Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mencatat dari 17 lapangan usaha di daerah setempat, mayoritas atau sebanyak 11 di antaranya mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan III-2021.
"Pertumbuhan terendah terjadi pada lapangan usaha transportasi (-16,03 persen), akomodasi makan dan minum (-8,47 persen ) dan jasa perusahaan (-7,53 persen)," kata Kepala KPwBI Provinsi Bali Trisno Nugroho di Denpasar, Senin.
Dia menambahkan, pertumbuhan negatif juga terjadi pada lapangan usaha pertanian (-0,18 persen), perdagangan (-1,00 persen), dan industri pengolahan (-7,27 persen)
"Sesuai dengan perkiraan kami sebelumnya, ekonomi Bali pada triwulan III-2021 memang mengalami kontraksi. Kontraksinya sebesar 2,91 persen (yoy)," katanya.
Baca juga: BI minta pelaku usaha di Bali mantapkan transformasi digital
Trisno menyebut dengan Bali terkontraksi sebesar 2,91 persen itu, merupakan kinerja terendah dibandingkan provinsi lain di Indonesia.
"Hal ini disebabkan oleh karakteristik Provinsi Bali yang didominasi oleh sektor pariwisata sehingga sensitifitas perekonomian Bali terhadap kebijakan pengetatan mobilitas cenderung lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya," ujarnya.
Menurut Trisno, kebijakan pembatasan mobilitas dan PPKM level 4 seiring dengan peningkatan kasus COVID-19 (varian Delta) pada triwulan III-2021 telah menekan kinerja sektor pariwisata dan sektor ekonomi lainnya yang terkait.
"Sedangkan lapangan usaha yang tumbuh positif di antaranya lapangan usaha infokom, jasa kesehatan dan konstruksi pemerintah," katanya.
Oleh sebab itu, Trisno merekomendasikan dalam jangka pendek agar mengawal kondisi COVID-19 dengan terus disiplin terhadap protokol kesehatan dan meneruskan vaksinasi. Hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan wisatawan, pelaku usaha maupun konsumen
"Kemudian berpartisipasi aktif dalam transformasi digital. Mengingat sektor ini mampu bertahan dalam krisis COVID-19. Hal ini bisa dilakukan misalnya melalui digital farming, UMKM go digital, meningkatkan ekraf digital, dan pemanfaatan e-commerce, pembayaran non tunai termasuk QRIS," ujarnya.
Baca juga: BI: Ekonomi Bali membaik di triwulan IV 2021
Selanjutnya kolaborasi dan sinergi antar berbagai pihak untuk menghasilkan inovasi dan terobosan dalam pemulihan pariwisata.
"Mendampingi kebijakan yang telah ada, pemerintah dapat mendorong penambahan daftar negara untuk mendapatkan izin penerbangan internasional ke Bali, melaksanakan Work from Bali dengan protokol yang ketat, dan memperluas CHSE," katanya.
Tidak hanya itu, perlu terobosan untuk mengembalikan kepercayaan wisman untuk berkunjung kembali melalui strategi "digital marketing" dan penguatan citra Bali sebagai destinasi wisata berkelanjutan.
"Perhelatan G20 merupakan momen yang tepat untuk membuktikan keamanan Bali. Selain itu, pemerintah diharapkan dapat mendorong wisata MICE pada dua tahun ke depan melalui optimalisasi INACEB, BALICEB dan kedutaan Indonesia di luar negeri.
Yang lainnya melalui penyelenggaraan berbagai kegiatan unik yang menyasar komunitas tertentu, seperti yoga dari Bali, dan wisata petualangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Pertumbuhan terendah terjadi pada lapangan usaha transportasi (-16,03 persen), akomodasi makan dan minum (-8,47 persen ) dan jasa perusahaan (-7,53 persen)," kata Kepala KPwBI Provinsi Bali Trisno Nugroho di Denpasar, Senin.
Dia menambahkan, pertumbuhan negatif juga terjadi pada lapangan usaha pertanian (-0,18 persen), perdagangan (-1,00 persen), dan industri pengolahan (-7,27 persen)
"Sesuai dengan perkiraan kami sebelumnya, ekonomi Bali pada triwulan III-2021 memang mengalami kontraksi. Kontraksinya sebesar 2,91 persen (yoy)," katanya.
Baca juga: BI minta pelaku usaha di Bali mantapkan transformasi digital
Trisno menyebut dengan Bali terkontraksi sebesar 2,91 persen itu, merupakan kinerja terendah dibandingkan provinsi lain di Indonesia.
"Hal ini disebabkan oleh karakteristik Provinsi Bali yang didominasi oleh sektor pariwisata sehingga sensitifitas perekonomian Bali terhadap kebijakan pengetatan mobilitas cenderung lebih tinggi dibandingkan provinsi lainnya," ujarnya.
Menurut Trisno, kebijakan pembatasan mobilitas dan PPKM level 4 seiring dengan peningkatan kasus COVID-19 (varian Delta) pada triwulan III-2021 telah menekan kinerja sektor pariwisata dan sektor ekonomi lainnya yang terkait.
"Sedangkan lapangan usaha yang tumbuh positif di antaranya lapangan usaha infokom, jasa kesehatan dan konstruksi pemerintah," katanya.
Oleh sebab itu, Trisno merekomendasikan dalam jangka pendek agar mengawal kondisi COVID-19 dengan terus disiplin terhadap protokol kesehatan dan meneruskan vaksinasi. Hal ini penting untuk meningkatkan kepercayaan wisatawan, pelaku usaha maupun konsumen
"Kemudian berpartisipasi aktif dalam transformasi digital. Mengingat sektor ini mampu bertahan dalam krisis COVID-19. Hal ini bisa dilakukan misalnya melalui digital farming, UMKM go digital, meningkatkan ekraf digital, dan pemanfaatan e-commerce, pembayaran non tunai termasuk QRIS," ujarnya.
Baca juga: BI: Ekonomi Bali membaik di triwulan IV 2021
Selanjutnya kolaborasi dan sinergi antar berbagai pihak untuk menghasilkan inovasi dan terobosan dalam pemulihan pariwisata.
"Mendampingi kebijakan yang telah ada, pemerintah dapat mendorong penambahan daftar negara untuk mendapatkan izin penerbangan internasional ke Bali, melaksanakan Work from Bali dengan protokol yang ketat, dan memperluas CHSE," katanya.
Tidak hanya itu, perlu terobosan untuk mengembalikan kepercayaan wisman untuk berkunjung kembali melalui strategi "digital marketing" dan penguatan citra Bali sebagai destinasi wisata berkelanjutan.
"Perhelatan G20 merupakan momen yang tepat untuk membuktikan keamanan Bali. Selain itu, pemerintah diharapkan dapat mendorong wisata MICE pada dua tahun ke depan melalui optimalisasi INACEB, BALICEB dan kedutaan Indonesia di luar negeri.
Yang lainnya melalui penyelenggaraan berbagai kegiatan unik yang menyasar komunitas tertentu, seperti yoga dari Bali, dan wisata petualangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021