Denpasar (Antara Bali) - Ombudsman RI Perwakilan Bali menyatakan masyarakat Pulau Dewata belum optimal menggunakan jasa lembaga itu dalam memecahkan persoalan maladministrasi pelayanan publik.
"Hal itu dapat dilihat dari jumlah laporan yang masuk pada kami dalam semester I/2013 hanya sebanyak 46 laporan. Sekitar 65-70 persen yang berasal dari masyarakat dan selebihnya adalah inisiatif kami sendiri," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali Umar Ibnu Alkhatab, di Denpasar, Kamis.
Menurut dia jika dibandingkan tahun lalu, jumlah laporan itu lebih sedikit. Pada September-Desember 2012 saja ada 38 laporan yang ditangani Ombudsman Bali dan pihaknya berhasil membuktikan maladministrasi yang dilakukan Pemkab Badung terkait penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS).
"Memang jumlah laporan yang masuk tahun lalu dan juga semester I/2013 sangat sedikit dibandingkan dengan maladministrasi pelayanan publik yang cukup tinggi terjadi di Bali," ucapnya didampingi asisten Ombudsman Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti dan Dhuha F Mubarok itu.
Ia mengemukakan, dari 46 laporan itu mekanisme penyampaiannya ada yang datang langsung (14 laporan), surat (2), telepon dan pesan singkat (15) serta inisiatif Ombudsman Bali (15).
Sementara substansi maladministrasi ada yang terkait dengan penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, permintaan uang, barang dan jasa, penyalahgunaan wewenang, diskriminasi, dan lain-lain. Untuk penyelesaiannya ada dilakukan dengan klarifikasi, investigasi dan monitoring.
"Kami harapkan masyarakat dapat menjadikan Ombudsman sebagai oase untuk menimba keadilan dan kemampuan untuk hidup sebagai warga negara yang bebas dari rasa takut dan tuna kuasa," ujarnya.
Umar mengharapkan masyarakat tidak segan melaporkan jika terjadi penyimpangan pelayanan publik karena jika tidak dikontrol dengan baik mendorong timbulnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Demikian pun dengan media supaya dapat mengawal jalannya pemerintahan dan demokrasi dengan baik.
Di sisi lain ia mengemukakan kesulitan penanganan pelaporan secara eksternal terkait budaya Bali yang mengedepankan kedamaian dalam hidup sehingga melaporkan sesuatu yang jelek dianggap membuka aib sehingga ikut mendorong orang untuk menutup yang dianggapnya suatu kejelekan.
"Sikap pelapor pun terkadang tidak akomodatif dalam memberikan dokumen yang dibutuhkan dengan alasan kerahasiaan dan izin atasan langsung serta adanya nuansa politik dalam sebuah laporan yang melibatkan banyak pihak terkait," katanya.
Umar juga tidak memungkiri secara internal Ombudsman Bali mengalami kekurangan SDM yang menyebabkan penanganan laporan menjadi lebih lama dari waktu yang diharapkan serta perlu proses belajar dengan SDM baru untuk memahami substansi masalah membutuhkan waktu. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Hal itu dapat dilihat dari jumlah laporan yang masuk pada kami dalam semester I/2013 hanya sebanyak 46 laporan. Sekitar 65-70 persen yang berasal dari masyarakat dan selebihnya adalah inisiatif kami sendiri," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Bali Umar Ibnu Alkhatab, di Denpasar, Kamis.
Menurut dia jika dibandingkan tahun lalu, jumlah laporan itu lebih sedikit. Pada September-Desember 2012 saja ada 38 laporan yang ditangani Ombudsman Bali dan pihaknya berhasil membuktikan maladministrasi yang dilakukan Pemkab Badung terkait penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS).
"Memang jumlah laporan yang masuk tahun lalu dan juga semester I/2013 sangat sedikit dibandingkan dengan maladministrasi pelayanan publik yang cukup tinggi terjadi di Bali," ucapnya didampingi asisten Ombudsman Bali Ni Nyoman Sri Widhiyanti dan Dhuha F Mubarok itu.
Ia mengemukakan, dari 46 laporan itu mekanisme penyampaiannya ada yang datang langsung (14 laporan), surat (2), telepon dan pesan singkat (15) serta inisiatif Ombudsman Bali (15).
Sementara substansi maladministrasi ada yang terkait dengan penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, permintaan uang, barang dan jasa, penyalahgunaan wewenang, diskriminasi, dan lain-lain. Untuk penyelesaiannya ada dilakukan dengan klarifikasi, investigasi dan monitoring.
"Kami harapkan masyarakat dapat menjadikan Ombudsman sebagai oase untuk menimba keadilan dan kemampuan untuk hidup sebagai warga negara yang bebas dari rasa takut dan tuna kuasa," ujarnya.
Umar mengharapkan masyarakat tidak segan melaporkan jika terjadi penyimpangan pelayanan publik karena jika tidak dikontrol dengan baik mendorong timbulnya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Demikian pun dengan media supaya dapat mengawal jalannya pemerintahan dan demokrasi dengan baik.
Di sisi lain ia mengemukakan kesulitan penanganan pelaporan secara eksternal terkait budaya Bali yang mengedepankan kedamaian dalam hidup sehingga melaporkan sesuatu yang jelek dianggap membuka aib sehingga ikut mendorong orang untuk menutup yang dianggapnya suatu kejelekan.
"Sikap pelapor pun terkadang tidak akomodatif dalam memberikan dokumen yang dibutuhkan dengan alasan kerahasiaan dan izin atasan langsung serta adanya nuansa politik dalam sebuah laporan yang melibatkan banyak pihak terkait," katanya.
Umar juga tidak memungkiri secara internal Ombudsman Bali mengalami kekurangan SDM yang menyebabkan penanganan laporan menjadi lebih lama dari waktu yang diharapkan serta perlu proses belajar dengan SDM baru untuk memahami substansi masalah membutuhkan waktu. (LHS)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013