Jakarta (Antara Bali) - Mahkamah Konstitusi menghapus peran pengadilan dalam pengurusan akta kelahiran dengan mengabulkan pengujian Pasal 32 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan terkait proses pengurusan akta kelahiran yang melampaui satu tahun.
"Kata 'persetujuan' dalam Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai 'keputusan'," kata Ketua Majelis Hakim Akil Mochtar, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Selasa.
Dalam amar putusan itu, MK telah membatalkan sejumlah frasa dan ayat dalam pasal tersebut tanpa melibatkan pengadilan, sehingga proses pengurusan akta kelahiran akan lebih mudah.
Akil juga mengatakan bahwa MK juga membatalkan frasa "sampai dengan satu tahun" dalam Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Perubahan bunyi Pasal 32 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan selengkapnya menjadi "Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat".
Mahkamah juga membatalkan keberadaan Pasal 32 ayat (2) yang mengatur pencatatan kelahiran yang melewati satu tahun, dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. "Frasa dan ayat (2) dalam Pasal 32 ayat (3) UU Adminduk juga bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Akil Mochtar.
Dalam pertimbangannya, MK mengutip Pasal 28 ayat (1) UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan pelayanan akta kelahiran merupakan kewajiban pemerintah di bidang administrasi kependudukan yang diselenggarakan dengan sederhana dan terjangkau.
Pada sisi lain, setiap penduduk wajib melaporkan setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya, termasuk kelahiran. (*/M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
"Kata 'persetujuan' dalam Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai 'keputusan'," kata Ketua Majelis Hakim Akil Mochtar, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Selasa.
Dalam amar putusan itu, MK telah membatalkan sejumlah frasa dan ayat dalam pasal tersebut tanpa melibatkan pengadilan, sehingga proses pengurusan akta kelahiran akan lebih mudah.
Akil juga mengatakan bahwa MK juga membatalkan frasa "sampai dengan satu tahun" dalam Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Perubahan bunyi Pasal 32 ayat (1) UU Administrasi Kependudukan selengkapnya menjadi "Pelaporan kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) yang melampaui batas waktu 60 hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat".
Mahkamah juga membatalkan keberadaan Pasal 32 ayat (2) yang mengatur pencatatan kelahiran yang melewati satu tahun, dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. "Frasa dan ayat (2) dalam Pasal 32 ayat (3) UU Adminduk juga bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Akil Mochtar.
Dalam pertimbangannya, MK mengutip Pasal 28 ayat (1) UU 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan pelayanan akta kelahiran merupakan kewajiban pemerintah di bidang administrasi kependudukan yang diselenggarakan dengan sederhana dan terjangkau.
Pada sisi lain, setiap penduduk wajib melaporkan setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialaminya, termasuk kelahiran. (*/M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013