Denpasar (Antara Bali) - Produsen sepeda dalam negeri, Polygon, menganggap regulasi yang dikeluarkan pemerintah terkait ekspor dan impor peralatan olahraga, termasuk sepeda, tidak adil karena lebih berpihak kepada produsen asing.
"Kami sudah beberapa kali minta pemerintah lebih berpihak kepada produsen dalam negeri yang mampu menyumbangkan devisa selama puluhan tahun," kata General Manager Promosi dan Penjualan Polygon, Peter Mulyadi, di Sanur, Denpasar, Minggu.
Regulasi yang dianggapnya tidak adil adalah bea masuk sepeda utuh berkisar nol hingga lima persen, sedangkan bea masuk komponen sepeda berkisar 10 hingga 15 persen.
Selama ini kandungan impor sepeda merek Polygon berkisar antara 40 hingga 50 persen yang kebanyakan berasal dari Eropa, Jepang, dan sejumlah negara lain di Asia Tenggara.
"Dengan rendahnya biaya masuk sepeda impor utuh, tentu kami makin kesulitan untuk bersaing, apalagi masyarakat kita cenderung `import minded`," katanya di sela-sela peluncuran produk baru di Lapangan Massionate Inna Grand Bali Beach Sanur itu.
Parahnya lagi, ekspor sepeda dan peralatan olahraga lainnya termasuk kategori produk "high risk` yang di dalam Peraturan Menteri Perdagangan tidak mendapatkan restitusi pajak.
"Ibaratnya, kami ini sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah tidak mendapatkan pertolongan, masih saja dibebani biaya masuk komponen yang cukup tinggi," kata Mulyadi didampingi Kepala Bidang Promosi Polygon Wilayah Indonesia Timur, Didik Suharsono.
Selama ini 70 persen sepeda merek Polygon yang diproduksi di Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, untuk memenuhi pasar ekspor, terutama di negara-negara kawasan Eropa.
Dalam satu tahun Polygon yang mempekerjakan 500 orang karyawan itu mampu memproduksi 500-600 ribu unit sepeda dalam berbagai model dan varian dengan harga termurah Rp1,8 juta dan tertinggi Rp80 juta.
Meskipun tidak didukung oleh regulasi, Polygon berusaha untuk mampu bersaing, baik di pasaran domestik maupun global. Pada 2013, Polygon mengeluarkan 152 model sepeda dengan 357 varian.
"Kami melihat bahwa olahraga sepeda berkembang sedemikian pesat, mulai sebagai sekadar hiburan hingga untuk kegiatan lomba, baik berskala lokal maupun internasional. Di tengah ketatnya persaingan dan impitan regulasi, kami tetap berupaya eksis. Tentunya dengan menekan margin keuntungan agar kualitas kami tetap terjaga," katanya.
Selama berkiprah di pasar sepeda, Polygon meraih sejumlah penghargaan dan sertifikat kelayakan produksi, baik berskala nasional maupun internasional.
Untuk sepeda balap, Polygon telah mendapatkan sertifikat dari Uni Eropa, sedangkan pada SEA Games XXVI/2011 di Palembang, Sumatera Selatan, pebalap sepeda Indonesia menyumbangkan lima medali emas dengan menggunakan produk dari Polygon.
"Kurang apa persembahan kami untuk bangsa ini? Seharusnya pemerintah bisa lebih dalam lagi melihat kiprah kami di negeri ini." kata Mulyadi.(M038/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Kami sudah beberapa kali minta pemerintah lebih berpihak kepada produsen dalam negeri yang mampu menyumbangkan devisa selama puluhan tahun," kata General Manager Promosi dan Penjualan Polygon, Peter Mulyadi, di Sanur, Denpasar, Minggu.
Regulasi yang dianggapnya tidak adil adalah bea masuk sepeda utuh berkisar nol hingga lima persen, sedangkan bea masuk komponen sepeda berkisar 10 hingga 15 persen.
Selama ini kandungan impor sepeda merek Polygon berkisar antara 40 hingga 50 persen yang kebanyakan berasal dari Eropa, Jepang, dan sejumlah negara lain di Asia Tenggara.
"Dengan rendahnya biaya masuk sepeda impor utuh, tentu kami makin kesulitan untuk bersaing, apalagi masyarakat kita cenderung `import minded`," katanya di sela-sela peluncuran produk baru di Lapangan Massionate Inna Grand Bali Beach Sanur itu.
Parahnya lagi, ekspor sepeda dan peralatan olahraga lainnya termasuk kategori produk "high risk` yang di dalam Peraturan Menteri Perdagangan tidak mendapatkan restitusi pajak.
"Ibaratnya, kami ini sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah tidak mendapatkan pertolongan, masih saja dibebani biaya masuk komponen yang cukup tinggi," kata Mulyadi didampingi Kepala Bidang Promosi Polygon Wilayah Indonesia Timur, Didik Suharsono.
Selama ini 70 persen sepeda merek Polygon yang diproduksi di Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, untuk memenuhi pasar ekspor, terutama di negara-negara kawasan Eropa.
Dalam satu tahun Polygon yang mempekerjakan 500 orang karyawan itu mampu memproduksi 500-600 ribu unit sepeda dalam berbagai model dan varian dengan harga termurah Rp1,8 juta dan tertinggi Rp80 juta.
Meskipun tidak didukung oleh regulasi, Polygon berusaha untuk mampu bersaing, baik di pasaran domestik maupun global. Pada 2013, Polygon mengeluarkan 152 model sepeda dengan 357 varian.
"Kami melihat bahwa olahraga sepeda berkembang sedemikian pesat, mulai sebagai sekadar hiburan hingga untuk kegiatan lomba, baik berskala lokal maupun internasional. Di tengah ketatnya persaingan dan impitan regulasi, kami tetap berupaya eksis. Tentunya dengan menekan margin keuntungan agar kualitas kami tetap terjaga," katanya.
Selama berkiprah di pasar sepeda, Polygon meraih sejumlah penghargaan dan sertifikat kelayakan produksi, baik berskala nasional maupun internasional.
Untuk sepeda balap, Polygon telah mendapatkan sertifikat dari Uni Eropa, sedangkan pada SEA Games XXVI/2011 di Palembang, Sumatera Selatan, pebalap sepeda Indonesia menyumbangkan lima medali emas dengan menggunakan produk dari Polygon.
"Kurang apa persembahan kami untuk bangsa ini? Seharusnya pemerintah bisa lebih dalam lagi melihat kiprah kami di negeri ini." kata Mulyadi.(M038/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012