Warga Desa Adat Intaran, Sanur, Denpasar, Bali, mengadakan upacara sembahyang bertajuk Segara Kertih sebagai bagian dari upaya penolakan warga Desa Adat Intaran, Bali terhadap lokasi pembangunan terminal gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) kawasan Mangrove Tahura, Ngurah Rai di Pantai Merta Sari, Sanur, Denpasar, Bali, Selasa.

“Kegiatan ini bertujuan untuk memohon kepada Ida Bathara untuk diberi jalan, diberi pikiran yang jernih kepada pemimpin-pemimpin untuk melihat apa yang mereka lakukan dan apa akibat dari pembangunan LNG ini,” kata Bendesa Adat I Gusti Agung Alit Kencana di Pantai Merta Sari, Sanur, Denpasar.

Bendesa Alit Kencana menyatakan ada ketakutan dari warga pesisir pantai terhadap kerusakan terumbu karang yang telah melindungi ekosistem pesisir pantai dari bahaya tsunami.

Baca juga: Warga Intaran sampaikan aspirasi tolak proyek LNG ke DPRD Bali

Bendesa Alit Kencana juga mengomentari pandangan beberapa fraksi yang menyetujui proyek LNG pada sidang paripurna DPRD Provinsi Bali pada Senin (28/6), namun Bendesa Alit Kencana kurang percaya terhadap upaya perbaikan yang direncanakan pemerintah.

“Ini kan seperti biasa. Apa yang sudah pernah terjadi terhadap pembangunan tol di pelabuhan Benoa. Sampai hari ini, kami tidak melihat adanya penanaman bakau, tidak sesuai dengan apa yang mereka bicarakan,” kata Bendesa Alit Kencana.

Alit Kencana mengatakan warga belum mendapatkan alasan yang cukup untuk menyetujui pembangunan terminal gas alam cair yang nantinya akan dibangun di kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai, Denpasar.

Terkait upaya mediasi antara pihak pemerintah dan warga Desa Adat Intaran, Bendesa Alit Kencana mengatakan dari pihak warga ingin agar pemerintah melihat secara langsung kehidupan warga pesisir Sanur dan berpikir lebih jauh terkait dampak yang akan ditimbulkan dari pembangunan LNG tersebut dari sisi masyarakat yang tinggal di sekitar pesisir pantai.

Baca juga: Pemerintah ajak delegasi GPDRR tanam 10 juta pohon di Sanur untuk kurangi risiko bencana

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali Made Krisna Bukis mengatakan rencana pemerintah untuk menanam Mangrove di kawasan pesisir tidak dapat diterima oleh masyarakat.

Sebab, menurut Krisna Bukis, ada dua pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah yang merusak mangrove, namun sampai saat ini pemerintah  belum mengadakan upaya pemulihan.

“Sampai detik ini belum ada upaya untuk pemulihan. Bahkan katanya sempat ditanam, tapi tidak tumbuh. Belum lagi, mangrove 17 hektare mati akibat reklamasi Pelindo dan tidak ada upaya yang tegas dari pemerintah provinsi Bali untuk mengembalikan lingkungan yang telah dirusak akibat pembangunan,” kata Krisna Bukis.

Baca juga: "Griya Santrian" jaga usaha pariwisata berkelanjutan

Warga Desa Adat Intaran sebelumnya pada Selasa (21/6) telah mengajukan penolakan mereka kepada DPRD Provinsi Bali di kantor DPRD Provinsi Bali untuk meminta revisi Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Provinsi Bali tidak mengakomodasi pembangunan terminal gas alam cair (LNG).

Upacara sembahyang warga Desa Adat Intaran dilaksanakan bertepatan dengan hari Tilem Sasih Sadha Anggara Kasih umat Hindu.

Upacara yang berlangsung selama satu jam lebih tersebut juga diikuti oleh beberapa pejabat DPRD Provinsi Bali.

 

Pewarta: Rolandus Nampu

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022