Sosiolog Universitas Udayana, Bali Wahyu Budi Nugroho mengatakan dampak dari pandemi COVID-19 telah memunculkan berbagai fenomena baru di Pulau Dewata, salah satunya seniman musik jalanan dengan ciri khas berbusana adat Bali.
"Masa pandemi menyebabkan banyak orang berkurang, bahkan kehilangan sama sekali pemasukannya, sehingga menyebabkan mereka melakukan apapun untuk menyambung hidup, boleh jadi salah satunya dengan menjadi seniman musik jalanan," kata Wahyu saat dikonfirmasi di Denpasar, Bali, Senin.
Baca juga: Ibudaya Festival 2021 usung tema "Mula ka Mula"
Meskipun seniman jalanan yang ditemukan dominan adalah anak muda, menurut Wahyu, hal tersebut tidak jadi masalah, justru jika bisa dikelola dengan baik, ini bisa menjadi daya tarik baru bagi pariwisata.
Wahyu mengatakan keberadaan seniman-seniman jalanan ini nantinya bisa diwadahi melalui paguyuban seniman jalanan agar lebih terorganisasi. Selain itu, juga untuk mereduksi konflik antarseniman jalanan atau dengan masyarakat.
"Yogyakarta misalkan, di objek wisata Malioboro bisa ditemui para seniman musik jalanan dengan peralatan musik tradisional, serta menggunakan pakaian tradisional blangkon dan pakaian batik lurik," katanya.
Sebelumnya, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) Bali Dewa Nyoman Rai Dharmadi mengatakan memang banyak seniman musik jalanan dengan pakaian adat Bali di setiap perempatan.
Baca juga: 23 Oktober-6 November, Festival Seni Bali Jani 2021 libatkan 1.000 seniman
"Kami sudah upayakan kerja sama dengan dinas sosial. Dinas sosial sudah menyiapkan tempat diklatnya, bahkan pelatihnya dari dinas tenaga kerja, sesuai dengan arahan gubernur. Tapi yang rencananya orang kita mau latih enggak mau," katanya.
Menurutnya, situasi ini masih pro dan kontra di masyarakat. Namun, sebenarnya tidak masalah ada temuan ini, tetapi memang harus ditertibkan karena di sini tidak ada budaya seperti itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
Baca juga: Ibudaya Festival 2021 usung tema "Mula ka Mula"
Ia mengatakan keberadaan para seniman jalanan dengan pakaian tradisional bisa menjadi penawar kerinduan akan seni dan budaya tradisional yang sudah mulai jarang ditampilkan, terlebih selama masa pandemi.
"Mungkin, kita perlu melihatnya secara lebih arif. Dewasa ini kita dikepung oleh hiburan-hiburan modern lewat televisi, media sosial, atau film-film daring berlangganan," katanya.
Meskipun seniman jalanan yang ditemukan dominan adalah anak muda, menurut Wahyu, hal tersebut tidak jadi masalah, justru jika bisa dikelola dengan baik, ini bisa menjadi daya tarik baru bagi pariwisata.
Baca juga: 23 Oktober-6 November, Festival Seni Bali Jani 2021 libatkan 1.000 seniman
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021