Yogyakarta (Antara Bali) - Sistem politik Indonesia yang berlaku sekarang "banci", karena tidak sepenuhnya presidensial dan bukan pula parlementer, kata mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafi'i Ma'arif.

"Sistem politik 'banci' itu pasti menjadi rintangan inheren terbesar bagi demokrasi untuk berfungsi secara sehat dan kuat," katanya pada dialog kepemimpinan bertema Kontribusi Universitas Islam Indonesia (UII) dalam Menyiapkan Pemimpin Bangsa, di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia dualisme semacam itu harus diakhiri dengan menawarkan sebuah teori radikal berdasarkan kajian yang mendalam tentang Pancasila dan UUD 1945.

Namun, kata dia, betapa pun lemahnya sistem politik Indonesia, jika bangsa ini memiliki kepemimpinan nasional yang kuat dan visioner, kelemahan dalam masa transisional antara 2014 hingga 2019 masih bisa diatasi sampai batas tertentu.

"Sampai 'jenis kelamin' demokrasi Indonesia menjadi terang benderang, yakni sepenuhnya presidensial. Dengan kata lain, masa antara 2014 hingga 2019 menjadi sangat kritikal dan menentukan bagi hari depan demokrasi Indonesia," katanya.

Rektor UII Edy Suandi Hamid mengatakan dengan semakin dekatnya pergantian kepemimpinan nasional, perguruan tinggi dan kaum cendekia seharusnya ikut bertanggung jawab memberikan pendidikan politik pada masyarakat agar tidak salah memilih calon pemimpin.

"Dengan tingkat pendidikan dan kesadaran politik masyarakat yang masih relatif rendah dan formalistik, para 'opinion leader' dan kalangan cendekiawan bertanggung jawab membentuk opini publik untuk menaikkan akseptabilitas dan elektabilitas," katanya. (LHS/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013