Sosok pria enerjik Gusti Kompiang Tirtayasa, SP,  asal  Desa Alasangker, Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng sukses  mengembangkan  keladi (talas) pratama yang dibudidayakan secara organik menggunakan teknologi Effektive Microorganisme 4 (EM4).

Budidaya keladi yang digeluti sejak tahun 2022 atau dua tahun silam berkembang pesat dengan hasil yang sangat menggiurkan, karena harganya cukup bagus, stabil dan selalu ditunggu-tunggu pasar.

Selain itu, budidaya keladi  bisa dilakukan kapan saja, karena tanaman ini tidak membutuhkan air yang banyak. Tak jarang tanaman keladi dijadikan sebagai tanaman selingan pada musim kemarau,  dimana petani tidak bisa menanam padi, karena kesulitan air.

"Selain karena debit air yang semakin kecil, harga pupuk yang terus meningkat menyebabkan penghasilan petani padi semakin menurun. Jadi menanam talas menjadi solusi untuk keberlangsungan petani," ujar Gusti Kompiang seperti dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA.

Suami dari I Gusti Kadek Sinaryati ini menjelaskan, banyak petani sekitarnya  yang mengikuti jejaknya dalam budidaya keladi. Berbagai varietas talas yang dapat menghasilkan cuan dikembangkan seperti Jenis talas pratama 2 berlian, talas gambir, talas bogor, talas udang, talas ketan, talas jepang, talas togog kuning.

"Talas juga merupakan tanaman endemi yang ada di Bali yang bisa hidup pada dataran rendah dan dataran tinggi. Sebagian besar orang Bali tahu talas dan pernah makan, karena talas merupakan makanan tradisional, namun talas yang berkembang adalah talas lokal yang umbinya kecil rasanya tidak terlalu enak," ujar ayah dua  putra dan putri ini

Gusti Kompyang saat ini mengembangkan talas pratama 2 berlian, talas gambir dan talas bogor yang memiliki rasa enak, legit dan tidak memiliki serat. Selain itu talas juga dalam budidayanya cukup mudah, tahan terhadap hama penyakit dan efisiensi penggunaan air. Harga talas cukup baik mencapai Rp15.000/Kg.

Sejumlah petani padi di Kecamatan Buleleng, Kecamatan Sukasada dan Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng mulai mengembangkan tanaman talas ketika debit air untuk mengairi lahan persawahan semakin kecil.

"Kami bisa bertahap menanam setiap bulan, karena tanaman talas bisa ditanam sepanjang tahun meskipun pada musim hujan. Apalagi ada varietas talas yang tahan dengan curah hujan tinggi," ujarnya. 

Ia menilai, budidaya talas bisa untuk pengganti atau sebagai tukar musim dengan padi pada saat debit air mengecil, dan di Bali disebut tanam padi kertamasa.

Gusti Kompiang menambahkan, dalam budidaya talas diberi jarak satu meter agar tumbuhnya lebih bagus. Jadi di atas lahan 1 are bisa menampung 100 pohon. 

Sebelum menanam talas, buat lubang dulu dengan kedalaman 40 cm dan lebar 40 cm. Dalam lubang tersebut kasi pupuk organik, berhubung tanah sawah masam bisa ditambah kapur dolomite," ujarnya.

Dalam budidaya talas, Gusti Kompiang menggunakan pupuk bokashi yang terbuat dari kotoran ternak, serasah, sekam yang difermentasi menggunakan produk EM4. Selain itu juga menggunakan pupuk organik cair dari urine sapi, kelinci yang difermentasi EM4.

Pemupukan yang dilakukan secara berkesinambungan tersebut membuat tanaman keladi (talas) pertumbuhannya subur dan dapat menghasilkan umbi yang cukup besar. Untuk mendapatkan hasil maksimal umbi talas bisa dipanen pada usia 10 bulan dan bisa mencapai bobot hingga 7 kg/pohon.

Melihat prospek tanaman talas yang cukup menggiurkan dalam menghasilkan cuan, Gusti Kompiang juga mengumpulkan para petani untuk membuat kelompok budidaya talas supaya ada wadah bagi petani dalam hal budidaya, prospek pasar dan lainnya.

"Saat ini sudah saya kumpulkan sejumlah petani talas dari tiga kecamatan di Buleleng diantaranya Kecamatan Buleleng, Kecamatan Sukasada dan Kecamatan Sawan yang rata-rata telah menanam cukup luas," katanya saat dikunjungi tim YouTube EM Indonesia Oficial.
 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2024