Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menekankan pentingnya edukasi keuangan masuk kurikulum sekolah untuk membekali generasi muda terkait pengelolaan keuangan termasuk investasi hingga perlindungan jiwa.
“Kalau di luar negeri, edukasi keuangan sudah mandatori masuk kurikulum,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi di sela konferensi internasional terkait edukasi keuangan di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat.
Dalam konferensi internasional yang diadakan regulator bersama Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) bersama Jaringan Internasional Edukasi Keuangan (INFE), Friderica menuturkan, edukasi keuangan merupakan pengetahuan esensial yang dibutuhkan masyarakat agar mampu mengelola keuangan lebih baik demi masa depan.
Pengelolaan keuangan mencakup investasi, asuransi termasuk penting dipahami oleh pelaku UMKM karena sektor itu banyak menyerap tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Ketika UMKM sudah digital, sudah inklusi keuangan, itu bisa menjadi sumber pertumbuhan baru Indonesia karena dia menyerap tenaga kerja besar termasuk perempuan juga, yang menghasilkan nilai ekonomi,” imbuhnya.
Indonesia, lanjut dia, memiliki tantangan dalam program edukasi keuangan karena kondisi geografi negara kepulauan termasuk di kawasan 3T yakni terpencil, terluar dan tertinggal dan jumlah penduduk yang besar yakni mencapai sekitar 270 juta jiwa.
Untuk itu, regulator itu mengadakan gerakan nasional literasi keuangan yakni Gerakan Nasional Cerdas Keuangan yang diluncurkan pada Agustus 2024.
Hasilnya, sekitar 10 ribu program dilaksanakan dan menyentuh hingga 32 juta peserta di seluruh Indonesia, berkolaborasi dengan lembaga jasa keuangan, komunitas, akademisi, media dan pemangku kepentingan lainnya.
Sejumlah daerah pun dipetakan untuk lebih gencar melakukan edukasi keuangan di antaranya wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara Timur hingga Papua.
Dengan begitu, pihaknya dapat mengalokasikan sumber daya yang lebih efektif untuk menggenjot indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024, masih terdapat celah antara tingkat inklusi (pemanfaatan) dan literasi (pemahaman) keuangan penduduk Indonesia sebesar 9,59 persen.
Ada pun tingkat literasi keuangan sebesar 65,43 persen dan tingkat inklusi keuangan sebesar 75,02 persen.
Dalam kesempatan itu, Friderica sempat meminta tanggapan Kepala Perlindungan Konsumen, Edukasi dan Inklusi OECD Miles Larbey terkait capaian indeks literasi keuangan sebesar 65,43 persen itu.
Miles mengungkapkan capaian tersebut tidak tergolong buruk.
“Kami targetkan peningkatan indeks literasi dan inklusi keuangan menyambut Indonesia Emas 2045 yakni 98 persen dari penduduk Indonesia,” kata Friderica.
Baca juga: OJK ungkap pinjol ilegal marak karena peladen ada di luar negeri
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024