Denpasar (Antara Bali) - Nyoman Suryadharma, pengacara Nyoman Susrama, otak pembunuhan wartawan Radar Bali AA Narendra Prabangsa, dinyatakan melanggar kode etik advokat, sehingga majelis kehormatan Peradi menjatuhkan vonis skorsing enam bulan tidak boleh menjalankan praktek pengacara.

"Teradu (Suryadarma) telah melanggar pasal 7 huruf e UU No 18 tahun 2003 tentang Advokat dan kode etik advokat, menjatuhkan hukuman pemberhentian sementara selama enam bulan tidak boleh melaksanakan praktek advokat," kata Ketua Majelis Kehoramatan Nyoman Budi Adnyana saat membacakan amar putusan sidang pelanggaran kode etik di Kampus Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Jalan Ratna, Denpasar, Sabtu.

Adnyana menyatakan, berdasar fakta-fakta di persidangan yakni keterangan para saksi baik dari pihak pengadu dan teradu saling bersesuaian yang memperkuat adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Suryadarma.

Suryadarma diadukan Solidaritas Jurnalis Bali (SJB) yang terdiri dari berbagai organisasi kewartawanan yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI), PWI Reformasi, PWI, Persatuan Wartawan Multimedia (Porwami), Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI).

Para wartawan Bali mengadukan Suryadarma karena diduga melakukan rekayasa dengan mempengaruhi saksi Nengah Mercadana agar berbohong saat persidangan di Pengadilan Negeri Denpasar dengan terdakwa Susrama.

Di depan sidang Mercadana mengaku diminta Suryadarma agar berbohong dengan menyatakan pada tanggal 11 februari 2009 (waktu yang diyakini Prabangsa dibunuh) agar masuk kerja. Padahal saat itu, Mercadana yang menjadi kepala tukang pada pembangunan rumah Susrama di Banjar Petak, Desa Bebalang, Kabupaten Bangli, sebenarnya tidak masuk kerja.

Menurut Ketua Majelis Kehormatan, Suryadarma tidak secara langsung meminta Mercadana untuk berbohong. Hanya saja dari sikap dan ucapan-ucapannya, dapat disimpulkan telah terjadi upaya untuk mempengaruhi saksi untuk menyatakan hal yang tidak sebenarnya.

"Hal itu jelas bertentangan dengan kode etik advokat (KEA). Pengacara itu dalam menjalankan profesinya harus menjaga etika dan moralitas," ucap Adnyana.

Ketua Majelis juga menilai tindakan Suryadarma dianggap dapat menciderai profesi advokat sebagai profesi terhormat, sehingga pengaduan pihak SJB yang melaporkan Suryadarma telah melanggar kode etik, dapat diterima.

Selain menyatakan hal-hal yang memberatkan Suryadarma, Majelis Kehormatan juga mengungkapkan yang meringankannya, seperti selalu hadir di persidangan, berperilaku sopan sehingga memperlancar jalannya persidangan.

Selain menskorsing selama enam bulan, Suryadarma juga diwajibkan membayar biaya perkara sebesar Rp2,5 juta dan mengembalikan kartu anggota ke DPP Peradi.

Pria yang berpenampilan khas dengan kaca mata hitam itu diberi waktu selama 21 hari untuk menempuh upaya hukum.

Usai sidang, Suryadarma menegaskan dirinya akan melakukan upaya banding atas putusan itu.

"Jelas saya akan banding. Coba baca baik-baik bunyi pasal 7 huruf e, biar kalian pintar. Tidak ada istilah saya mengarahkan saksi untuk berbohong. Itu hanya bahasa jaksa dan penyidik," ujarnya sengit usai sidang yang dihadiri puluhan wartawan dan aktivis LSM.(*)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2010