Anggota Dewan Perwakilan Daerah Made Mangku Pastika mengharapkan proses ritual upacara keagamaan yang digelar dengan sakral dan menghabiskan biaya yang besar, hendaknya diikuti penyucian diri dari masing-masing umat untuk senantiasa berperilaku yang baik.
"Menanamkan makna upacara dalam diri itu penting, sehingga perilaku kita dapat betul-betul sesuai dengan jalan yang diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan) dan para leluhur," kata Pastika di Desa Kedonganan, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu.
Pastika dalam rangkaian resesnya yang didaulat memberikan sambutan dalam rangkaian ritual Karya Ngusaba Desa yang dipusatkan di Pura Bale Agung Desa Adat Kedonganan ini mengaku salut dengan partisipasi dari krama (warga) yang begitu kompak mendukung pelaksanaan Ngusaba Desa.
Ngusaba Desa kali ini merupakan ritual berskala besar yang dilaksanakan untuk pertama kalinya di desa adat yang terkenal dengan potensi perikanan dan pariwisatanya itu.
"Momen Ngusaba Desa juga tepat karena digelar sehabis kita berjuang menghadapi pandemi COVID-19. Semoga dengan rangkaian upacara ini dapat menyucikan lingkungan kembali," ujar anggota Komite 4 DPD tersebut.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu pun mengharapkan supaya pelaksanaan ritual upacara yang juga merupakan tradisi budaya Bali, yang telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari hendaknya senantiasa dipelihara.
Baca juga: Mangku Pastika dorong generasi muda Bali terus belajar di era teknologi
"Kita harus merasa beruntung tinggal di Kedonganan karena sudah banyak diberikan anugerah. Jadi, tidak alasan untuk mengingkari hal ini," kata Pastika menambahkan.
Selain itu, para tokoh masyarakat dan tokoh agama diharapkan terus bisa membimbing umat dalam berperilaku sehingga nantinya umat bisa berbakti pada leluhur dan Tuhan.
Sementara itu, Bendesa Desa Adat Kedonganan I Wayan Mertha mengatakan Karya Ngusaba Desa tersebut baru pertama kali dilaksanakan.
"Sudah direncanakan oleh empat bendesa adat sebelumnya, tetapi ada saja halangan, sehingga baru bisa dilaksanakan sekarang. Setelah pelaksanaan Ngusaba Desa ini, untuk ke depannya akan dilaksanakan setiap 20-30 tahun sekali," ujarnya.
Rangkaian Karya Ngusaba Desa sudah dimulai sejak 10 Agustus 2022. Sedangkan puncaknya nanti pada 10 Oktober mendatang bertepatan Purnama Sasih Kapat. Keseluruhan rangkaian upacara berakhir pada 18 Oktober 2022 yang ditutup dengan ritual Nyegara Gunung.
Baca juga: Anggota DPD: KTT G20 di Bali harus dimanfaatkan untuk bangkitkan pariwisata
Mertha menyampaikan ritual Karya Ngusaba Desa tersebut menghabiskan biaya hingga Rp2,7 miliar, yang bersumber dari dana desa adat, dukungan LPD Kedonganan, Bupda Kedonganan, pasar desa, para pengusaha dan punia dari krama (warga).
"Tidak ada papeson (kewajiban) untuk tiap individu, tetapi yang ada adalah punia (urunan) seikhlasnya dari krama, baik uang ataupun barang. Hingga 7 Oktober, punia yang sudah terkumpul sebanyak Rp1,09 miliar lebih," kata Mertha.
Mertha juga menyampaikan terima kasih atas dukungan berbagai pihak dan krama Desa Adat Kedonganan sehingga Ngusaba Desa dapat terlaksana dengan lancar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Menanamkan makna upacara dalam diri itu penting, sehingga perilaku kita dapat betul-betul sesuai dengan jalan yang diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan) dan para leluhur," kata Pastika di Desa Kedonganan, Kabupaten Badung, Bali, Sabtu.
Pastika dalam rangkaian resesnya yang didaulat memberikan sambutan dalam rangkaian ritual Karya Ngusaba Desa yang dipusatkan di Pura Bale Agung Desa Adat Kedonganan ini mengaku salut dengan partisipasi dari krama (warga) yang begitu kompak mendukung pelaksanaan Ngusaba Desa.
Ngusaba Desa kali ini merupakan ritual berskala besar yang dilaksanakan untuk pertama kalinya di desa adat yang terkenal dengan potensi perikanan dan pariwisatanya itu.
"Momen Ngusaba Desa juga tepat karena digelar sehabis kita berjuang menghadapi pandemi COVID-19. Semoga dengan rangkaian upacara ini dapat menyucikan lingkungan kembali," ujar anggota Komite 4 DPD tersebut.
Mantan Gubernur Bali dua periode itu pun mengharapkan supaya pelaksanaan ritual upacara yang juga merupakan tradisi budaya Bali, yang telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari hendaknya senantiasa dipelihara.
Baca juga: Mangku Pastika dorong generasi muda Bali terus belajar di era teknologi
"Kita harus merasa beruntung tinggal di Kedonganan karena sudah banyak diberikan anugerah. Jadi, tidak alasan untuk mengingkari hal ini," kata Pastika menambahkan.
Selain itu, para tokoh masyarakat dan tokoh agama diharapkan terus bisa membimbing umat dalam berperilaku sehingga nantinya umat bisa berbakti pada leluhur dan Tuhan.
Sementara itu, Bendesa Desa Adat Kedonganan I Wayan Mertha mengatakan Karya Ngusaba Desa tersebut baru pertama kali dilaksanakan.
"Sudah direncanakan oleh empat bendesa adat sebelumnya, tetapi ada saja halangan, sehingga baru bisa dilaksanakan sekarang. Setelah pelaksanaan Ngusaba Desa ini, untuk ke depannya akan dilaksanakan setiap 20-30 tahun sekali," ujarnya.
Rangkaian Karya Ngusaba Desa sudah dimulai sejak 10 Agustus 2022. Sedangkan puncaknya nanti pada 10 Oktober mendatang bertepatan Purnama Sasih Kapat. Keseluruhan rangkaian upacara berakhir pada 18 Oktober 2022 yang ditutup dengan ritual Nyegara Gunung.
Baca juga: Anggota DPD: KTT G20 di Bali harus dimanfaatkan untuk bangkitkan pariwisata
Mertha menyampaikan ritual Karya Ngusaba Desa tersebut menghabiskan biaya hingga Rp2,7 miliar, yang bersumber dari dana desa adat, dukungan LPD Kedonganan, Bupda Kedonganan, pasar desa, para pengusaha dan punia dari krama (warga).
"Tidak ada papeson (kewajiban) untuk tiap individu, tetapi yang ada adalah punia (urunan) seikhlasnya dari krama, baik uang ataupun barang. Hingga 7 Oktober, punia yang sudah terkumpul sebanyak Rp1,09 miliar lebih," kata Mertha.
Mertha juga menyampaikan terima kasih atas dukungan berbagai pihak dan krama Desa Adat Kedonganan sehingga Ngusaba Desa dapat terlaksana dengan lancar.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022