Negara (Antara Bali) - Pengembang perumahan di Kabupaten Jembrana, disinyalir banyak yang melanggar RTRW dengan tidak menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum.
"Seharusnya pengembang perumahan menyediakan 30 persen dari lahan untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum. Kalau tiap pengembang tidak menyediakan lahan tersebut, lama-lama ruang terbuka hijau akan semakin sempit," kata Kepala Bidang Tata Ruang, Pertambangan Dan Energi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jembrana, Joko Supriyanto, Senin di Negara.
Joko mengungkapkan, agar tidak terkena aturan untuk menyisihkan 30 persen lahan tersebut, pengembang saat ini membangun perumahan dengan cara bertahap sesuai pesanan.
"Kalau membangun dibawah 10 unit rumah memang tidak dikenai aturan tersebut. Peluang ini dieksploitasi pengembang, dengan tidak serentak membangun rumah," ujarnya.
Saat ini, kata Joko, pengembang yang membuka pemukiman baru di Kabupaten Jembrana, rata-rata hanya mengandalkan tanah kavlingan yang ditawarkan kepada masyarakat baik dalam bentuk tanah maupun sekalian bangunannya.
"Tiap masyarakat yang pesan tanah sekalian rumahnya, mereka urus izin IMB untuk satu rumah itu saja. Jadi cara kerja mereka lebih mirip calo tanah sekalian pemborong rumah, bukan pengembang," ujarnya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Seharusnya pengembang perumahan menyediakan 30 persen dari lahan untuk fasilitas sosial dan fasilitas umum. Kalau tiap pengembang tidak menyediakan lahan tersebut, lama-lama ruang terbuka hijau akan semakin sempit," kata Kepala Bidang Tata Ruang, Pertambangan Dan Energi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Jembrana, Joko Supriyanto, Senin di Negara.
Joko mengungkapkan, agar tidak terkena aturan untuk menyisihkan 30 persen lahan tersebut, pengembang saat ini membangun perumahan dengan cara bertahap sesuai pesanan.
"Kalau membangun dibawah 10 unit rumah memang tidak dikenai aturan tersebut. Peluang ini dieksploitasi pengembang, dengan tidak serentak membangun rumah," ujarnya.
Saat ini, kata Joko, pengembang yang membuka pemukiman baru di Kabupaten Jembrana, rata-rata hanya mengandalkan tanah kavlingan yang ditawarkan kepada masyarakat baik dalam bentuk tanah maupun sekalian bangunannya.
"Tiap masyarakat yang pesan tanah sekalian rumahnya, mereka urus izin IMB untuk satu rumah itu saja. Jadi cara kerja mereka lebih mirip calo tanah sekalian pemborong rumah, bukan pengembang," ujarnya.(GBI)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013