DPRD Bali menyampaikan usulan Raperda tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah, untuk memberikan payung hukum pengaturan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam pajak dan retribusi daerah.
"Karena ini (raperda) memang merupakan salah satu upaya kreatif dan inovatif yang dapat dilakukan dalam memberi payung hukum untuk meningkatkan pendapatan asli daerah," kata anggota DPRD Bali Ni Luh Yuniati di dalam Sidang Paripurna DPRD Bali di Denpasar, Senin.
Yuniati menyampaikan hal tersebut saat membacakan Tanggapan Dewan terhadap Pendapat Gubernur Bali mengenai Raperda tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Dalam sidang sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster berpendapat bahwa diperlukan pengaturan mengenai teknis tata cara penerimaan objek pendapatan dan tata cara dalam mengakomodasi komponen pendapatan yang tidak termasuk komponen pajak daerah dan retribusi daerah pada raperda tersebut.
Baca juga: DPRD Bali ajukan Raperda Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
"Kemudian untuk pengaturan serta pengelolaannya, tentu tetap berpedoman pada prinsip efisiensi dan efektivitas," ujar Yuniati pada sidang yang dihadiri Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati beserta pimpinan dan anggota DPRD Bali itu.
Namun, lanjut dia, mengenai aspek teknis tata cara penerimaan objek pendapatan dan tata cara dalam mengakomodasi komponen pendapatan yang tidak termasuk komponen pajak daerah dan retribusi apa perlu dimuat penormaan dan pengaturan dalam raperda atau cukup dalam pergub, hal tersebut akan menjadi bahan diskusi dalam pembahasan berikutnya.
"Sekaligus juga akan menjadi bahan konsultasi kami ke Ditjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri agar mendapat arahan yang tepat dan dapat dilaksanakan," ujarnya.
Selain itu, DPRD Bali juga sangat setuju dengan rujukan peraturan perundang-undangan yang dimaksud Gubernur Bali agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 itu.
Baca juga: DPRD Bali sepakat peran masyarakat guna majukan tanaman upacara
"Bahkan untuk draf raperda inisiatif Dewan yang kami ajukan ini, telah terlebih dahulu mendapatkan harmonisasi dari Kementerian Hukum dan HAM RI Kanwil Provinsi Bali," ucap Yuniati.
DPRD Bali juga telah merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
"Dengan diundangkannya Permendagri dimaksud, itulah yang menjadi alasan utama mengapa Perda Bali Nomor 6 Tahun 2018 tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, sudah tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan hukum saat ini, sehingga perlu diubah menjadi Raperda inisiatif dewan ini," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Karena ini (raperda) memang merupakan salah satu upaya kreatif dan inovatif yang dapat dilakukan dalam memberi payung hukum untuk meningkatkan pendapatan asli daerah," kata anggota DPRD Bali Ni Luh Yuniati di dalam Sidang Paripurna DPRD Bali di Denpasar, Senin.
Yuniati menyampaikan hal tersebut saat membacakan Tanggapan Dewan terhadap Pendapat Gubernur Bali mengenai Raperda tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah.
Dalam sidang sebelumnya, Gubernur Bali Wayan Koster berpendapat bahwa diperlukan pengaturan mengenai teknis tata cara penerimaan objek pendapatan dan tata cara dalam mengakomodasi komponen pendapatan yang tidak termasuk komponen pajak daerah dan retribusi daerah pada raperda tersebut.
Baca juga: DPRD Bali ajukan Raperda Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
"Kemudian untuk pengaturan serta pengelolaannya, tentu tetap berpedoman pada prinsip efisiensi dan efektivitas," ujar Yuniati pada sidang yang dihadiri Wagub Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati beserta pimpinan dan anggota DPRD Bali itu.
Namun, lanjut dia, mengenai aspek teknis tata cara penerimaan objek pendapatan dan tata cara dalam mengakomodasi komponen pendapatan yang tidak termasuk komponen pajak daerah dan retribusi apa perlu dimuat penormaan dan pengaturan dalam raperda atau cukup dalam pergub, hal tersebut akan menjadi bahan diskusi dalam pembahasan berikutnya.
"Sekaligus juga akan menjadi bahan konsultasi kami ke Ditjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri agar mendapat arahan yang tepat dan dapat dilaksanakan," ujarnya.
Selain itu, DPRD Bali juga sangat setuju dengan rujukan peraturan perundang-undangan yang dimaksud Gubernur Bali agar sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 itu.
Baca juga: DPRD Bali sepakat peran masyarakat guna majukan tanaman upacara
"Bahkan untuk draf raperda inisiatif Dewan yang kami ajukan ini, telah terlebih dahulu mendapatkan harmonisasi dari Kementerian Hukum dan HAM RI Kanwil Provinsi Bali," ucap Yuniati.
DPRD Bali juga telah merujuk pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.
"Dengan diundangkannya Permendagri dimaksud, itulah yang menjadi alasan utama mengapa Perda Bali Nomor 6 Tahun 2018 tentang Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, sudah tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan hukum saat ini, sehingga perlu diubah menjadi Raperda inisiatif dewan ini," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022