Jakarta (Antara Bali) - Wakil Ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari berpendapat bahwa pengakuan negara atas enam agama tidak berarti membatasi kebebasan warga negara untuk beragama dan menjalankan ibadah.

"Karena juga diatur dalam undang-undang terkait penjaminan bagi setiap warga negara untuk menganut agama dan menjalankan kepercayaan," kata dia seusai mengisi Diskusi Publik "Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Berbagai Profesi Anak Bangsa" di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis.

Hanya saja, menurut Hajriyanto, guna memenuhi prinsip ketertiban sosial ada ketentuan-ketentuan yang terkesan bersifat membatasi, karena sesuatu bisa disebut sebagai sebuah agama apabila memenuhi prasyarat-prasyarat.

"Jadi sesuatu bisa dikatakan sebagai agama apabila jelas ada pendirinya, kemudian ada kitab sucinya dan ada umatnya," ujar dia.

Politisi Partai Golkar itu juga mengingatkan bahwa sesuatu yang bersifat sangat spiritual rawan menimbulkan semacam anarkisme dalam bidang keimanan sehingga ada pagar-pagar dipasang meskipun tidak terlalu kaku.

Ia menyebutkan bahwa negara dengan memprioritaskan aspek ketertiban nasional membuat ketentuan-ketentuan mengenai agama dengan definisi-defisini yang sudah disebutkan sebelumnya.

"Jangan sampai ada satu kelompok yang mengklaim dirinya sebagai sebuah agama tertentu tapi pendirinya siapa, kitab sucinya apa, dan umatnya mana tidak bisa dijelaskan," kata Hajriyanto.(LHS/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012