten/kota dari yang tertinggi yakni di Kota Denpasar (164 pelapor), Kabupaten Tabanan (18), Gianyar (10), Badung (8), Bangli (6), Buleleng (5), Jembrana (4), Klungkung (2), Karangasem (1) dan dari luar Provinsi Bali satu laporan.
Pengaduan itu terkait maladministrasi yang substansinya meliputi penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, permintaan uang, barang, dan jasa, melalaikan kewajiban, tidak profesional, penyalahgunaan wewenang, ketidakjelasan informasi dan sebagainya.
Umar yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Wali Songo Ponorogo Jawa Timur itu berpandangan jumlah pelapor terbanyak dari Kota Denpasar karena memang aksesnya yang terdekat dengan Kantor ORI Bali yang berada di Jalan Diponegoro, Denpasar.
Demikian juga jumlah terlapor mayoritas di Denpasar karena instansi pemerintahan, selain pemerintah kota dari provinsi hingga instansi vertikal pun terpusat di Denpasar.
Sedangkan jumlah terlapor di kabupaten lainnya yakni di Kabupaten Tabanan (33), Badung (29), Buleleng (24), Gianyar (16), Jembrana (15), Bangli (14), Klungkung (11), Karangasem (5). Ada juga sebagai pihak terlapor dari kalangan pemerintah provinsi (13) dan lembaga vertikal (16).
Jumlah laporan masyarakat dominasinya ditujukan kepada pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebanyak 102 laporan, ada juga perguruan tinggi negeri (34), BUMN/BUMD (31), ada juga kepolisian, BPN, kejaksaan dan sebagainya.
"Dengan bertambahnya jumlah laporan yang ditangani Ombudsman Bali ini menunjukkan makin meningkatnya harapan masyarakat terhadap kami. Peran pengawasan Ombusman sudah mampu dirasakan oleh masyarakat sehingga makin banyak yang meminta kontribusi positif kami untuk mengurangi atau menghilangkan ketidakadilan dalam pelayanan publik," tutur Umar yang pernah menjabat Direktur Eksekutif Yayasan Studi Perkotaan Jakarta (2000-2001) dan Kepala Lembaga Penelitian Universitas Flores di Ende (2011-2012).
Dari pengaduan yang diterima tersebut belum semuanya dapat ditindaklanjuti karena keterbatasan SDM, ada 93 laporan yang sudah diklarifikasi, dalam proses (92 laporan), melengkapi data (25), dan 10 laporan bukan wewenang Ombudsman untuk menyelesaikannya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014
Sesekali senyum menghiasi bibir pria yang sisiran rambutnya model ke samping cukup rapi, memperlihatnya kerutan dahi sosok yang sudah banyak makan "asam-garam" dalam menampung keluhan masyarakat sekaligus mencarikan solusi yang terbaik.
Umar Ibnu Alkhatab (45), pria kelahiran Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) 25 Juli 1969 adalah Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Bali yang selalu siap menerima keluhan dan pengaduan dari masyarakat Bali.
Keluhan dan pengaduan dari berbagai komponen masyarakat Bali itu tidak sekedar hanya diterima, namun dicarikan solusi yang terbaik dengan merangkul instansi pemerintah dan swasta di Pulau Dewata yang menjadi sumber ketidakpuasan masyarakat itu.
Untuk itu alumnus Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (tamat 1997) serta Fakultas Sosial dan Politik Program Pascasarjana UI Jakarta (tamat 2004) mempunyai kiat-kiat khusus dalam menyelesaikan setiap aduan masyararakat maupun kelompok.
Meskipun sebagian besar aduan dan keluhan masyarakat Bali selama ini dapat dicarikan solusi terbaik, namun suami dari Eri Setiyawti ini tetap merendah, bahwa keberhasilan itu berkat peranserta, kerja keras dan dukungan dari semua pihak.
Ayah dari empat anak ini menyadari bahwa dalam mengemban tugas berat itu sangat mengharapkan bantuan, dukungan dari semua komponen masyarakat dan berbagai pihak lainnya.
Hal yang tidak kalah penting, sosok pria yang mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan tempatnya bekerja itu selalu mengembangkan kreasi dan inovasi tugas sehingga mampu menarik simpati masyarakat, misalnya ia mengembangkan penyelesaian laporan berbasis kabupaten/kota untuk mensiasati minimnya sumber daya yang dimiliki Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bali saat ini.
Untuk itu mantan Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas Sastra UGM Yogyakarta (1994-1995) itu tidak jarang menemui warga yang "teraniaya" sekaligus memfasilitasi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya dengan baik.
Terima pengaduan
Umar, sosok pria yang berpenampilan sederhana itu, selama 2013 menerima pengaduan dan keluhan dari 220 pelapor, 164 di antaranya berasal dari Kota Denpasar. Jumlah terlapor di Denpasar ada 44, paling tinggi dibandingkan kabupaten lainnya di Bali, bukan berarti pula di ibukota Provinsi Bali itu tertinggi maladministrasinya.
Jumlah pelapor diklasifikasikan berdasarkan kabupaten/kota dari yang tertinggi yakni di Kota Denpasar (164 pelapor), Kabupaten Tabanan (18), Gianyar (10), Badung (8), Bangli (6), Buleleng (5), Jembrana (4), Klungkung (2), Karangasem (1) dan dari luar Provinsi Bali satu laporan.
Pengaduan itu terkait maladministrasi yang substansinya meliputi penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, permintaan uang, barang, dan jasa, melalaikan kewajiban, tidak profesional, penyalahgunaan wewenang, ketidakjelasan informasi dan sebagainya.
Umar yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Wali Songo Ponorogo Jawa Timur itu berpandangan jumlah pelapor terbanyak dari Kota Denpasar karena memang aksesnya yang terdekat dengan Kantor ORI Bali yang berada di Jalan Diponegoro, Denpasar.
Demikian juga jumlah terlapor mayoritas di Denpasar karena instansi pemerintahan, selain pemerintah kota dari provinsi hingga instansi vertikal pun terpusat di Denpasar.
Sedangkan jumlah terlapor di kabupaten lainnya yakni di Kabupaten Tabanan (33), Badung (29), Buleleng (24), Gianyar (16), Jembrana (15), Bangli (14), Klungkung (11), Karangasem (5). Ada juga sebagai pihak terlapor dari kalangan pemerintah provinsi (13) dan lembaga vertikal (16).
Jumlah laporan masyarakat dominasinya ditujukan kepada pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sebanyak 102 laporan, ada juga perguruan tinggi negeri (34), BUMN/BUMD (31), ada juga kepolisian, BPN, kejaksaan dan sebagainya.
"Dengan bertambahnya jumlah laporan yang ditangani Ombudsman Bali ini menunjukkan makin meningkatnya harapan masyarakat terhadap kami. Peran pengawasan Ombusman sudah mampu dirasakan oleh masyarakat sehingga makin banyak yang meminta kontribusi positif kami untuk mengurangi atau menghilangkan ketidakadilan dalam pelayanan publik," tutur Umar yang pernah menjabat Direktur Eksekutif Yayasan Studi Perkotaan Jakarta (2000-2001) dan Kepala Lembaga Penelitian Universitas Flores di Ende (2011-2012).
Dari pengaduan yang diterima tersebut belum semuanya dapat ditindaklanjuti karena keterbatasan SDM, ada 93 laporan yang sudah diklarifikasi, dalam proses (92 laporan), melengkapi data (25), dan 10 laporan bukan wewenang Ombudsman untuk menyelesaikannya. (WRA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2014